"When A Man Loves A Woman"
Mau dengar lagunya, klik disini
When a man loves a woman/Cant keep his mind on nothin else
Hed trade the world/For a good thing hes found
If she is bad, he cant see it/She can do no wrong
Turn his back on his best friend/If he puts her down
When a man loves a woman/Spend his very last dime
Trying to hold on to what he needs/Hed give up all his comforts
And sleep out in the rain/If she said thats the way/It ought to be
When a man loves a woman/I give you everything I got (yeah)
Trying to hold on/To your precious love/Baby please dont treat me bad
When a man loves a woman/Deep down in his soul/She can bring him such
misery
If she is playing him for a fool/Hes the last one to know/Loving eyes
can never see
Yes when a man loves a woman/I know exactly how he feels/cause baby,
baby, baby
I am a man/ When a man loves a woman
================== 35 ===============
Aku ingin segera pulang sekaligus menenangkan diri untuk persiapan
sidang meja hijau. Beruntung aku punya teman seperti Magda, hatinya
tulus dan rendah hati. Usulannya, seperti mendapatkan mata air di
padang pasir. ( Bersambung)
==================================
Dengan sangat berat hati, Sabtu pagi aku berangkat ke Brastagi dengan
Susan, menghadiri arisan ibu-ibu teman sekantor suaminya. Aku menolak
rencananya menginap disalah satu losmen dikota itu, setelah acara
arisan usai.
Berulangkali juga dia membujukku untuk bernyanyi dalam arisan itu,
selalu aku tolak. Susan tidak tersinggung atas penolakanku, memang
suaraku sedikit serak. Selain itu, dikepalaku masih terngiang nasihat
Magda, meski diselingi dengan cemohan.
Aku berusaha pulang lebih awal, karena ingin menghadiri pertemuan
dengan kawan-kawan kelompok belajar dirumah Mawar. Tetapi Susan
selalu membujuk agar aku bersabar, " Zung, tanggung , nanti mereka
pada ribut kalau kita pulang duluan,mereka akan berpikir macam-macam.
Kalau abang tidak mau menginap nanti malam, kita pulang bersama
dengan mereka," ujarnya. Aku berusaha menutupi rasa dongkol, takut
dia tersinggung, untuk sementara "nasib"ku masih tergantung dengannya.
Selama dalam perjalanan pulang, pikiranku terus pada pertemuan malam
dirumah Mawar. Susan merasakan perubahan sikapku dibanding dengan
beberapa hari lalu, padahal aku sudah berusaha menutupinya.
"Abang merasa menyesal ikut aku satu hari ini? Tampaknya abang kurang
bergairah. Atau ada yang membani pikiranmu, mungkin aku bisa bantu,?"
tanyanya.
" Oh...nggak ada...hanya sedikit badanku kurang sehat." jawabku.
" Benar bang...abang nggak menyesal ikut aku.?" tanyanya ulang,
tangannya mengelus pipiku.
" Nggak....aku senang kok, bisa ketemu ibu-ibu cantik dan genit."
" Ibu-ibu genit..? Itu hanya perasaanmu saja. Abang masih sanggup
nyetir atau aku ganti ?"
" Sanggup, terus saja ngomong, sesekali cubit pahaku biar aku nggak
ngantuk."
" Halah..abang maunya. Nantilah kalau sudah tiba dirumah aku pijitin."
"Susan, aku minta tolong antar aku malam ini kerumah. Aku sudah janji
sama ibu kostku jaga anak-anaknya. Dia mau pergi ketempat saudaranya."
" Abang jaga anak-anak..?"
" Kenapa, mereka ponakanku. Apa yang aneh..?" tanyaku.
" Nggak ada..." jawabnya ketus.
Sejak saat minta aku diantar pulang, Susan diam, wajahnya cemberut
selama perjalan. " Susan ngomong...nanti aku ngantuk, atau mau kita
kecebur kejurang ? Iya..iyalah aku nanti tidur dirumahmu, tetapi
antar aku besok.!"
" Kan...abang suka ngerjain.!" ucapnya sambil mencubit lenganku.
****
Dering telephon menyambut kedatangan kami, jarum jam menunjuk keangka
delapan, segera Susan mengangkat telephon. Terdengar percakapan
dengan suaminya di London. Telephon suaminya mengingatkanku
sekaligus "menuntut janji" Susan perihal pernikahan dengan suaminya.
Bebeberapa kali aku pertanyakan selalu dia mengelak. Sementara dia
berbicara dengan suaminya, aku merebahkan diri dikamar tidur,
mengendurkan urat yang kelelahan mengenderai mobil dari Berasatagi.
Sepoi udara malam berembus melalui kamar jendela yang lupa aku
tutupkan, menutup kelopak mataku sempurna. Susan menyentakkan
rangkaian mimipiku yang sedang bergayut indah bersama mantan
kekasihku.
" Zung...bangun, abang keletihan,?" suaranya mendesah ditelingaku.Aku
menggeliat ditempat tidur sambil menggerakkan seluruh tubuhku, meski
hanya sebentar, rasa pegal terasa pulih kembali.
" Zung, aku tadi janji mau pijitin abang malam ini, abang masih
terasa lelah,?" tanyanya.
"Susan, janji adalah utang. Tetapi masih ada janjimu yang selalu kamu
ulur waktu "melunasi"nya, !"
" Apa itu bang..?" tanyanya sambil mencium pipiku.
" Tentang pernikahan dengan suamimu.!"
" Oh...iya, aku akan utarakan, tetapi kita makan dulu. Aku sudah
siapkan dimeja, ayo bang," ajaknya seraya menarik lenganku. " Tapi
abang mandi dulu," tambahnya. (Bersambung)
Los Angeles, September 18, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (36)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar