"All Over Again"
Mau dengar lagunya, klik disini
Turn down the lights, turn up the radio./There's a fire in your eyes
an' it's keepin' me warm./Hold on to me like it was yesterday,/When
we both felt our spirits collide.
I remember the moment, bein' struck down by lightnin',/since The
first time I saw your face, and you smiled.
Come an' lay down with me; feel the space that's between us./Find the
magic that keeps love alive.
*) This time can be like the first time:/Close your eyes an' soon
we'll be there. An' no mind could ever guess what we're feelin'./Turn
a spark to a flame; make a wish;
Close your eyes, watch it start all over again./Just like the first
time that you touched my skin. (All over again.)
I tasted Heaven, take me there again.(All over again.)
Your smile, your touch, your taste,/It turns me on and on and
on:/Then I fall in love with you all over again.
Come an' step through the stars, take a ride through the universe./As
long as we're here, let's take the whole thing in.
What I'm tryin' to say is that you are so beautiful,/Let me say it
all over again.
*)
================== 39 =================
Sebelum aku menanyakan kepada ibu, kenapa om Hendra ikut bersamanya,
Hendra lebih dulu menjelaskan "kebetulan aku tugas ke Arizona, ibu
mengajaku sama. Sebenarnya, dinasku baru minggu depan," terang
Hendra. Aku merasa lega, padahal pikiranku sedikit curiga.
(Bersambung)
===================================
Aku mengantarkan Hendra ketempat saudaranya di "Orange County",
perjalanan memakan waktu setengah jam dari airport.
Didalam mobil, setelah mengantar Hendra, ibu menanyakan, apa mungkin
Hendra dapat menghadiri wisudaku. Aku hanya mendapat jatah dua orang,
satu untuk ibu dan satu lagi telah aku janjikan mau memberikan kepada
teman kostku, Gina, perempuan Turki.
Gina memahami penjelasanku, akhirnya undangan itu aku serahkan kepada
om Hendra. Sehari sebelum wisuda, ibu menyuruh agar aku menjemput
Hendra pada hari "H".
Aku terangkan kepada ibu, kalau hari itu sibuk mempersiapkan
keperluanku, dan aku harus ke kampus pagi hingga siangnya. Tetapi ibu
ngotot harus menjemput om Hendra. Aku mengalah.
Diam-diam tanpa sepengetahuan ibu, aku telephon om Hendra,
memberitahukan aku nggak bisa menjemputnya, karena kesibukanku. Om
Hendra mengerti, "nggak apa-apa, nanti saudara yang mengantarkan ku"
ujarnya. Aku lega.
Air mata ibuku mengiringi tangisan kebahagaiannya, ketika aku selesai
diwisuda. Aku juga terisak sedih, teringat ayahku yang telah pergi
untuk selamanya, semestinya ayah mendampingi ibuku bukan om Hendra.
Lama sekali ibu memelukku sambil menangis, hingga akhirnya om Hendra
menegur aku dan ibu," sudah, nanti dirumah lagi kalian lanjutkan,"
ujarnya.
Om Hendra memberiku ucapan selamat, sembari mencium tanganku. Hal
yang sama dilakukannya kepada ibu. Aku menolak ajakan om Hendra untuk
makan siang esok harinya.
" Lain kali saja om, aku mau bawa ibu ke "Universal Studio" dan
esoknya lagi ke " Disneyland".ujarku kala itu. Sebelum kembali
ketanah air, aku puaskan ibu menikmati beberapa daerah kota wisata;
Fresno, San Francisco kemudian mampir ke Sacramento, ibukota
California.
Selama dalam perjalanan ibu selalu bercerita tentang kebaikan om
Hendra. " Orangnya rendah hati dan tulus, meski jabatannya cukup
tinggi," ujar ibu. Aku tak begitu tertarik dengan cerita ibu.
Aku jadi teringat, ketika itu, saat aku mau berangkat ke California,
Hendra datang kerumah, bicara dengan ibu agak lama, aku tak tahu apa
yang mereka bicarakan.
Dalam hatiku, ah..ibu mungkin ada main dengan om Herman. Tetapi,
apakah secepat itu ibu dapat melupakan ayah. Buru-buru pikiraanku
segera kualihkan, aku tak tega menduga-duga, apalagi ibu yang kukenal
selama ini adalah yang taat beragama.
Zung..., seminggu setelah wisuda, aku dan ibu kembali ketanah air.
Tiba dirumah, airmataku mengalir deras melihat foto ayah, aku dan
ibu, -ketika wisuda sarjana- tergantung diruang tamu.
Aku terhempas, bersimpuh didepan foto ayah dan menangis sembari
memanggil ayah. Ibu memelukku, kami berangkulan sambil melepaskan
rindu dalam tangis mengingat ayahku yang terbaring diperaduannya,
menyendiri.
Aku tak tahan menanggung rindu, segera aku ajak ibu ke pusara ayah.
Sepanjang perjalanan, aku tak kuasa menahan tangis. Dari tepi jalan
menuju pusaranya, aku berlari sambil menjerit memanggil -mangil
ayahku, " ayah...aku telah kembali, ayah bangun...aku telah pulang,
bangun ayah. Ayah tega meninggalkan Susan dan ibu, bangunlah ayah,
aku telah berhasil menggapai cita-cita luhurmu.
Aku terus memeluk pusara dan menciumi batu nisan ayah. Ibuku berusaha
membujukku supaya aku berhenti menangis, tetapi rinduku belum
terpuaskan. Rasannya hidup ini begitu cepat.
Aku kelelahan menjerit, menangisi pusara ayah. Ibu mengajakku
pulang, tubuhku begitu lemah dan hatiku rapuh. Selama seminggu aku
tak ingin keluar dari rumah, meski ibu telah berulang-ulang
mengajakku berkunjung ke rumah om dan tanteku.
Hampir setiap malam aku dan ibu duduk diam, seakan merenungi "nasib"
seorang janda dan putri sebatangkara. Aku semakin tak tahan melihat
wajah ibuku senantiasa dirundung kesedihan.
Aku segera"bangkit dari kubur nestapa" ini. Aku tak mau dijerat masa-
masa lalu, aku harus mengayunkan langkah menyongsong matahari terbit.
( Bersambung)
Los Angeles, September 24, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (40)
Dosenku Pacarku (39)
Angel
Mau dengar lagunya, klik disini
Spend all your time waiting/for that second chance/for a break that
would make it okay/there's always one reason
to feel not good enough/and it's hard at the end of the day/I need
some distraction/oh beautiful release
memory seeps from my veins/let me be empty/and weightless and
maybe/I'll find some peace tonight
in the arms of an angel/fly away from here/from this dark cold hotel
room/and the endlessness that you fear
you are pulled from the wreckage/of your silent reverie/you're in the
arms of the angel/may you find some comfort there
so tired of the straight line/and everywhere you turn/there's
vultures and thieves at your back
and the storm keeps on twisting/you keep on building the lie/that you
make up for all that you lack
it don't make no difference/escaping one last time/it's easier to
believe in this sweet madness oh
this glorious sadness that brings me to my knees
in the arms of an angel/fly away from here/from this dark cold hotel
room/and the endlessness that you fear/you are pulled from the
wreckage/of your silent reverie/you're in the arms of the angel/may
you find some comfort there/you're in the arms of the angel/may you
find some comfort here
================ 38 ==========
" Nggak lama kemudian ibu menjemputku, tetapi malam itu aku tak bisa
tidur. Aku sakit hati."
" Mestinya dia minta baik-baik !" ucapku iseng.
Lagi-lagi Susan menampar wajahku sambil membalikkan tubuhnya, masih
dipangkuanku. Susan mogok lagi.( Bersambung)
============================
" Jadi hanya karena mau dicium, kamu jadi trauma dan tak mau berteman
dengan pria manapun sejak es-em-a hingga perguruan tinggi. Malang
sekali nasibmu.Kamu lewatkan masa-masa indah yang tak akan pernah kau
ulang lagi. Ah..aku pikir Susan pasti ada kelainan." ucapku.
" Zung...kamu mau dengar atau mau mengguruiku,?" tanyanya.
"Mau, cuma hatiku nggak enak...aku benci kali sama dia itu, kalau aku
ada saat itu, aku hajar habis dia, anak kurang ajar itu. Kecil-
kecil,mau minta ciuman, masa kau dianggap murahan."
Susan tertawa mendengar ocehanku, "bang..mau aku teruskan nggak ?"
" Iya , teruskanlah, palak kali aku sama pria itu." ocehku lagi.
" Sejak saat itulah bang, aku tak mau bertemaan dengan pria manapun
hingga aku tammat dari perguruan tinggi."
" Jadi bagaimana Susan menikah dengan suamimu.?"
Susan menghela nafas, sepertinya melepaskan kepenatan jiwa yang
sangaat berat, aku bujuk dia dengan lembut, aku berbisik
ketelinganya, " Susan, teruskan aku masih mau mendengar ceritamu,
ayolah...., atau aku buatkan dulu teh hangat untukmu.?"
Sebelum aku bangkit, Susan mendekapku, nafasnya sengal," bang aku mau
tidur, aku capek." ujarnya.
"Susan , aku juga lelah, tetapi aku telah siapkan waktuku hanya untuk
mendengar kisahmu, bukankah Susan mengatakan akan mengungkapkan
sebagai ungkapan cintamu yang tulus padaku,? Susan
ayo...teruskanlah...!"
Zung, ayahku sangat berambisi agar aku menjadi perempuan terpandang
ditengah keluarga besar ayahku. Setelah aku diwisuda sarjana, ayah
memberangkatkanku ke California melanjutkan studi lanjutan. Ayah pada
saat itu berkeja di perkebunan menjabat salah seorang direktur.
Tahun kedua, ketika aku di California ayahku mengalami kecelakaan
pulang dari Jakarta. Tidak biasanya ayah pergi atau pulang dari
Jakarta mengenderai mobil. Tapi naas bagi ayah, ditengah perjalanan
sopir ayah mengantuk, mengakibatkan mobil ayah jatuh kejurang. Hampir
kami tidak mengenal wajah ayah setelah berhasil diangkat dari jurang
kedalam puluhan meter.." tuturnya.
Susan diam sejenak, butiran bening keluar dari kelopak matanya.Aku
biarkan dia dalam isakannya. " Susan berapa bersaudara," tanyaku
lembut sambil mengusap airmatanya.
" Nggak punya bang, aku putri tunggal," jawabnya, nafasnya masih
sesak sembari melanjutkan kisahnya.
Sebenarnya aku nggak mau lagi melanjutkan sekolahku setelah ayah
meninggal. Ibu nggak setuju keputusanku, aku harus menyelesaikan
sekolahku, bahkan ibu mau menjual rumah peninggalan ayah untuk biaya
sekolah ku di California.
Dua minggu kemudian aku berangkat ke California.Semua biaya
perkuliahanku lancar, juga biaya kehidupan sehar-hari bercukupan. Aku
tidak tahu berapa nilai rumah yang terjual, mungkin ayah masih
mempunyai tabungan, pikirku. Tapi Ibu tak pernah memberitahu, setiap
aku menanyakannya. Selama di California, aku berusaha agar secepat
mungkin es-dua-ku selesai.
Aku ingin segera pulang, kasihan dengan ibu yang ditinggal sendirian.
Meski aku dihimpit rasa rindu kepada ibu dan kesedihan atas kepergian
ayah yang begitu cepat, aku berusaha tegar menjalani hidup. Usahaku
tak sia-sia, aku berhasil menyelesaikan es-dua-ku tepat pada
waktunya.
Sebelum wisuda aku kaget ketika menjemput ibu di airport. Ibu datang
bersama om Hendra ( nama disamarkan). Ibu tidak pernah memberitahukan
kalau dia datang bersama Hendra, teman sekantor dengan ayah masa
hidupnya.
Sebelum aku menanyakan kepada ibu, kenapa om Hendra ikut bersamanya,
Hendra lebih dulu menjelaskan "kebetulan aku tugas ke Arizona, ibu
mengajaku sama. Sebenarnya, dinasku baru minggu depan," terang
Hendra. Aku merasa lega, meski pikiranku sedikit curiga. ( Bersambung)
Los Angeles, September 23, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (38)
"Cry"
Mau dengar lagunya, klik disini...
I'll always remember/ It was late afternoon/It lasted forever/And
ended to soon/You were all by yourself
Staring up at a dark gray sky/And I was changed
*) In places no one would find/All your feelings so deep inside/It
was then that I realized That forever was in your eyes
The moment I saw you cry
It was late September/And I'd seen you before/You were always the
cold one/But I was never that sure
You were all by yourself/Staring up at a dark gray sky/I was changed
[Chorus]
I wanted to hold you/I wanted to make it go away/I wanted to know
you /I wanted to make your everything, all right
I'll always remember.../It was late afternoon
[Chorus 2xs Out]
==================37 =====================
" Zung...ceritanya sangat panjang. Iya aku pasti kututurkan kepada
abang, pertanda aku memang mencintaimun sepenuh hati. Tapi
bang.....kenapa akhir-akhir ini abang marah terus?. Sejak aku
menyatakan cintaku yang tulus sama abang, aku juga sudah katakan, aku
tak perduli abang mencintaiku atau tidak. Tetapi Zung..jangan marah-
marah seperti ini," isaknya sambil merangkulku.
==========================================
"Zung, kita lupakan yang baru saja terjadi." ujarnya, dia masih
memelukku.
"Susan, maaf, barangkali itu hanya ekspresi kekecewaanku. Aku juga
tidak tahu kenapa aku kesal mendengar jawabanmu, padahal
sepatutnyalah kamu harus mendengar suamimu.
Susan menarik tanganku sembari menciumku, " Bang, aku putarkan lagu
kesayangamu, tetapi abang harus nyanyi. Ayo bang temani aku ,"
bujuknya manja.
" Aku capek, dan lagi sudah terlalu malam," balasku.
Berulangkali Susan membujuk agar aku bernyanyi mengikuti lirik lagu
yang diputarnya," suaranya pelan saja bang, aku ingin menikmati
suaramu..ayo bang...bernyanyilah untukku malam ini," bujuknya seraya
mendekapkan wajahnya diatas dadaku.
Susan meraih kedua tanganku, melingkarkankan diatas pinggulnya. Dia
mulai melangkah pelan mengikuti senandung berirama lembut. " Zung,
bawalah aku malam ini dengan langkahmu...ayo bang...kenapa diam,?"
tanyanya.
Sementara aku masih putar otak, kapan waktu yang pas aku membujuknya
(lagi) menuturkan kisah pernikahannya, aku dikagetkan dengan hentakan
suaranya, " bang......ayo..kataku, melangkahlah untukku, kenapa
diam." ujarnya sambil memukul-mukul dadaku dengan kedua tangannya.
Segera aku memeluknya, erat, " iya...iya...aku akan ikut langkahmu."
ucapku. Susan mendekapku erat sekali sembari memperlambat langkahnya
hingga diakhir lagu.
" Zung, aku lelah, temani aku tidur," ajaknya sambil menarik kedua
tanganku.
" Susan, aku akan menemanimu tidur setelah kamu turturkan kisah
pernikahanmu seperti yang kamu janjikan, atau aku pulang."
"Iya...bang, aku aku tuturkan sambil rebahan. Badanku pegal bang."
"Tidak , aku mau mendengarkan disini," ujarku sambil mengangkat
tubuhnya keatas sofa.
Susan segera bangkit dari sofa, dia meneguk sisa minuman dari
gelasnya.
" Ok...bang, aku mulai dari mana."
" Terserah dari mana, mau dari awal atau akhir asal jangan dari
tengah, susah mengikuti ceritanya." pintaku.
Susan merebahkan tubuhnya diatas pangkuanku, sebelumnya dengan gemas
menggigit daguku, " Hah........Zung...akhirnya aku menemukan seorang
pria yang mau mendengar "sengsara" yang kutahan bertahun-tahun.
Semoga penuturanku ini dapat melepaskan derita batin yang sangat
menyiksa. Tapi , Zung...berjanjilah, bahwa abang tidak akan pernah
menceritakan semuanya ini kepada siapapun."
" Tidak, tidak Susan, aku akan menyimpan semua tuturanmu malam ini,
aku janji." ucapku sambil memberi dia ciuman hangat tanda apresiasiku.
Susan memulai kisahnya dengan gaya bertutur, setelah aku agak lama
aku menunggu.
" Zung, seperti pernah aku utarakan, sejak es-em-a aku tidak pernah
bersahabat dengan seorang pria, setelah aku mengalami trauma ketika
di es-em-pe. Pengalaman buruk itu membuat aku benci dan muak melihat
setiap pria, apalagi kalau pria itu ingin mendekatiku."
" Susan pernah diperkosa, berapa kali ?" tanyaku tak sabar.
" Nggak bang," jawabnya, tangannya menampar wajahku.
" Maaf...aduh aku nggak sabaran, ayo sayang teruskan," desakku. Susan
hampir mogok, terpaksa aku beri"amunisi" lagi, sambil membujuknya.
" Ketika itu, habis ujian, kelas kami menyelenggarakan acara
perpisahan dirumah teman. Sebenarnya ibu tidak mengijinkan aku pergi,
tetapi karena aku beritahu bahwa acaranya dirumah teman pria itu--
ayahnya satu kantor dengan ayahku-- ibu akhirnya mengantarkanku.
Usai acara malam itu, aku tinggal sendirian menunggu dijemput. Teman
pria itu menemaniku diteras rumahnya. Seperti biasanya disekolah,
kami sering bergurau. Tetapi entah kenapa malam itu, dia seperti
kesetanan mau menciumku. Aku kaget, mau berteriak, tetapi aku takut
dia akan memukulku. Aku lari masuk kerumahnya, untung ibunya belum
tidur."
" Jadi dia belum sempat menciummu, kenapa nggak kau ludahi
mukanya...?" tanyaku.
" Bang......diam dulu," teriaknya manja.
" Nggak lama kemudian ibu menjemputku, tetapi malam itu aku tak bisa
tidur. Aku sakit hati."
" Mestinya dia minta baik-baik !" ucapku iseng.
Lagi-lagi Susan menampar wajahku sambil membalikkan tubuhnya, masih
dipangkuanku. Susan mogok lagi.( Bersambung)
Los Angeles, September 23, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (37)
"Antara Cinta dan Dusta"
Mau dengar lagunya, klik disini
Hati siapa yang takkan hancur/ bila didepan mata dia bercumbu
Insan yang mana yang tak jadi benci/bila cinta yang indah jadi begini
Kau yang kusayang mengapa berdusta/tak cukupkah satu untuk dirimu
Inikah sumpahmu/yang kau ucap dulu/sehidup semati kita berdua
Belum sudah mati/ kau berbuat begini/apalagi bila aku mati
*) pandainya matamu/menyimpann dia yang lain/
seakan tak pernah aku ada dihatimu
pandainya lidahmu/ memutar balik kata/
kau kejam kau sakiti insan lemah ini
kau kejam/ seakan tiada mata hatimu
jangan bicara cinta lagi/telah tertutup pintu hati ini/
jangan lagi kau datang disini
telah ku hapus namamu dihati/jangan lagi kau datang disini
telah ku hapus namamu dihati
=========== 36 ========================
" Oh...iya, aku akan utarakan, tetapi kita makan dulu. Aku sudah
siapkan dimeja, ayo bang," ajaknya seraya menarik lenganku. " Tapi
abang mandi dulu," tambahnya. (Bersambung)
========================================
" Susan sudah mandi ? kok nggak sama?" tanyaku sekedar menggoda.
Beberapa hari sebelumnya, Susan mengajakku mandi bersama tetapi aku
tolak.
" Halah..abang bisa aja, kemarin dulu diajak mandi sama, abang nggak
mau.!" ucapnya.
Seperti beberapa hari sebelumnya, Susan tidak pernah membiarkan
pembantunya menyiapkan makanan untuk kami.Aku dan Susan duduk
berdampingan menikmati makanan malam.
Aku menunggu waktu yang tepat, kapan aku harus "memancing" cerita
pernikahannya, sementara dia masih bicara perihal teman-teman arisan
ketika di Berasatagi.Hmm...sampai kapan aku bersabar menunggu omong-
kosong ini pikirku.
Usai makan, aku mulai mengalihkan pembicaraan. Satu-satu cara aku
harus melibatkan emosinya. Tetap dengan cara apa?. Ah..sebentar juga
mengalir, pikirku. Aku ajak dia menuju bar kecilnya sembari tanganku
melilit pinggangya, mesra.
"Susan, sebelum aku keperaduan, aku ingin menikmati indahnya malam,
diringi senandung dan tentu saja dengan minuman kesayanganku"
chivas", setuju.?" tanyaku.
" Susan menatapku seraya mengganguk kepalanya tanda setuju."
Tahap pertama berhasil aku lalui, sukses. Tinggal menunggu waktu.
Tetapi aku harus mengatur strategi bagaimana dia "terlelap" dalam
pangkuanku atau setidaknya dia harus bersandar diatas dadaku,
pertanda kepasrahan. Aku siapkan dua gelas setelah aku memutarkan
lagu kesayangannya.
"Zung, kamu saja yang minum, tadi suamiku mengingatkan lewat telephon
supaya aku membatasi minum." ucapnya menolak.
Hohohohh..ini jalan masuk dan langkah yang paling aku suka.
Sorongkan "kuda" sekaligus mengancam "raja dan benteng" nya, sampai
dia bertekuk lutut.
"Susan...! yang mengajak kamu minum bukan suamimu, tetapi buah
hatimu.!" suaraku menggelegar.
Susan kaget dengan pernyataanku, sembari aku setengah berteriak,
" bukankah Susan telah meluapkan isi hatimu diiringi air mata, bahwa
yang bernama Tan Zung adalah cinta pertama mu? apakah airmata yang
tercucur malam itu, air mata buaya.? Susan, sekarang aku tahu siapa
sebenarnya diantara aku dan kamu yang berpura-pura." ucapku sengit
sambil beranjak dari bar mini meninggalkannya.
Susan buru-buru mendekapku, erat sekali. Pelukannya semakin erat,
ketika aku meronta melepaskan pelukannya.
" Zung..suamiku tidak melarang aku minum denganmu, tetapi ini demi
kesehatannku."
"Ahhaa..Susan, jadi kamu membiarkan aku minum sendirian sekaligus
membunuh diriku sendiri, begitu maksmudmu, bukan!?"
" Tidak bang, kenapa pikiranmu sebegitu jauh...? Aku juga mendengar
nasihatmu. Sejak abang melarangku merokok, aku telah berhenti."
ujarnya dengan suara memelas seraya menambahkan, " Iya..bang malam
ini aku temani abang minum."
Aku meninggalkan Susan di bar mini setelah dia melepaskan pelukannya.
" Zung...apalagi sayang, iya..aku mau menemani abang minum."
Aku seakan tidak mendengar bujukannya. Aku rebahkan tubuhku diatas
sofa yang telah banyak"merekam" cerita Susan dan aku dalam beberapa
malam. Susan membawa kedua gelas yang telah berisi minuman. Dengan
suara bergetar, Susan membujukku, sementara mataku nanar menatap
langit-langit rumahnya.
" Zung, duduklah, ayo kita minum bersama...nanti aku putarkan lagu
kesayangamu..iya bang!?"
Aku bergeming, diam membisu. Akhirnya, Susan bertekuk disamping sofa,
dia mendekapkan wajahnya diatas dadaku. Aku merasakan cairan hangat
mengalir diatas dadaku.
"Zung, kenapa begini jadinya...Ayo..jawab aku...bang.! Apa lagi yang
abang mau ?" tanyanya, sambil mendekatkan wajahnya kewajahku. Aku
merasakan getarangan tangan dan bibirnya ketika dia menatapku,
memelas. Susan kembali sesugukan diatas dadaku ketika aku masih belum
menghiraukannya.
"Zung duduklah..aku mau minum," ujar Susan sambil mengangkat
gelasnya. Diiringi linangan air mata, Susan menyuguhkan gelasnya
kemulutku setelah dia meminumnya terlebih dahulu.
Hah...langkah kudaku berhasil memporak-porandakan pertahanannya. Kini
dia "bertekuk lutut" .
" Nih..Zung minumlah," bujuknya ulang. Susan merasa lega setelah aku
membuka mulutku menerima suguhannya. Segera dia memelukku erat
setelah dia meletakkan gelasnya dimeja, " Zung..kenapa abang marah-
marah belakangan ini. Apa salahku..bang" tanyanya seraya menatapku
persis didepan matanya. " Katakan bang, apa salahku..." tanyanya
ulang.
" Tidak ada yang salah. Kamu benar, mengikuti apa kata suamimu.!"
" Bang..sudah..nggak usah dibicarakan lagi, aku minta maaf, kan aku
sudah mau minum dengan abang."
" Susan, "game" apa yang kita sedang mainkan ini.Seperti aku katakan
dulu, kamu punya suami tetapi kamu sendiri mengutarakan isi hatimu,
bahwa akulah cinta pertamamu. Katakan sejujurnya, apa yang terjadi
dalam rumahtanggamu.
" Zung...ceritanya sangat panjang. Iya aku pasti kututurkan kepada
abang, pertanda aku memang mencintaimun sepenuh hati. Tapi
bang.....kenapa akhir-akhir ini abang marah terus?.
Sejak aku menyatakan cintaku yang tulus sama abang, aku juga sudah
katakan, aku tak perduli abang mencintaiku atau tidak. Tetapi
Zung..jangan marah-marah seperti ini," isaknya sambil merangkulku.
( Bersambung)
Los Angeles, September 18, 2008.
Tan Zung
Dosenku Pacarku (36)
"When A Man Loves A Woman"
Mau dengar lagunya, klik disini
When a man loves a woman/Cant keep his mind on nothin else
Hed trade the world/For a good thing hes found
If she is bad, he cant see it/She can do no wrong
Turn his back on his best friend/If he puts her down
When a man loves a woman/Spend his very last dime
Trying to hold on to what he needs/Hed give up all his comforts
And sleep out in the rain/If she said thats the way/It ought to be
When a man loves a woman/I give you everything I got (yeah)
Trying to hold on/To your precious love/Baby please dont treat me bad
When a man loves a woman/Deep down in his soul/She can bring him such
misery
If she is playing him for a fool/Hes the last one to know/Loving eyes
can never see
Yes when a man loves a woman/I know exactly how he feels/cause baby,
baby, baby
I am a man/ When a man loves a woman
================== 35 ===============
Aku ingin segera pulang sekaligus menenangkan diri untuk persiapan
sidang meja hijau. Beruntung aku punya teman seperti Magda, hatinya
tulus dan rendah hati. Usulannya, seperti mendapatkan mata air di
padang pasir. ( Bersambung)
==================================
Dengan sangat berat hati, Sabtu pagi aku berangkat ke Brastagi dengan
Susan, menghadiri arisan ibu-ibu teman sekantor suaminya. Aku menolak
rencananya menginap disalah satu losmen dikota itu, setelah acara
arisan usai.
Berulangkali juga dia membujukku untuk bernyanyi dalam arisan itu,
selalu aku tolak. Susan tidak tersinggung atas penolakanku, memang
suaraku sedikit serak. Selain itu, dikepalaku masih terngiang nasihat
Magda, meski diselingi dengan cemohan.
Aku berusaha pulang lebih awal, karena ingin menghadiri pertemuan
dengan kawan-kawan kelompok belajar dirumah Mawar. Tetapi Susan
selalu membujuk agar aku bersabar, " Zung, tanggung , nanti mereka
pada ribut kalau kita pulang duluan,mereka akan berpikir macam-macam.
Kalau abang tidak mau menginap nanti malam, kita pulang bersama
dengan mereka," ujarnya. Aku berusaha menutupi rasa dongkol, takut
dia tersinggung, untuk sementara "nasib"ku masih tergantung dengannya.
Selama dalam perjalanan pulang, pikiranku terus pada pertemuan malam
dirumah Mawar. Susan merasakan perubahan sikapku dibanding dengan
beberapa hari lalu, padahal aku sudah berusaha menutupinya.
"Abang merasa menyesal ikut aku satu hari ini? Tampaknya abang kurang
bergairah. Atau ada yang membani pikiranmu, mungkin aku bisa bantu,?"
tanyanya.
" Oh...nggak ada...hanya sedikit badanku kurang sehat." jawabku.
" Benar bang...abang nggak menyesal ikut aku.?" tanyanya ulang,
tangannya mengelus pipiku.
" Nggak....aku senang kok, bisa ketemu ibu-ibu cantik dan genit."
" Ibu-ibu genit..? Itu hanya perasaanmu saja. Abang masih sanggup
nyetir atau aku ganti ?"
" Sanggup, terus saja ngomong, sesekali cubit pahaku biar aku nggak
ngantuk."
" Halah..abang maunya. Nantilah kalau sudah tiba dirumah aku pijitin."
"Susan, aku minta tolong antar aku malam ini kerumah. Aku sudah janji
sama ibu kostku jaga anak-anaknya. Dia mau pergi ketempat saudaranya."
" Abang jaga anak-anak..?"
" Kenapa, mereka ponakanku. Apa yang aneh..?" tanyaku.
" Nggak ada..." jawabnya ketus.
Sejak saat minta aku diantar pulang, Susan diam, wajahnya cemberut
selama perjalan. " Susan ngomong...nanti aku ngantuk, atau mau kita
kecebur kejurang ? Iya..iyalah aku nanti tidur dirumahmu, tetapi
antar aku besok.!"
" Kan...abang suka ngerjain.!" ucapnya sambil mencubit lenganku.
****
Dering telephon menyambut kedatangan kami, jarum jam menunjuk keangka
delapan, segera Susan mengangkat telephon. Terdengar percakapan
dengan suaminya di London. Telephon suaminya mengingatkanku
sekaligus "menuntut janji" Susan perihal pernikahan dengan suaminya.
Bebeberapa kali aku pertanyakan selalu dia mengelak. Sementara dia
berbicara dengan suaminya, aku merebahkan diri dikamar tidur,
mengendurkan urat yang kelelahan mengenderai mobil dari Berasatagi.
Sepoi udara malam berembus melalui kamar jendela yang lupa aku
tutupkan, menutup kelopak mataku sempurna. Susan menyentakkan
rangkaian mimipiku yang sedang bergayut indah bersama mantan
kekasihku.
" Zung...bangun, abang keletihan,?" suaranya mendesah ditelingaku.Aku
menggeliat ditempat tidur sambil menggerakkan seluruh tubuhku, meski
hanya sebentar, rasa pegal terasa pulih kembali.
" Zung, aku tadi janji mau pijitin abang malam ini, abang masih
terasa lelah,?" tanyanya.
"Susan, janji adalah utang. Tetapi masih ada janjimu yang selalu kamu
ulur waktu "melunasi"nya, !"
" Apa itu bang..?" tanyanya sambil mencium pipiku.
" Tentang pernikahan dengan suamimu.!"
" Oh...iya, aku akan utarakan, tetapi kita makan dulu. Aku sudah
siapkan dimeja, ayo bang," ajaknya seraya menarik lenganku. " Tapi
abang mandi dulu," tambahnya. (Bersambung)
Los Angeles, September 18, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (35)
"Time After Time"
Mau dengar lagunya, klik disini
Lying in my bed I hear the clock tick,/And think of you/Caught up in
circles confusion/Is nothing new/ Flashback warm nights / Almost left
behind / Suitcases of memories,/Time after Sometimes you picture me/
Im walking too far ahead/ Youre calling to me, I cant hear/ What
youve said/Then you say go slow/I fall behind/The second hand unwinds
If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If
you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time(2 x)
After my picture fades and darkness has/Turned to gray/Watching
through windows youre wondering/If Im ok
Secrets stolen from deep inside/The drum beats out of time
If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If
you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time
You said go slow/I fall behind/The second hand unwinds
If youre lost you can look and you will find me/Time after time/If
you fall I will catch you Ill be waiting/Time after time (2X)
Time after time/Time after time/Time after time
=================34 ===========
Ah...kaki sajapun tak sudi disentuh apalagi yang lain. Memang sudah
patah arang. Segera kuakhiri "diplomasi kaki", sebelum dia meronta
minta pulang.( Bersambung)
===============================
Selama percakapan, tanpa mereka sadari banyak kata-kata bijak
terlontar dari mulut mereka. Meskipun Magda masih sakit hati, tetapi
dia masih memperhatikan "langkah"ku.Kejadian pagi hari --ketika
keluar dari mobil Susan-- meyakinkan rumor yang didapatkannya melalui
teman satu kampus, bahwa aku telah kembali ke kehidupan lama, mabuk
dan liar.
Julukan "malaikat" yang aku berikan kepadanya,menurutku, sangat pas,
walau juga aku belum pernah melihat sosok malaikat sesungguhnya.
"Bang, kalau nggak keberatan, setelah skripsimu telah selesai dan
ditandatangani sama ibu itu, hindarilah dia. Terserah abang bagaimana
caranya. Untuk kiat-kiat yang seperti itu kan abang gurunya," ujar
Magda ngenyek.
" Bantulah aku, abang mentok nih. Abang juga sudah niat buat jarak,
sebelum Susan mengharap lebih jauh."
" Apa yang mau diharap dari abang ? Paling juga abang
dijadikan "piaraan.!"
" Masa orang kau bilang piaraan, kayak hewan piaraan," balasku renyah.
" Kenapa nggak? kelakuan orang juga kadang melebihi hewan..!"
"Eh...Magda, kamu ngomong apaan tuh..?" selah Mawar mengingatkan.
Magda langsung tersipu sambil menutup mulutnya, " maaf bang, maksudku
bukan abang..." ujarnya sambil merapatkan kedua telapak tangannya
didepan wajahnya seperti sikap menyembah.
Sebenarnya aku tidak merasa tersinggung dengan ucapannya, hanya saja
dia keceplosan lidah saja. Kebetulan pula nggak ada lagi hubungan
kasih dengannya, kalau nggak, habislah dia. Bisa-bisa cerber inipun
bertambah dua lagu ( capek kalipun nyarinya..) dan dua halaman, mulai
dari marah, ngambek, isak tangis, bujuk dan akhirnya ketawa...iya
kayak film India jugalah.
Aku turunkan ujung jari tangannya keatas meja, Magda masih merasa
besalah, " Maaf bang, mulutku latah." ujarnya sambil menatapku.
" Nggak ada yang perlu dimaafkan, Magda benar. Banyak manusia
kelakuannya melebihi dari makhluk yang kamu sebutkan tadi, membunuh
anak, orang tua, menyiksa isteri, beristeri lima...."
" Heh...sudah bang, kok jadi khotbah" selah Mawar disambut tawa Magda.
" Bagaimana, kalau pulang ke kampung dulu, setelah kuliah kita minggu
depan usai. Abang bisa memenangkan diri sebelum meja hijau. Jadi, ada
alasan abang menghindari ibu itu. Aku yakin, ibu itu akan dapat
menerima alasanmu." usul Magda.
" Terimakasih usulan mu cemerlang. Ternyata, masih ada yang tersisa
hasil "trainning ku." ujarku sambil menyalamnya.
" Apa bang...? trainning...?" balas Magda sambil memelototkan
matanya kearahku.
" Nggak.., anggap saja aku juga latah. Aku setuju usulmu dan aku
akan berangkat minggu depan, setelah skripsiku selesai cetak. Biar
cepat, mau nggak kalian bantuin mengetik ulang skripsiku.?"
" Halah....gaya abang dari dulu nggak berubah. Bilang saja mau minta
tolong, kok pakai bahasa bersayap." ucap Magda tertawa.
" Iyalah aku minta tolong, kita bagi tiga pengetikannya. Nanti kalau
punya Magda sudah selesai, abang akan bantuin."
" Bantuin maho..." ucapnya ketus.
Ingin rasanya hari Sabtu -janji dengan Susan pergi ke Berastagi-
cepat berlalu, Aku ingin segera pulang sekaligus menenangkan diri
untuk persiapan sidang meja hijau. Beruntung aku punya teman seperti
Magda, hatinya tulus dan rendah hati. Usulannya, seperti mendapatkan
mata air di padang pasir. ( Bersambung)
Los Angeles, September 18, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (34)
Chlark - What hurts the most
Mau dengar lagunya, klik disini
I can take the rain on the roof of this empty house/That don't bother
me/ I can take a few tears now and then and just let them out/I'm
not afraid to cry every once in a while
Even though going on with you gone still upsets me/There are days
every now and again I pretend I'm ok/ But that's not what gets me
What hurts the most/Was being so close/And having so much to say/And
watching you walk away
And never knowing/What could have been/And not seeing that loving
you/Is what I was tryin' to do
It's hard to deal with the pain of losing you everywhere I go/But I'm
doin' It/ It's hard to force that smile when I see our old friends
and I'm alone/Still Harder
Getting up, getting dressed, livin' with this regret/But I know if I
could do it over/I would trade give away all the words that I saved
in my heart/That I left unspoken
What hurts the most/Is being so close/And having so much to say/And
watching you walk away
And never knowing/What could have been/And not seeing that loving
you/Is what I was trying to do (2 x)
Not seeing that loving you/That's what I was trying to do
Ooohhh....
============= 33 ===========
Magda mulai semangat ketika bicara menyinggung skripsi, " belum bang,
kata pembimbingku minggu depan, "jawabnya, seraya menambahkan, abang
pasti sudah selesailah iya.!"
" Magda kok tahu.?"
" Iyalah.., habis abang sudah lengket dengan ibu itu.!"(Bersambung)
===========================
Aku terperanjat mendengar celutukannya, " Magda sok tahu. Darimana
kamu tahu abang lengket dengan ibu itu.?
" Dari semangat abang."
" Aku nggak mengerti maksudmu.?"
" Ah...abang pura-pura kaget. Tadi pagi dekat persimpangan kampus,
aku melihat abang begitu semangat ketika keluar dari mobil ibu itu,
bahkan abang sengaja tidak melihatku padahal motor aku klekson."
Mawar merasa " surprise" mendengar kesaksian Magda.
" Jadi abang satu mobil dengan ibu itu, hebat. Selamat, abang pasti
lulus." ujar Mawar.
Aku tak dapat mengelak, terpaksa mengakuinya, " Iya, aku tadi yang
bawa mobilnya. Tadi pagi aku kesana menjemput skripsiku, kebetulan
sopir ibu sedang pulang kampung, jadi aku yang nyetir."
" Tadi pagi abang kesana..?" tanya Magda
" Iya ..kenapa.?"
"Siapa yang bohong, abang atau ibukost abang?
Kata ibu kost, abang baru pulang tadi pagi.!"
Oalah sempit kalilah dunia ini, ketangkap basah lagi, kepala bagai
dipalu. Aku coba lagi meyakinkan bahwa aku kesana hanya urusan
skripsi, " Iya...tadi malam aku menginap dirumah teman, paginya aku
kesana."
" Bang..., Magda nggak punya urusan, mau tiap hari, mau tiap malam
abang kesana. Tapi malulah...ibu itu kan sudah punya suami. Sejak
dulu, aku sudah ingatkan abang, hati-hati dengan ibu itu, abang saja
keras kepala."
" Aku nggak ada apa-apa dengan ibu itu. Masa gara-gara tadi pagi,
Magda punya kesimpulan aku ada "affair" dengan dia.?"
" Bang, apa peduliku abang pacaran atau nikah dengan dia. Tetapi
sebagai teman, aku hanya ingin mengingatkan. Apa abang belum dengar,
kawan-kawan heboh gara-gara abang berdansa dengan ibu itu di discotik
minggu lalu?" tanya Magda.
" Aku belum dengar rumor itu. Tapi malam itu dia dengan suaminya
kok.!" terangku.
" Orang mana peduli ada atau nggak ada suaminya, yang pasti mata
orang melihat abang sedang berdansa, minum bersama dengan ibu itu.
Idihhhh... malu kalilah aku bang." ucapnya.
Mawar ngomporin lagi," abang hebat iyah.. sekarang mainannya ibu-ibu,
dosen lagi."
" Bang, sebelum makin jauh, akhirilah hubungannya dengan ibu itu."
pinta Magda.
" Iya..tetapi aku tunggu selesai sidang meja hijau duluah. Aku takut
nanti kalau langsung menjauh, aku ditekan dalam ujian. Atau menurut
mu ada cara lain.?"
" Lho, abang yang melakukan, abang senidiri yang lebih tahu. Aku dan
Mawar hanya penonton. Hanya nggak enak saja kami dengar rumor
dikalangan teman. Kebetulan mereka tahu, kita pernah bersahabat."
" Memang, kita nggak bersahabat lagi.?"
Mawar ketawa mendengar percakapan kami, agak serius, sementara Magda
menatapku dalam, entahlah pikirannya berkata apa, mungkin saja dia
bilang, " abang lanteung!."
Diselah-selah percakapanku dengan Magda, aku coba mengakrabkan diri
lewat gesekan kakiku dibawah meja. Tetap selalu kakinya menghindar
setiap kakiku menyentuhnya, tidak seperti sediakala, dia selalu
membalasnya, lembut.
Ah...kaki sajapun tak sudi disentuh apalagi yang lain. Memang sudah
patah arang. Segera kuakhiri "diplomasi kaki", sebelum dia meronta
minta pulang.( Bersambung)
Los Angeles, September 18, 2008
Tan Zung
Baca Selengkapnya......
Dosenku Pacarku (33)
"If Tomorrow Never Comes"
Mau dengar lagunya klik disini
Sometimes late at night /I lie awake and watch her sleeping /She''s lost in peaceful dreams /So I turn out the lights and lay there in the dark
And the thought crosses my mind /If I never wake up in the
morning /Would she ever doubt the way I feel /About her in my heart
Chorus:
If tomorrow never comes /Will she know how much I loved her /Did I
try in every way to show her every day /That she''s my only one /And
if my time on earth were through
And she must face the world without me /Is the love I gave her in the
past /Gonna be enough to last /If tomorrow never comes
''Cause I''ve lost loved ones in my life /Who never knew how much I
loved them /Now I live with the regret /That my true feelings for
them never were revealed
So I made a promise to myself /To say each day how much she means to
me /And avoid that circumstance /Where there''s no second chance to
tell her how I feel
back to Chorus:
So tell that someone that you love /Just what you''re thinking of /If
tomorrow never comes
================ 32 ============
Aku nggak lagi...terserah abang mau kemana, yang penting aku sudah
utarakan isi hatiku. Abang mau main dengan perempuan manapun itu
urusanmu."
" Lho, kok jadi serius.?"
" Abang sendiri yang mangkak/ge-er." (Bersambung)
==========================
Kali pertama aku jadi"sopir" ibu dosen ke kampus. Sebelum tiba di
kampus, aku menghentikan mobil dihalte dekat persimpangan kampus.
Susan awalnya keberatan ketika aku turun sebelum kampus. Tetapi
akhirnya setuju setelah kujelaskan alasannya: " gossip pasti
bertebaran kemana-mana kalau ada melihat aku dan Susan satu mobil."
Setelah mobil Susan menjauh, aku segera balik arah, pulang kerumah,
bolos. Aku tidak ke kampus, kepala pusing karena kurang tidur. Tante
menyambutku dengan senyuman.
" Bagaimana bapa, sudah aman dengan ibu dosen itu. Bapa menginap
dirumahnya ?"tanyanya
" Iya nggaklah, aku tidur dirumah teman." jawabku
" Kurasapun, nggak baiklah tidur dirumah ibu itu. Apa kata orang.?"
Sebelum tante melanjutkan ocehannya aku masuk kekamar, tidur.
Selang beberapa jam, tante membangunkan, " bapa,..bapa... dua
perempuan kemarin dulu datang lagi."
Mawar dan Magdalena menyapaku dengan ramah....sepertinya kami tidak
ketemu tahunan. Magdalena tidak menolak ketika aku mencium pipinya
setelah dia menyalamku, aku benar-benar rindu, juga dengan Mawar.
" Kenapa nggak masuk tadi,?" tanya Mawar
" Aku kurang sehat, kepala pusing." jawabku.
" Abang kami tunggui kemarin, kok nggak datang ?
Kali ini terpaksa aku berbohong, kalau nggak mau dikucilkan
selamanya. Soalnya aku kelupaan karena "mengawal" Ira pulang dari
discotik, "kemarin aku kurang enak badan," jawabku
"Sabtu besok abang ada waktu.?"
" Ada acara apa ?" tanyaku.
" Nggak ada acara spesial, hanya ngumpul dengan teman-teman kita dulu
waktu belajar bersama." jawab Mawar.
****
Aku benar-benar kangen dengan kedua sahabat lamaku ini. Sebenarnya
aku ingin hadir acara itu, tetapi aku sudah janji menemani Susan
keluar kota. Seandainya, urusan perkuliahanku telah usai, aku bisa
batalkan ikut dengannya.
Kini aku masih "terpasung" dengan Susan. Aku merasakan kembali "muda"
setelah bertemu dengan Mawar dan Magdalena. Pada hal aku belum ada
seminggu berteman (dekat) dengan Susan yang berusia lima tahun
diatasku, bawaanku seperti amat dewasa.
Aku ingin melepas rasa kangen dengan kedua sahabatku. Aku ajak
mereka ke tempat kami(dahulu) rendezvous di Kp.Keling. Mawar setuju,
tetapi sepertinya Magdalena keberatan.
Dia tidak menolak langsung, juga tidak setuju. Sejak kedatangannya
kerumah, Magdalena hanya diam mendengar percakapanku dengan Mawar.
Aku bujuk kesediaannya, " Magda aku kangen, ikut iya, "bujuk ku.
Magda tidak menjawab. Tetapi aku masih ingat tanda-tanda perubahan
wajahnya ketika kami berhubungan selama lima tahun. Aku yakin dia
mau, meski tidak menjawab. Aku segera berkemas ganti pakaian. Sengaja
kupilih t-shirt hadiahnya ketika ulang tahunku.
" Magdalena pergi dengan Mawar atau dengan abang.?" tanyaku.
" Magdalena masih tidak mau bicara, dia putuskan berboncengan dengan
Mawar setelah menyerahkan kunci motornya padaku."
Aku bingung sikap Magdalena, pada hal beberapa waktu lalu dia " so
nice" ketika berjumpa denganku, sudah mau bercanda, bahkan
menantangku siapa diantara kami duluan menyelesaiakan skripsi.
Direstaurant, aku sengaja duduk dekatnya. Sungguh, aku sudah kangen
sekali duduk bersanding dengannya. Mawar tersenyum melihat tingkahku,
aku tak peduli. Aku memulai pembicaraan mengenai akhir perkuliahan
minggu depan, juga mengenai skripsi.
"Magda, waktu lalu kamu nantangin siapa duluan siap skripsi kita.
Skripsimu sudah selesai.?" tanyaku
Magda mulai semangat ketika bicara menyinggung skripsi, " belum bang,
kata pembimbingku minggu depan, "jawabnya, seraya menambahkan, abang
pasti sudah selesailah iya.!"
" Magda kok tahu.?"
" Iyalah.., habis abang sudah lengket dengan ibu itu.!"(Bersambung)
Los Angeles, September 17, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (32)
"Why do I Love You"
Mau dengar lagunya, klik disini
Suddenly she's /Leaving /Suddenly the /Promise of love has gone
Suddenly /Breathing seems so hard to do /
Carefully you /Planned it /I got to know just /A minute to late, oh
girl /now I understand it /All the times we /Made love together /Baby
you were thinking of him
*) Why do I love you /Don't even want to /Why do I love you like I
do /Like I always do /You should've told me /Why did you have to be
untrue (love you like I do) /Why do I love you like I do
Ain't gonna show no /Weakness /I'm gonna smile /And tell the whole
world I'm fine / I'm gonna keep my senses /But deep down /When no one
can hear me /Baby I'll be crying for you
back to *)
Can't go back /Can't erase /Baby your smiling face oh no /I can think
of nothing else but you /Suddenly
back to *)
============ 31 ===========
"Bang, pakai sekarang saja. Aku sakit hati kalau nggak mau
terima.Tinggalkan pakaian yang abang kenakan, biar dicuci pembantu."
ujarnya. Kami serapan bersama, Susan sendiri menyiapkan semua
hidangan. Dia memilih duduk disampingku. (Bersambung
==========================
Dimeja makan, kami mengobrol layaknya sebagai seorang sahabat lama.
Sesekali aku pancing dia perihal "kecengengannya". Dia hanya tertawa
sambil mencubitku, mesra.
Susan juga menyinggung tentang skripsiku yang telah selesai
diperbaikinya. " Zung, skripsimu parah. Aku suruh kamu perbaiki malah
semakin kacau." ucapnya
"Jadi aku harus ulang lagi.?" tanyaku
" Tidak, aku sudah rombak total bab itu. Nanti kau pelajari lagi. Aku
khawatir, nanti dosen penguji lain akan menanyakan itu padamu.
Setelah habis kuliah, mampir ke ruanganku."
" Bagaimana skripsi Magdalena dan Mawar.?"
" Skripsi Mawar sudah beberapa minggu lalu selesai, Magdalena aku
belum tahu, nanti aku tanyakan sama pembimbingnya. Masih terus ingat
Magdalena iya bang...?"
" Iya, Magda nantangin aku, skrispsi siapa duluan selesai, aku atau
dia.!"
" Kemudian...apa.?"
" Nggak ada apa-apa. Hanya menunjukkan bahwa aku juga mampu seperti
dia.Itu saja." ucapku sedikit kesal.
" Lho, kok abang marah."
" Nggak marah, pertanyaanmu penuh selidik."
" Aku nggak boleh bertanya.?"
" Boleh.! Susan, aku dan Magda tidak akan mungkin bersatu lagi. Aku
tahu dia sangat sakit hati. Kalaupun nanti Susan melihat kami akrab
seperti biasanya, itu hanya sebagai pelipurlara, tidak lebih dari
situ."
Susan tertawa, " Abang sangat sensitif kalau menyinggung nama
Magdalena."
"Sudah..ah, kita berangkat, nanti Susan terlambat." ujarku sambil
meningalkannya masih tertawa dimeja makan.
***
Susan marah ketika kusuruh duduk dibelakang," kalau ada orang lihat,
biar aku dikira sopir pribadimu."ucapku.
"Abang malu kalau aku duduk bersamamu di depan.?"
"Nggak juga, hanya menjaga nama baikmu saja." ujarku.
Sepanjang perjalanan kami melanjutkan pembicaraan kami seputar
perkuliahan dan rencanaku berikut setelah lulus. Susan juga
mengingatkan rencana keberangkatan ke Berastagi.
Hampir juga ribut, ketika aku mulai berdalih, mengelak ikut
dengannya. Seperti biasa, wajahnya langsung cemberut, tak bergairah,
padahal aku cuma bilang, "lihat nantilah."
Kadang aku suka melihat tingkahnya, seperti anak remaja, merajuk. Aku
sudah tahu kiat"melumpuhkan" kecengengannya, putar lagu
kesayangannya, aman.
Aku iku bersenandung mengikuti lagu, kutarik suara
tiganya...haha.... "sempoyangan" dia. Selain menikmati suaraku, dia
juga menikmati wajahku, sesekali aku menoleh kearahnya, seiring lirik
lagu, mirip film India.
" Zung, belajar nyanyi dimana.? Aku baru dengar abang bisa nyanyi,
bagus. Nanti mau nyanyi di arisan ibu-ibu di Brastagi.?"
" Kecilkalilah aku kau anggap, kelasku bukan ditingkat arisan, ibu-
ibu lagi."jawabku sambil ketawa.
" Sombong sekali, baru dipuji langsung mangkak," ujarnya sambil
mencubit lenganku.
" Ok...aku mau, tetapi Susan siap menananggung resikonya.!"
" Resiko apa..?"
" Jangan salahkan aku kalau diantara ibu-ibu ada yang jatuh hati,
karena suaraku. Susan siap.?"
" Halahh...bisa aja abang. Nggak, aku nggak cemburu." jawabnya.
" Aku nggak yakin. Bicara sebentar dengan Nani kau merengut, Ira
mencium pipiku kamu cemburu."
" Aku nggak lagi...terserah abang mau apa, yang penting aku sudah
utarakan isi hatiku. Abang mau main dengan perempuan manapun itu
urusanmu."
" Lho, kok jadi serius.?"
" Abang sendiri yang mangkak/ge-er." balasnya sambil menciumi pipiku
seakan tak mau dilepas. (Bersambung)
Los Angeles, September 17, 2008
Tan Zung
Mudik ke Lampung
Mudik ke Lampung
Oleh: Mula Harahap
Pembantu rumah tangga kami yang bernama Sriani itu sangat lugu. Karena itu ketika ia menjalani Lebaran pertamanya di rumah kami dan--sebagaimana biasanya pekerja migran--hendak mudik ke kampung halamannya di Lampung, saya tidak tega membiarkannya pulang seorang diri. "Banyak sekali orang jahat di terminal Kalideres, di pelabuhan Merak dan di pelabuhan Bakahuni. Anak ini bisa menjadi korban penipuan atau perampokan...." kata saya.
Karena itu kami bertanya kepada Sriani kalau-kalau dia memiliki teman sekampung yang bekerja di Jakarta dan juga berencana hendak mudik. Mungkin kami bisa menitipkan gadis yang masih lugu itu dengan orang tersebut. Tapi Sriani menggelengkan kepalanya. Dia tidak memiliki informasi tentang teman sekampungnya yang bekerja di Jakarta.
"Yah, sudahlah," kata saya kepada isteri saya. "Biar saya yang mengantarnya pulang ke Lampung...."
"Kalau begitu, saya ikut menemanimu," kata isteri saya.
Sebenarnya ketika mengatakan hendak mengantar Sriani pulang ke Lampung saya kurang berpikir panjang. Saya pikir, setelah menyeberangi Selat Sunda, sampailah saya ke kampung Sriani. Dan lagipula--inilah cilakanya--saya memang orang yang selalu "gatal kaki" dan suka berjalan entah kemana saja.
Pada suatu hari Sabtu tiga hari menjelang Lebaran berangkatlah kami--saya, isteri saya dan Sriani--ke Merak. Saya sengaja memilih berangkat di malam hari. Perhitungan saya, kami akan tiba di Merak lewat tengah malam, menyeberang selama beberapa jam, tiba di Lampung pagi hari, mengantar Sriani ke kampungnya, lalu kembali lagi ke Jakarta siang harinya.
Seperti yang telah direncanakan, pagi harinya kami tiba di Pelabuhan Bakahuni. Saya masih tenang-tenang saja. Mobil saya pacu ke Bandar Lampung. Saya pikir pasti kampung Sriani ada di sekitar kota ini.
Lewat kota Bandar Lampung saya bertanya kepada Sriani, "Kampungmu dimana?"
Sriani hanya tersenyum cengar-cengir.
"Sri, Bapak bertanya sungguh-sungguh. Kampungmu dimana?"
"Nggak tahu," kata Sriani.
"Matilah kita," kata saya dalam hati.
Isteri saya yang duduk di sebelah saya, dan yang sudah merasa letih dalam perjalanan mulai angkat suara, "Itulah selalu penyakitmu. Terlalu gampang untuk memutuskan sesuatu dan tak pernah berpikir panjang...."
"Manalah kutahu bahwa Lampung akan seluas ini. Kupikir Lampung itu hanyalah daerah selepas Pelabuhan Bakahuni. Apalagi, kalau dilihat di peta, propinsi itu kecil saja...."
"Makanya kalau melihat peta, baca skalanya. Belanda pun kalau di peta hanya 10 sentimeter dari Jakarta," kata isteri saya.
Menjelang kota Bandar Jaya saya barulah sadar bahwa urusan kampung Sriani ini adalah urusan yang bukan main-main. Karena itu mobil saya hentikan di pinggir jalan.
"Coba kau ingat-ingat apa nama kecamatanmu," kata saya kepada Sriani
"Kayaknya Mesuji, Pak," jawab Sriani.
"Ah, bagus," kata saya. Kembali penyakit saya kambuh. Saya pikir Mesuji itu adalah sebuah kecamatan "somewhere" di dekat Bandar Jaya. Tapi ketika saya tak kunjung menemukan papan nama toko, kantor koramil atau kecamatan yang bertuliskan "mesuji" hati saya mulai tak enak. Di sebuah tukang tambal ban, mobil saya hentikan. Kepada tukang tambal ban itu saya bertanya dimana Kecamatan Mesuji. Tukang tambal ban menerangkan bahwa Mesuji itu ada di dekat perbatasan dengan Sumatera Selatan. Dan untuk kesana, di daerah Menggala saya harus mengambil Jalan Lintas Timur.
"Matilah kita," kata saya kembali dalam hati.
Menjelang sore kami pun tiba di daerah Mesuji. Kembali saya baru menyadari bahwa ternyata sebuah kecamatan di daerah-daerah luar Pulau Jawa jauh lebih besar dari Jakarta.
Karena kecamatan Mesuji di kiri-kanan Jalan Lintas Timur itu sudah hampir habis kami lalui, kembali saya bertanya kepada Sriani, "Nama kampungmu apa?"
"Nggak tahu," kata Sriani. Dan kembali saya berkata dalam hati, "Matilah kita."
Tapi untunglah saya tidak kehilangan akal. Di pinggir jalan tersebut saya melihat sebuah kantor kelurahan. Dan ada seorang lelaki memakai celana warna hijau dan kaus oblong sedang duduk-duduk di keteduhan pohon. Ternyata dia adalah lurah di daerah itu. Saya menceritakan kesulitan saya kepada Bapak Lurah
Bapak Lurah bertanya kepada Sriani, "Nama lurahmu siapa, Nduk?"
"Sapuan," kata Sriani. Puji Tuhan, untunglah Sriani masih ingat nama lurahnya.
"Oh," kata Bapak Lurah. "Bapak sudah kelewatan. Bapak harus kembali 10 kilometer lagi ke arah Menggala. Nanti di sana ada pasar dan jalan ke kiri. Masuki jalan itu kira-kira 15 kilometer ke dalam....."
Karena keterangan Bapak Lurah sangat sulit saya cerna, maka saya meminta bantuan seorang pemuda yang kebetulan menonton percakapan kami, untuk menjadi penunjuk jalan. "Kau antar saya ke sana, nanti saya antar kau kemari.....," kata saya.
Jalan menuju kampung Sriani--atau tepatnya, kampung Bapak Lurah Sapuan--hanyalah jalan tanah yang mengeras karena sering dilalui oleh truk-truk pengangkut singkong. Untunglah saat itu adalah musim panas dan mobil yang saya pakai Ferosa.
"Bagaimana kalau kita bertemu dengan rombongan gajah di tempat ini?" kata saya melucu sambil mengendurkan ketegangan.
"Akh, sudahlah. Diam sajalah kau," kata isteri saya. Mungkin dia percaya bahwa di daerah yang sepi ini masih berkeliaran gajah.
Menjelang magrib kami pun tiba di kampung yang dituju. Teryata dari kampung itu ada sebuah bus yang mengangkut penumpang ke Terminal Rajabasa. Dan bus itu berangkat hanya sekali dalam sehari yaitu pagi-pagi sekali.
Kata saya kepada isteri saya, "Oh, patutlah Si Sriani ini tak tahu apa-apa. Badannya kecil. Orang-orang berjejal di bus. Dia tak bisa melihat keluar dari jendela. Dia hanya duduk saja dan tiba di Terminal Rajabasa..."
Para tetangga Sriani bingung melihat dia pulang diantar oleh majikannya suami-isteri. Setelah berbasa-basi sebentar, kami pun memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Mobil penuh dengan oleh-oleh singkong dan rambutan.
Hari sudah malam ketika saya menurunkan pemuda yang menjadi penunjuk jalan itu di desanya.
Saya memacu mobil di sepanjang Jalan Lintas Timur itu kembali ke arah Bandar Lampung. Tapi badan saya sudah letih dan konsentrasi saya sudah mulai menurun. Isteri saya rupanya memperhatikan bahwa saya sudah beberapa kali membuat kesalahan ketika memacu mobil.
"Kita cari hotel dan kita bermalam saja dulu. Besok kalau badanmu sudah segar kita lanjutkan perjalanan ke Jakarta," kata isteri saya.
"Tenang sajalah kau. Saya masih kuat, koq," kata saya. Lagipula, tidak ada hotel yang layak untuk disinggahi di daerah tersebut.
Isteri saya tetap ngotot agar kami bersitirahat saja. "Aku masih sayang kepada kedua anakku. Aku tidak mau mati konyol bersamamu di Jalan Lintas Timur ini," katanya.
Di dekat Menggala ada sebuah losmen di pinggir jalan. "Kita berhenti di sana," kata isteri saya.
"Tapi hotel itu adalah hotel untuk para supir dan salesman mobil-mobil boks yang membawa obat nyamuk, teh botol, mie instant.....," kata saya.
"Ya, kenapa rupanya?" kata isteri saya.
"Dan banyak pula perempuan-perempuan yang tak jelas di sana," kata saya lagi.
"Ya, tak mengapa," kata isteri saya.
Akhirnya kami pun masuk dan memesan sebuah kamar di losmen yang penerangannya adalah lampu pijar 40 watt itu.
"Baru kali ini aku dan kau menginap di sebuah hotel," kata saya menggoda isteri saya sambil merebahkan diri di ranjang yang terbuat dari besi itu. "Walau pun sudah terlambat, tapi bagaimana kalau kita berbulan madu saja di losmen ini?"
"Diam. Jangan macam-macam. Tidur saja. Besok kita harus bangun pagi-pagi dan kembali ke Jakarta," kata isteri saya sambil membalikkan badan dan memunggungi saya [.]
Purnawacana:
------------
Setelah pengalaman pertama mudik ke Lampung itu saya menjadi pintar. Pada lebaran tahun-tahun berikutnya (selama 5 tahun), saya cukup mengantar Sriani ke Terminal Rajabasa. Saya mengatur waktu sedemikian rupa agar tiba di terminal tersebut jam 5 pagi. Disana Sriani saya naikkan dan titipkan ke supir bus (satu-satunya bus) yang membawanya ke kampungnya. Dan isteri saya pun tak pernah lagi mau ikut menemani saya mudik ke Lampung.
Dosenku Pacarku (31)
"Nothing's Gonna Change My Love For You"
Mau mendengar lagunya, klik disini
If I had to live my life without you near me/The days would all be
empty/ The nights would seem so long, with you I see forever
Oh, so clearly, I might have been in love before
But it never felt this strong/Our dreams are young and we both
know/They'll take us where we want to go
Hold me now/Touch me now/I don't want to live without you
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by now how
much I love you
One thing you can be sure of/I'll never ask for more than your love
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by know how
much I love you/The world may change my whole life through
but/Nothing's gonna change my love for you
If the road ahead is not so easy/Our love will lead the way for us
Like a guiding star/I'll be there for you if you should need me
You don't have to change a thing/I love you just the way you are/So
come with me and share the view/I'll help you see forever too
Hold me now/Touch me now/I don't want to live without you
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by now how
much I love you
One thing you can be sure of/I'll never ask for more than your love
Nothing's gonna change my love for you/You ought to know by know how
much I love you
The world may change my whole life through but/Nothing's gonna change
my love for you
================= 30 ============
" Aku juga bukan perempuan kotor. " ujarnya sambil menangis . Susan
memablikkan tubuhnya membelakangiku.
"Zung..aku bukan perempuan kotor...."ucapnya berteriak sambil
menangis keras.(Bersambung)
=============================
Aku terperangah mendengar teriakan dalam tangisnya. "Susan, aku tidak
menganggapmu perempuan kotor. Aku juga tidak mengatakan Susan
mencemari diriku. Aku katakan, aku tidak mau mencemarkan tempat
tidurmu."
Susan masih terus menangis dan berteriak, " Zung...aku bukan
perempuan kotor, aku tak mau mecemarimu."
Uhh...malam ini buntut-buntunya menyelesaikan air mata. Aku peluk dia
mengobati hatinya, "Susan aku mau tidur bersamamu tetapi bukan
disini. Aku juga tidak akan mencemari dirimu.
Ayolah...kita tidur di sofa," ujarku sambil mengangkat tubuhnya.
Susan meronta, malah tangisnya semakin menjadi-jadi. "Tidak,
tinggalkan aku sendiri dikamar ini, aku perempuan kotor, aku tak
layak tidur bersamamu, tinggalkan aku ...bang."
Aku lemas mendengar tangis dan teriakannya. "Susan, tadi kita sudah
bicara dari hati kehati. Ternyata kamu belum dapar menelusri hatiku
dengan baik. Kenapa.?" tanyaku sambil memperosotkan tubuhku di
samping tempat tidurnya. Aku menundukkan kepalaku diatas kedua
lututku. Susan terus menangis dan berulang berucap,"...bang aku bukan
perempuan kotor.!"
Aku kembali membujuk setelah tangisnya berkurang, "Susan aku mau
tidur bersamamu, tetapi bukan disini. Ayolah..aku juga sudah letih,
aku mau tidur. Maukah Susan menemaniku tidur. Percayalah aku tidak
mencemari dirimu, aku juga bukan lelaki kotor. Ayo sayang, temani aku
tidur, aku lelah."
Tangis Susan mulai reda, nggak tahu karena ucapanku atau karena dia
kelelahan menangis dan berteriak. Susan tidak lagi meronta, ketika
aku membalikkan tubuhnya, tapi kok suhu tubuhnya hangat, seperti
ketika kami di discotik sebelumnya.
" Susan, kamu sakit lagi. Ayo..tidur bersamaku." ucapku sambil
mengangkat tubuhnya. Susan tidak menolak. Aku membaringkannya
dikamar, dimana kami tidur sama , dua hari sebelumnya. Aku duduk
disamping tempat tidur. Aku bingung mau berbuat apa, tubuhnya masih
hangat. Aku pijat punggung dan tangannya kemudian kakinya. Susan
menatapku lemah...matanya redup.
"Susan mau minum ? Aku ambilkan iya..."ujarku.
" Nggak bang...tidurlah. Terserah abang tidur dimana." suaranya lemah.
"Aku mau tidur bersamamu. Bergeserlah sedikit, aku mau mendampingimu
tidur."
Susan memelukku ketika aku berbaring dekatnya. " Susan tidurlah,
tubuhmu masih hangat." ujarku sambil mencium keningnya.
"Iya..abang juga tidur." balasnya sambil mendekapku.Kepenatan
sepanjang hari menghantarkan tidur kami sepanjang malam, lelap tanpa
ada yang tercemar.
*****
Aku merasakan usapan tangannya dikeningku, " Zung, bangun, hari sudah
pagi. Ayo..abang siap-siap kita berangkat ke kampus. Rasanya, malam
kurang panjang meski hanya tidur berdampingan dengan Susan, ada
kenikmatan sendiri meski diawali dengan "perang batin".
Namun, semuanya terlalui dengan mulus, tidak ada merasa dicederai dan
menciderai,teduh. Aku balas usapannya dengan ciuman
dikening, "Selamat pagi tuan putri," ucapku . Susan membalas dengan
mengelus kepalaku, " Zung ...bangun sebelum kita terlambat."
" Aku masuk pukul sepuluh, Susan berangkat duluan. Aku menyusul naik
bus."
" Nggak, kita berangkat sama."
" Susan menarik tanganku, ayo...bang , tidak baik aku terlambat,
sementara kalau mahasiswa terlambat aku suruh keluar."
Aku tetawa, ingat, beberapa kali aku disuruh keluar karena terlambat
lima belas menit.
" Ada yang lucu? Kenapa tertawa? tanyanya.
"Aku ingat dulu Susan "mengusirku" dari ruangan karena terlambat.
Saat itu aku sangat malu, kamu mengusirku didepan pacar."
Susan, memelukku, " Zung...aku nggak ingat lagi, kapan itu terjadi."
ucapnya sambil mencium pipiku berulang.
" Abang mandi di kamarku, aku akan siapkan serapan kita."
Sebenarnya aku merasa enggan mandi di kamar tidur utamanya, tetapi
menghindari keributan terpaksa aku turuti kemauannya.
Sebelum masuk kekamar mandi, dia menyerahkan sepasang pakaian; jeans
dan t-shirt. " Kemarin aku mampir di Kesawan belikan untuk abang."
" Aku masih punya jeans dirumah, simpan dulu, lain kali aku pakai."
ujarku berdalih.
"Bang, pakai sekarang saja. Aku sakit hati kalau nggak mau
terima.Tinggalkan pakaian yang abang kenakan, biar dicuci pembantu."
ujarnya.
Kami serapan bersama, Susan sendiri menyiapkan semua hidangan. Dia
memilih duduk disampingku. (Bersambung)
Los Angeles, September 16, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (30)
"I always dream of you"
Mau Mendengar Lagunya, klik disini
I remember noticing you first/No one knew that I was looking at you
Kept a disguise for fear inside/You didn't feel it too
Couldn't tell you what it was you did/Your prescense made a standing
still in time
Taken by your stare, I said a Prayer/Someday you'll be mine
*Well someone was watching, someone was listending
Someone answered me/Now that I've found you I can't live without you
Baby...Oh Baby...
*) I'm always dreaming of you/You're on my mind, everywhere I go/And
baby don't you know
Just what my world's been going through/I try to stop my thoughts,
but that would be a lie
And I can't deny it's true/I'm always dreaming of you*
Nothing seems to matter anymore/Everyone I meet is not you (no one
compares to you)
Life's not the same/I don't complain, now that love feels true
Repeat *
=========== 29 =======
Ada satu yang kupinta darimu: " jangan menganggapku perempuan
pengemis cinta, dan, jangan membohongi dirimu." ( Bersambung)
======================
Bagai dalam permainan catur, aku dalam posisi babakbelur. Dia telah
membaca gaya permainanku. Susan hampir melahap habis semua "pion"
yang kumainkan. Benteng pertahananku hampir tumbang setelah melahap
buah kuda yang aku lupa memindahkannya. Kini aku posisi bertahan,
menjaga serangan lanjutan.
Aku perhatikan langkah kudanya siap menerjang benteng, berikutnya dia
akan menghajar"raja" dalam posisi terbuka. Dengan keterbatasan biji
catur yang aku miliki, aku akan mencermati langkah berikut.
Selama ini aku terlalu menganggap enteng strategi permainannya.
Sebelum terhempas, aku berusaha menghindar dari langkah berikut,
paling tidak aku berusaha "remis".
" Susan, malam telah larut, kamu butuh istrahat."
" Kini giliranmu mau mengusirku, dengan dalih kelemahan pisikku.
Tubuhku memang lemah, tetapi tidak dengan hatiku.?"
" Susan, kamu sangat lemah,istrahatlah dulu, besok boleh kita
lanjutkan bicara apa saja. Kalau Susan tidak keberatan, aku mau
menginap malam ini." ucapku sambil beranjak mengambil "chivas" untuk
pemanas tubuh.
" Susan, kubuatkan sedikit untuk mu.?"
" Nggak, terimakasih bang."
" Malam ini , aku mau putarkan lagu untuk mu."
" Untuk ku..? Kita punya hak yang sama untuk menikmatinya. Duduklah
dekatku, rasakan getar tubuhku, dia akan bertutur banyak, yang tak
dapat diurai dengan kata." balas Susan.
Tembang manis pilihanku, lirik demi lirik "membakar" dua hati yang
sedang kasmaran. " Zung....berbaringlah dalam pangkuanku, aku ingin
menatap wajahmu, aku ingin menatap hati lewat kebeningan matamu.
Barangkali disana masih ruang tempat menitipkan cintaku."
Aku juga tidak tahu, apakah masih ada tersisa setelah "cinta" itu
telah memporakporandakan masa silamku. Susan menarik tubuhku. Aku
merasakannya tanpa gejolak nafsu, dia hanya ingin mengekpresikan
kasih sayangnya.
" Zung..., rebahkanlah tubuhmu dipangkuanku. Aku akan bertutur banyak
malam ini. . Tubuhku telah kembali pulih setelah merasakan kehangatan
tubuhmu. Rebahlah, agar tubuhku pulih sempurna."
Aku bingung, yang beginian belum pernah kualami. Biasanya, pangkuanku
menjadi"terminal" wajah kekasih "melantunkan" kata-kata cinta yang
menggairahkan.
Juga, ketika menumpahkan kekesalan hati kekasih, ketika aku dianggap
tidak setia. Ah...bentengku sudah dimakan, tetapi "raja" akan terus
kugerakkan menghindar serangannya. Aku bertahan, aku tidak akan
merebah diatas pangkuannya, paling tidak aku berusaha"remis".
" Zung...ayolah sayang, rebahkan tubuhmu." ujarnya sambil menarik
tubuhku perlahan keatas pangkuannya. Sebelum aku"jatuh" dipangkuan,
aku beri dia "semangat"baru. Kini tak lagi mempersoalkan tubuhku
dipangkuannya.
" Ucapkanlah apa yang akan Susan tuturkan." ujarku setelah akhirnya
wajahnya terbaring dipangkuanku.
"Zung, aku kedinginan, baringkan aku dikamar tidurku."
Aku tidak lagi membiarkannyna berjalan, aku mengangkat tubuhnya dalam
pangkuanku, dia merebahkan kepalanya diatas pundakku hingga
kekamarnya.
"Selamat malam...selamat bermimpi indah."ucapku, sembari
meninggalkannya.
Susan menarik tanganku, " Zung..temani aku tidur." pintanya.
" Aku tak akan pernah mencemari tempat tidurmu. Terserah kamu bilang
apa."
" Zung, aku katakan hanya menemaniku tidur."
" Ok..tetapi aku tidak akan mau menemanimu ditempat tidur ini."
" Bawalah kemana abang mau. Aku ingin tidur bersamamu, tidak lebih
dari situ, hanya tidur. Zung...aku tidak akan mencemari dirimu,
percayalah padaku.
Aku juga bukan perempuan kotor. " ujarnya sambil menangis . Susan
membalikkan tubuhnya membelakangiku.
"Zung..aku bukan perempuan kotor...."ucapnya berteriak sambil
menangis keras.(Bersambung)
Los Angeles, September 16, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (29)
"When You Say Nothing At All"
Mau Mendengar Lagunya, klik disini
It's amazing how you can speak right to my heart/ Without saying a
word, you can light up the dark
Try as I may I could never explain/ What I hear when you don't say a thing
[Chorus:]
The smile on your face let's me know that you need me/ There's a
truth in your eyes saying you'll never leave me
The touch of your hand says you'll catch me if ever I fall/You say it
best when you say nothing at all
[Verse 2:]
All day long I can hear people talking out loud/ But when you hold me
near, you drown out the crowd
Try as they may they can never define/ What's being said between your
heart and mine
[Chorus twice]
============== 28 ===========
" Kenapa ? Abang tega meninggalkan aku sendirian ? Abang buru-buru
mau pulang atau kerumah Ira?"
" Kerumah Ira..? Ngapain...?"
" Barangkali tadi masih kurang..."
" Kurang apanya.?"
" Zung, kamu sering berpura-pura. Aku tadi melihatmu ciuman dengan
Ira." (Bersambung)
=========================
Oala.....ketangkap basah, tadinya aku tidak mengharap "hadiah" dari
Ira, padahal masih ada hari esok.
" Susan, kami tidak ciuman, masa aku ciuman didepan Sari, Ira spontan
saja mencium pipiku. Aku tidak sempat mengelak, dan kasihan Ira kalau
aku menolak. "
" Mengelak...? Memang itu maunya abang.!"
" Apa perlu, aku mengembalikan ciumannya ?" ucapku sambil
meninggalkannya didapur. Aku ke kamar mandi, cuci muka.
" Nih....tak sedikipun tertinggal bekas ciuman Ira di pipiku, sudah
puas.?"
"Bang, jangan marah begitu. Aku hanya bilang apa yang aku lihat."
ujarnya sambil menyeka wajahku-- yang sengaja kubiarkan basah--
dengan kedua tangannya.
" Kamu melihat degan perasaan bukan dengan matamu."
" Iya, bukankah hati dilihat dengan perasaan.?
" Bisa, tetapi harus pakai logika.!"
" Logika bang..? Itu aku yang nggak mengerti. Aku adalah dosenmu,
kamu mahasiswaku. Aku sudah punya suami, tetapi aku jatuh hati kepada
mu. Lalu, dapatkah logika ini diterima ? Kecuali, cinta? Zung...hanya
cinta itu yang dapat menguraikannya, dengan perasaan dan hati, bukan
dengan mata.!"
" Lalu, itu sebabnya, cemburu mu membabibuta? "
" Salahkah aku mencemburui orang yang aku kasihi. Siapa yang dapat
membatasi hati kecuali diri sendiri!? Meski apapun terjadi, aku
mencintaimu dengan sepenuh hati. Soal bagaimana nanti, mari kita
lihat akhir perjalanannya,akupun tak tahu dimana cintaku akan
berlabuh. Yang pasti bang--dalam sanubariku-- aku akan mengabadikan
cintaku itu seumur hidup, sebab abanglah orang pertama yang aku
cintai dengan tulus.Aku tidak perduli, apakah abang juga mencintaiku."
"Susan, kamu menempatkan cintamu tidak pada orang yang tepat."
" Siapa yang menentukan tepat tidaknya cinta bersemi? Bukankah
sipemilik cinta itu sendiri?"
"Siapa pemilik cinta itu?"
" Aku.... aku yang abang anggap perempuan bodoh dan tak berharga."
ucap Susan masih lemah, seraya menambahkan, aku tahu abang menemaniku
hanya karena punya kepentingan.
"Betulkah...?"
Bang...skripsimu sudah selesai kuperiksa, tadi kita kelupaan mampir
dikantorku mengambil skripsimu. Besok boleh kamu ambil kekantor.
Untuk selanjutnya, terserah abang, mau menemuiku atau tidak sama
sekali terserah. Sampai kita ketemu dalam meja hijau.
Ucapan Susan menohok tajam. Iya benar, aku rela menemaninya hanya
karena aku punya kepentingan, menyelesaikan skripsiku. Tetapi malam
ini aku mau mengubah semua "skenario" yang sudah tersusun rapi
sebelumnya dalam benak ku: " siap melayani Susan hingga skripsiku
berakhir". Kini, Susan menggetarkan sendi-sendi "kemanusiaan"ku.
Susan sosok perempuan yang layak mencintai dan dicintai. Tetapi, aku
belum dapat memberi kesimpulan, apakah aku benar-benar mencintainya.
Aku semakin tak mengerti, bagaimana Susan membagi cintanya, untukku
dan suaminya.
" Susan, mau mengusirku? Tidak dapatkah aku mengutarakan apa yang
ada dalam hatiku.Seperti kamu telah mengutarakan apa yang ada dalam
hatimu.?"
" Zung, aku tak membutuhkan jawaban dari mulutmu. Aku dapat merasakan
getaran hati. Getaran hati yang tak dapat membohongi ku, juga dirimu
sendiri. Itu yang dapat kurasakan, yang dapat dilihat oleh mata
hatiku."
"Susan, cukup dulu "khotbah"mu malam ini. Pikirkan dulu kesehatanmu.
Masih ada waktu untuk membicarkannya."
" Waktu...? Siapa pemilik waktu itu ? Hanya, aku dan abang."
" Belum Susan," waktu" itu belum kita miliki sepenuhnya. Itu hanya
perasaamu saja."
" Bang, disitulah kebodohanku. Aku selalu menempatkan pada tempat
yang salah, seperti abang katakan. Ajarkan aku bang, bagaimana aku
harus menempatkan pada tempat yang tepat dan benar."
" Biarkan "waktu" yang berbicara padamu sendiri."
" Aku telah memiliki "waktu" itu, siapapun tak dapat merampas dariku.
Aku juga tidak tahu "waktu" yang kumiliki itu hanya fatamorgana.
Bang, "waktu" jualah kelak memberi jawaban akhir, entah kapan.Yang
pasti, kini, hatiku telah memilikinya. Susan, bangkit dari sofa,
suaranya pelan: "bang, akulah pemilik waktu itu."
Tataplah mataku, abang akan melihat relung-relung hatiku yang gundah.
Cukup lama aku merasakan itu. Ada satu yang kupinta darimu: " jangan
menganggapku perempuan pengemis cinta, dan, jangan membohongi
dirimu." ( Bersambung)
Los Angeles, September 11, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (28)
"I knew I loved you"
Mau Mendengar Lagunya Klik Disini
Maybe it's intuition/But some things you just don't question/Like in
your eyes/I see my future in an instant
And there it goes/I think I've found my best friend/I know that it
might sound more than a little crazy/But I believe
I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I loved you before I met you/I have been waiting all my life
There's just no rhyme or reason/Only this sense of completion/And in
your eyes/I see the missing pieces
I'm searching for/I think I've found my best friend
I know that it might sound more than a little crazy/But I believe
I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I loved you before I met you/I have been waiting all my life
A thousand angels dance around you/I am complete now that I've found
you
I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I love you before I met you/I have been waiting all my life
============= 27 ==========
" Nanti ku akan suruh sopir mengantarkan abang pulang."
Susan pindah duduk dekatku setelah melihat rasa dongkolku surut.
" Bang kepalaku pusing.." ucapnya sambil menyandarkan kepalanya
diatas dadaku.( Bersambung)
==========================
INI salah satu kelemahanku, sejak aku berteman dengan perempuan,
betapapun besanya persoalan, aku pasti"lumpuh"ketika kepala bersandar
diatas dada atau bahuku, dan Susan tahu itu sejak dua malam lalu.
"Susan, aku minta minum lagi iya, perasaan nggak enak nih, masa kita
hanya duduk ."
" Iya bang .Tapi jangan minum terlalu banyak, nanti abang minum
dirumah sebelum diantar pulang."ucapnya, suaranya lemah. Aku mersakan
keningnya sedikit hangat. Benar, Susan kurang sehat.
" Susan sakit...?"
" Iya bang, sejak tadi siang kepalaku pusing."
" Kamu masih bisa bertahan, atau aku antar pulang sekarang.?"
"Sebentar bang, aku mau istrahat dulu," ujarnya sambil memperbaiki
posisi kepalanya diatas dadaku, sementara tangannya diletakkan di
pangkuan ku. Susan mengingatkanku ketika meminta tambahan
minuman, "bang...cukup"ucapnya lemah.
" Iya, ini yang terakhir, aku cuma minta bir kok. Susan minum dikit
biar segar, mau.?"
Susan diam, aha...aku ingat "ilmu" baru yang diajarkan kemarin dulu.
Kali ini aku gagal,Susan terbatuk-batuk, "distribusi" minumanku
masuknya kurang mulus, kasihan. Aku coba mengurangi batuknya dengan
memijat punggung. Susan keringat dingin menahan batuk.
" Zung, tolong ambilkan jaketku kemobil, " pintanya sambil menahan
batuk.
Perlahan kuangkat kepalanya dari atas dadaku. Tampaknya dia tak dapat
menahan rasa sakitnya, dia meletakkan kepalanya diatas meja. Segera
ku pakaikan jaket ketubuhnya,setelah aku kembali dari mobil mengambil
jaketnya.
Susan kembali menyandarkan kepalanya diatas dadaku. Susan
mengingatkanku, supaya jangan menambah minumanku lagi. Kali ini aku
turuti permintaannya. Suhu tubuhnya semakin panas, aku khawatir
kesehatannya semakin memburuk, sementara discotik tutup setengah jam
kemudian.
"Susan, sebentar lagi kita pulang, kamu masih bisa bertahan.?"
Susan mengangguk perlahan, "Iya bang." jawabnya.
Punggung dan keningnya kupijat silih berganti, harap, dapat menolong,
paling tidak untuk sementara. Susan menolak ketika aku ajak kerumah
sakit.
" Tidak usah bang, aku cuma kurang istrahat." ujarnya, batuknya belum
kunjung berhenti.
*****
Ira membantuku memapah Susan kemobil setelah discotik tutup. Aku
menghantarkan Ira dan Sari pulang hingga kedepan rumah mereka. "
Bang, terimakasih," ujarnya sambil mencium pipiku. Segera Ira
kutinggalkan sebelum berlanjut, sementara "pasien" sedang terbaring
dimobil.
Susan masih batuk tapi agak berkurang, suhu badannya masih hangat.
Aku tuntun dia masuk kerumah, merebahkannya diatas sofa tempat kami
dua malam lalu " bergulat".
" Zung, tolong bangunkan pembantu di kamar belakang. Aku minta air
hangat," pintanya, suaranya masih lemah.
" Biar aku saja yang mengambilnya. Susan mau minum"chivas"? tanyaku
bercanda.
Susan senyum mendengarnya, "bang...aku butuh air hangat."
" Berapa ember bu....?"
" Zung...aku sakittt, abang bercanda terus....tolong air hangatnya,
aku haus.!"
Aku kebingungan mencari gelas dan air panas. Kamar pembantupun aku
nggak tahu. " Susan, aku nggak tahu dimana air panas dan gelas, aku
juga nggak tahu dimana kamar pembantu. Aku cuma ingat kamarmu."
ujarku tertawa.
Susan terpaksa bangkit dari sofa, menunjukkan tempat gelas dan
termos. Aku seduh teh untuknya.
"Zung, kalau mau minum, ambil sendiri." ujarnya sambil menunjukkan ke
arah lemari kecil yang menempel di" bar mini"nya.
"Nggak enak sendirian minum, kapan-kapan saja. Bagaimana sekarang
perasaan mu, kepala masih pusing?
Aku menuntunnya kembali ke ruang tamu. Susan masih lemah, " Zung, aku
mau rebahan." ujarnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa.
"Aku boleh pulang?"
" Maaf Zung, aku lupa, sopir tadi sore pulang ke kampungnya,
isterinya sakit."
" Jadi maksudmu, aku tidur disini lagi?"
" Kenapa ? Abang tega meninggalkan aku sendirian ? Abang buru-buru
mau pulang atau kerumah Ira?"
" Kerumah Ira..? Ngapain...?"
" Barangkali tadi masih kurang..."
" Kurang apanya.?"
" Zung, kamu sering berpura-pura. Aku tadi melihatmu berciuman dengan
Ira." (Bersambung)
Los Angeles, September 11, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (27)
"It's All Coming Back to me now"
Mau Mendengar Lagunya, Klik Disini
There were nights when the wind was so cold/That my body froze in
bed/If I just listened to it/ Right outside the window
There were days when the sun was so cruel/That all the tears turned
to dust/And I just knew my eyes were
Drying up forever
I finished crying in the instant that you left/And I can't remember
where or when or how
And I banished every memory you and I had ever made
But when you touch me like this/And you hold me like that/I just have
to admit/That it's all coming back to me
When I touch you like this/And I hold you like that/It's so hard to
believe but/It's all coming back to me
(It's all coming back, it's all coming back to me now)
There were moments of gold/And there were flashes of light/There were
things I'd never do again
But then they'd always seemed right/There were nights of endless
pleasure
It was more than any laws allow
Baby Baby/If I kiss you like this/And if you whisper like that/ It
was lost long ago/But it's all coming back to me
If you want me like this/And if you need me like that/It was dead
long ago/But it's all coming back to me
It's so hard to resist/And it's all coming back to me/I can barely
recall/But it's all coming back to me now
But it's all coming back/ There were those empty threats and hollow
lies/And whenever you tried to hurt me/I just hurt you even worse/
And so much deeper
.............................
Baby, Baby, Baby.....
========= 26 ===================
" Susan, aku semakin tak jelas apa itu cinta."
" Jadi, bagaimana Susan menikah dengan suamimu. Bukankah pernikahan
itu perwujudan cinta yang terjalin? Kalian tidak ada komitmen dalam
pernikahan.?" Susan menggelengkan kepalanya, menatap mataku dengan
bibir gemetar.
" Jadi....." ( Bersambung)
=========================
"Jadi...kamu tidak mencintai suami yang kini sekarang di London..?"
" Zung, terlalu panjang ceritanya. Nantilah aku ceritakan pada
waktunya."
" Jangan-jangan yang Susan rasakan hanya cinta fatamorgana."
" Aku juga tak tahu, yang pasti hatiku terpaut kepada abang."
" Minggu lalu, kamu janji mau mengutarakan perihal pernikahan dengan
suamimu, sekarang kamu ulur-ulur lagi. Nasibnya sama dengan skripsiku
yang tak kunjung usai. Apakah Susan masih layak dipercaya?"
" Zung, aku janji, aku akan ceritakan, tetapi bukan disini
tempatnya." ucapnya sambil menyeka air matanya.
" Maksumu ditempat tidur.?"
" Zung, bicara yang pelan!."
"Orang batak kamu suruh bicara pelan ditengah hiruk pikuk. Berbisik
saja sama seperti orang Jawa berteriak. Omong-omong Susan orang Deli
atau Pujakesuma ( Putri Jawa Keturunan Sumatera)?"
" Yang pasti bukan orang utan. Zung....kurangi "volume" suaranya."
" Ok..aku sekarang akan diam mendengar ceritamu."
" Zung, aku akan ceritakan nanti dirumah."
" Dirumah siapa? rumahmu atau di rumah kostku.?
" Terserah abang, tetapi kalau di rumahmu, nanti anak-anak dan tante
tergangangu."
" Iya..sudah dikebon binatang saja. Disana ada temanku buaya jadi
saksi."
" Zung, abang kok sukar sekali memaafkanku.Kita kerumahku saja..iya
bang." bujuknya.
" Terserah Susan ...kalau nggak mau dikebun binatang." ucapku datar.
" Ayolah bang..kita berangkat sekarang ." ajaknya.
" Jangan sekarang, aku menunggu Ira dan Sari pulang."
"Terlalu malam bang.!"
" Aku datang kesini untuk Ira dan Sari, bukan untuk Susan."
" Abang makin lama semakin nakal."
" Sesuai dengan namaku, bandit. Susan pulang duluan, kan tugasmu
masih banyak. Aku datang menyusul minggu depan."
" Tapi Sabtu lusa kita mau berangkat ke Berastagi.!"
" Kemarin aku tanyakan, Susan diam. Aku pikir nggak jadi, aku sudah
janji (lagi) dengan Ira dan Sari."
" Zung, aku sudah janji dengan ibu-ibu lainnya, aku akan ikut, tidak
enak dibatalkan. Tolonglah aku, kali ini saja."
" Nanti, Susan bicara dengan Ira atau Sari. Aku juga tidak enak
membatalkan."
" Iya, aku akan bicara dengan Ira dan Sari. Tapi abang pasti mau
kan.?"
" Pasti, dengan syarat; tidak boleh cemburu, marah dan menangis."
" Abang juga tidak boleh nakal.!"
"Sekarang boleh aku menambah minuman.?"
"Abang nanti mabuk lagi. Tidak bisa setir mobil." ucapnya manja.
" Susan, aku pulang dengan Ira dan Sari, aku sudah janji. Pulanglah
sendiri, Sabtu pagi aku akan datang."
" Abang bilang, aku harus permisi kepada Ira dan Sari, kok sekarang
aku "diusir".?"
" Nanti biar aku yang ngomong."
" Zung, perasaanku nggak enak baadan nih, sejak kemarin malam aku
tidak bisa tidur. Boleh abang antar aku pulang setelah kita mengantar
Ira dan Sari pulang."
" Malam ini aku mau tidur dirumah mereka, besok aku baru pulang. Atau
kita tidur berempat.?"
" Zung, aku serius, tolonglah aku malam ini. Kepalaku sakit sekali.
Sebelum kerumah kita mampir dulu dikantorku mengambil skripsimu."
Iyah....aku dibenturkan dengan skripsiku. Mau tak mau, aku terpaksa
menuruti kemauannya. "Nanti siapa yang antar aku pulang.? tanyaku.
" Nanti ku akan suruh sopir mengantarkan abang pulang."
Susan pindah duduk dekatku setelah melihat rasa dongkolku surut.
" Bang kepalaku pusing.." ucapnya sambil menyandarkan kepalanya
diatas dadaku.Bibirnya bergetar memagut daguku
( Bersambung)
Los Angeles, September 11, 2008
Tan Zung