Dosenku Pacarku (20)


"You Needed Me"
I cried a tear/ You wiped it dry/I was confused/You cleared my mind
I sold my soul/You bought it back for me/ And held me up/ And gave me
dignity/ Somehow you needed me/

*) You gave me strength/To stand alone again/To face the world/Out on
my own again
You put me high/Upon a pedestal/So high that I could/ Almost see
eternity/ You needed me, you needed me

And I can't believe it's you/I can't believe it's true/I needed
you/And you were there
And I'll never leave/Why should I leave, I'd be a fool/'Cause I've
finally found/Someone who really cares

You held my hand/When it was cold/When I was lost/You took me home
You gave me hope/When I was at the end/And turned my lies/Back into
truth again/You even called me friend
Back to *)
================ 19 ==================
" Susan, aku harus bagaimana ? Aku bicara kamu diam, tak mau
mendengar. Katakan, maunya kamu apa? Pacaran..ribut melulu. talak
tiga...? nikah saja belum." mulut ku terus ngoceh. ( Bersambung)
=======================================

" Susan, malam ini aku berhasil menguji hati mu. Aku sudah yakin,
Susan memang jatuh cinta dengan pemuda yang bernama Tan Zung..hanya
cemburu mu berlebihan. Tapi masa cemburuan dengan usia belasan
tahun?.



Manalah aku mungkin meninggalkan mu yang begitu baik dan cantik?.
Setegah itu aku? Seandainya pun aku akan"melanjutkan" hubungan dengan
Nani yang baru berlangsung duapuluh menit itu, pastilah karena ulah
mu sendiri.

Susan mulai mau mendengar, dia palingkan wajahnya kearahku, tapi
masih murung. Aku teruskan ocehan ku. " Kalau begini terus lebih
baik kita ceng...sajalah.

Di restaurant kita ribut hanya karena aku melihat wajah " waitress",
di rumah Nani mulutku pun tak dapat ku gunakan, wajahmu murung hanya
karena ngomong dengan Nani. Padahal sejak kemarin malam, hatiku sudah
ku sisipkan dalam-dalam ke lubuk hati mu, tapi...kamu...ahhh...nggak
tahulah aku....pusing. Kenapa pula tadi aku mau kamu ajak kerumah
Nani.

" Abang keterlaluan, didepan ku sendiri saja abang tega "bermain"
dengan perempuan lain, putri sahabatku lagi."

" Susan, "permainan" apa yang dapat dilakukan dalam tempo duapuluh
menit? Paling juga bicara bicara ngalur-ngidul. Soal Nani merasa
dekat dan mentel terhadapku, itu konsekwensi pria "ganteng berhidung
mancung", dan kamu harus siap menanggung resiko, kecuali Susan mampu
meredam gejolak hati pria idaman itu.!"

" Plakkk.. " telapak tangannya mendarat di pipiku, pelan.
Ah....tamparan yang beginian terlalu sering kualami, dan aku tahu
makna serta dapat membedakan jenis semua tamparan yang mendarat
dipipi ku. Tamparannya menimbulkan isnspirasi ku.

Bak seorang penyair (pinggiran) dari mulutku mengalir kata demi
kata: "Seandainya lah sinar rembulan diatas sana dapat menembus
relung-relung hatiku, pastilah dia akan melihat dan mendengar hatiku
yang gundah, bagai deburan ombak menerjang ketepian. Tetapi, dia
tetap diam diatas sana, tersenyum memandangiku, bahkan membiarkan
aku sendiri di dera siksa.

Seandainya, satu bintang diantara sejuta bintang berkenan menelusuri
langit turun kebumi, bersua denganku, maka akan ku kumandangkan
kediaspora; betapa beruntungnya hamba diantara selaksa hamba.

Juga, aku akan bertutur dalam senandung malam: " berbahagialah aku
bersama mu meski sejuta insan tak sudi mendengar tuturan ku."
( "Volume" suara aku kurangi, agar lebih dramatis)

Huhh.. rembulan dan bintang! seandainya kamu berdua turun kebumi,
sejenak saja, aku akan bergegas ke perigi disamping rumahku; Aku akan
cedok air bening untuk mu berdua dengan kedua telapak tanganku,
perlambang, kesucian hatiku. ( Dengan ekor mataku melirik, kepalanya
sudah terkulai diatas setir mobil, manik-manik bening membasahi
pipinya. Aku semakin semangat meneruskan kalimatku.."volume" suaraku
semakin pelan seakan hilang diterpa angin.)

Aku....tidak dapat memberikan lebih dari segemgam air bening. Hanya
itu yang aku punya. Bagi ku, itu, melebihi segemgam anggur merah yang
dipetik dari belakang istana tuan putri.

Seandainya juga tuan putri, berkenan mendengar senandung hamba,
betapa bahagianya hamba diantara selaksa perjaka muda. Ah...aku telah
kehabisan kata bermakna; selamat malam rembulan dan bintang, biarkan
aku merangkai mimpi malam ini dalam kesendirian.

Aku mentok, tak ada lagi perbendaharaan kata. "Susan, aku ngantuk,
pergilah pulang, sepertinya, aku tak layak mendampingi mu malam ini
dan untuk seterusnya." ujarku sambil bergerak turun dari mobil.

Tiba-tiba Susan mendekapku. " Zung, antarkan aku pulang. Kita tidur
dirumah bang..." isaknya. Hhmm... lidahku berhasil meracik kata,
meruntuhkan kekerasan hatimu, pikirku.

Kalimat pamungkas ku : " Susan pergilah dengan bayang-bayang ku.
Biarkan aku berbaring dalam peraduan hening.!"

Susan masih terisak, setengah berteriak," Abang....Zung... nggak, aku
nggak mau pergi. Abang ikut..ayo pulang...!" Susan mencabut kunci
mobil, dia meletakkan dipangkuanku," abang yang nyetir...ayo
bang...kita pulang. Honey...I don't want to go without you.!" ( hmm..
seperti judul lagu)

Aku letakkan kunci mobilnya diatas" dashboard", aku melangkah keluar
menuju rumah kostku. Digelapnya malam aku mendengar langkah kaki
mendekat kearah ku.

Sepasang tangan menahan langkah ku, " Zung....antarkan aku pulang,
kepalaku pusing...ayo bang...aku nggak sanggup setir sendiri," ibanya
sambil menarik tanganku menuju ke mobilnya.

" Kerumah mu? Sementara kamu sudah didepan gubukku, mampirpun tidak
sudi. Kamu egois. Bukan saja kakimu tak layak melangkah masuk ke
gubuk ku, juga hatimu. Tidak Susan , aku pun tak layak pergi ke
istanamu bersama keangkuhanmu. Selamat malam tuan putri.!" ujar ku
sambil melepaskan kedua tangannya.( Bersambung)

Los Angeles, September 04, 2008

Tan Zung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar