Dosenku Pacarku (88) - Tamat


My Love, Goodbye

Mau dengar lagunya, klik disini...
Hear the wind sings a sad old song/it knows I'm leaving you today
please don't cry oh my/heart will break/when I'll go on my way

*)
goodbye my love goodbye/goodbye and au revoir
as long as you remember me/ I'll never be too far

goodbye my love goodbye/I always will be true
so hold me in your dreams til I/come back to you

see the stars in the skies above/they'll shine wherever I may roam
I will pray every lonely night/that soon they'll guide me home
goodbye

======================" 87 ============
" Sudah puas rindu mu amang sama bapauda.?" tanyanya.
Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa
lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.
Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf
aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam
ku. (Bersambung)
===========================

Magda mengantarkan ku ke airport tanpa kehadiran Mawar. Berapa saat
aku dan Magda duduk diruang tunggu. Sengaja kami berangkat lebih awal
agar lebih lama mengobrol sebelum berpisah. Aku dan Magda berbicara
penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan.


Suasana berubah ketika Maya dan kakaknya Lisa datang menemuiku,kecut.
Magda menyongsong mereka ke luar ruang tunggu. Aku bergabung dengan
mereka. Maya menarik tangan ku memisahkan diri dari kakaknya dan
Magda.

Maya bersedih melepaskan ku, dan minta maaf karena tidak pernah
menemuiku. " Aku kemarin datang kerumah abang, tetapi kata ibu kost
abang jarang di rumah." ujarnya.

Aku tidak menanggapi ucapannya. "Sampaikan salam ku kepada om mu
itu." ujarku sambil menarik tangannya bergabung kembali dengan
Magda dan kakaknya. Maya dan Lisa meninggalkan aku setelah mereka
menyalami ku. Aku dan Magda masuk keruang tunggu melanjutkan obrolan
yang terputus.

Kali ini, Magda tak dapat menahan rasa sedihnya. "Bang, jangan lupa
telephon Magda kalau sudah tiba di Jakarta. Hati-hati jangan lagi kau
sakiti hati perempuan. Cukuplah aku bang." ucapnya.

"Magda, kenapa lagi kau mengingatkan masa lalu kita.?"
" Aku sudah berusaha bang, tetapi kadang kala kenangan itu datang
sendiri. Sukar sekali melupakannya. Lima tahun waktu yang cukup lama
kita saling mencinta.

Kemudian abang datang lagi, meski ruang hatiku telah tertutup kepada
siapapun. Aku akui, kadangkala aku sukar membedakan antara saudara
dan asmara; Abang telah memberikan keduanya.

Namun kali kedua, waktu jua yang memisahkan kita. Zung, aku ingin
mencium mu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi
dan juga sebagai saudara," ucapnya.

Magda menyandarkan wajahnya diatas dadaku usai mencium ku, sambil
menyeka air mata dengan saputangannya.
" Magda, waktu jua yang akan memisahkan kita. Ternyata pemilik waktu
itu tidak merestui kita. Magda telah tulus melepaskan ku? Jawablah
aku Magda. Dalam beberapa menit lagi kita sudah akan berpisah." desak
ku.

Magda diam, membisu. Akhirnya dia perlahan menggelengkan kepalanya,
kembali dia membenamkan wajahnya dalam pelukan ku. " Aku nggak tahu
bang, apakah aku tulus atau tidak. Seperti aku tadi katakan, aku
sukar membedakan antara saudara dan asmara.

Abang telah memberikan keduanya. Tetapi percayalah, aku tidak
memendam meski itu sangat menyakitkan. Aku berdoa tulus kepada mu,
semoga abang mendapatkan perempuan yang lebih dari ku," ucapnya.

" Kaulah yang terbaik bagi ku, tetapi sang pemilik waktu itu tidak
mengijinkan kita duduk bersanding dalam pelaminan," balasku seraya
menghapus airmatanya.

Tak lama berselang setelah aku dan Magda melepaskan cetusan hati yang
terakhir, aku melihat Susan datang tergopoh-gopoh menuju keruang
tunggu.

Aku tidak menyangka kalau Susan akan datang ke airport, karena
sebelumnya Susan menyatakan dalam suratnya tidak akan ikut
menghantarkan ku. Magda pergi berpura-pura membeli susuatu ke sebuah
kios kecil di airport itu, membiarkan ku bicara berduaan dengan
Susan.

" Zung, aku mencoba melupakan mu dalam beberapa hari ini, ternyata
tak semudah itu. Aku juga tak dapat membohongi diri ku. Aku ingin
menghantarkan mu, barang kali ini adalah pertemuan kita yang
terakhir, walupun aku mengharap tidak. Zung, jangan lupa telephon aku
kalau sudah tiba di Jakarta." Aku menggangguk, "Iya aku janji akan
menelephon mu, " jawab ku.

http://www.youtube.com/watch?v=V9N5qhBE_oU

Magda kembali bergabung denganku dan Susan. Tak ada perasaan canggung
diantara kami bertiga. Pembicaraan kami mengalir bagaikan air sungai
bening dimana aku, Magda dan Susan berenang bersama beberapa hari
sebelumnya.

Pengumuman dari maskapai penerbang mengakhiri pertemuan ku dengan
Magda dan Susan. Susan mengecup pipiku lembut, dia dapat menguasai
emosinya meski matanya memerah, " Zung, selamat jalan sayang,"
bisiknya di telingaku sambil melepaskan pelukannya.

Magda....? Akh sama "galak"nya terhadap ku akhir-akhir ini, demikian
juga "galak"nya ketika akan berpisah. Magda tak dapat menguasai
dirinya. Dia memeluk ku sangat erat dan menciumi pipiku kiri kanan.
Magda menangis sesunggukan.

" Zung segera pulang. Aku nggak ada teman bang, " ujarnya sambil
membaringkan wajahnya diatas bahu ku. Susan juga ikut terharu melihat
tangisan dan ucapan lirih Magda di atas bahu ku.

Aku berusaha menahan pahitnya perpisahan ini, tetapi kedua kelopak
mata ku tak kuasa membendung cairan bening berderai membasahi wajah
ku. Aku meraih tangan kedua mantan kekasih ku. Magda dan Susan
membiarkan aku mencium tangan mereka bergantian.

Magdalena menyeka air mata ku hingga suara lirih kudengar, " Zung,
selamat jalan. Bang pergilah..pramugari telah menunggu mu di tangga
pesawat, "ujar Magda seraya menyeka air mataku lagi dengan
saputangannya.

" Bawalah ini bang," ucapnya sambil menyerahkan ketangan ku
saputangan yang basah oleh airmata kedua insan yang pernah saling
mengasihi. Wajah Susan tampak terharu memperhatikan "adegan" ku dan
Magda.

Dari ujung tangga pesawat, aku menoleh kepada mereka. Aku melihat
Susan meletakkan tangan kanannya diatas bahu Magda.

Tangan kedua mantan kekasih ku itu melambai menghantarkan ku
mengarungi perjuangan serta kehidupan baru.

Vaya Con Dios my darling.... Vaya Con Dios my love... Goodbye, my
hopeless dream ( S e l e s a i)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (87)


" Without You"

Mau dengar lagunya, klik disini...
No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I
guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your
eyes/Your sorrow shows/Yes it shows

No I cant forget tomorrow/When I think of all my sorrow/When I had
you there/But then I let you go/And now its only fair/That I should
let you know/What you should know
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give
anymore 2 X

No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I
guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your
eyes/Your sorrow shows/Yes it shows
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give
anymore 2 X

================= 86 ===============
Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang
terluka atas hubungan kami.( Bersambung)
===================================

"Magda, tadi aku telah ingatkan, Susan salah mengerti tentang
hubungan kita. Atau kamu masih kecewa dengan ku? Bukan kah kita sudah
sepakati untuk melupakannya? Kenapa Magda bersedih lagi.

Aku sudah berulangkali mohon maaf, Magda masih belum tulus memaafkan
ku?. Aku, sungguh telah melupakannya. Itu sebabnya aku hampir setiap
hari datang kerumah ini, karena Magda telah kuanggap bagian dari
keluarga ku.

Magda diam. Dia mengambil envelope itu lagi dan menyerahkan ketangan
ku. Aku pindah kedekatnya, " Magda, relakanlah aku pergi agar aku
tidak punya beban. Aku tak ingin melihat mu bersedih seperti itu.

Magda, aku menyadari kekeliruanku dulu. Aku sadar tak mungkin lagi
mendulang cinta dari hati yang terluka. Aku telah merelakan mu pergi
dengan siapapun lelaki yang mencintai mu.

Magda menggelengkan kepalanya." Nggak bang, semuanya telah berakhir,
hatiku telah tertutup, " ucapnya dengan suara serak.
" Magda, besok aku mau berangkat, lepaskanlah aku dengan tulus.
Tolong jangan menambah beban pikiran ku lagi. Magda
telah "menyelamatkan" aku dengan Susan. Kini malah Magda menyiksa
perasaan ku saat mau pergi."

Magda diam, kedua matanya masih memerah mengeluarkan airmata
membasahi wajahnya. Dia meninggalkan ku sendirian di ruang tamu. Aku
duduk diliputi rasa tanya, kenapa sikap Magda berubah lagi
terhadapku. Pada hal akhir-akhir ini aku telah dianggapnya keluarga
dekat sebagai bersaudara.

Kini aku seakan mendengar gaung genta dari lorong gelap nan sepi.
Telingaku tak mampu lagi mendengar gaung yang melolong panjang dan
memilukan, mendera kalbu. Aku tak kuasa menahan getar cekaman sukma
dari seseorang yang pernah aku kasihi.

Aku merebahkan tubuh dalam kepenatan jiwa diatas sofa ruang tamu.
Mata ku sukar terpejam didera galau membalut jiwa. Malam itu, Magda
tampaknya tidak dapat tidur. Magda menemuiku dalam pembaringan siksa,
membujuk ku pindah ke ruangan yang telah dipersiapkannya. Aku
menolak.

" Magda, biarkan aku disini, sendiri menikmati kebekuan dan kebuntuan
hati," ujarku sambil menggigil menahan dingin menusuk persendian
tulang-tulang ku.

" Abang nanti sakit. Besok mami memarahi ku lagi kalau abang masih
tidur disini. Ayolah bang, aku sudah siapkan kamar untuk mu,"
bujuknya.

Aku bergeming. Magda mengambilkan selimut dan menutupi tubuh ku
setelah aku bersikeras tidak mau pindah. "Selamat malam bang,"
ujarnya sambil berlutut, meraih tangan ku dan menciumnya.
****
Pagi hari usai serapan, aku dan Magda duduk berduaan di meja makan.
Inanguda ku, maminya Magda, telah keluar rumah.
" Zung, besok aku nggak bisa mengantar abang ke airport." ujarnya
dengan wajah kuyu.

" Magda, apa yang membuat hati mu berubah secepat itu ? Apa perlu
abang membatalkan keberangkatan ku? Apa lagi yang harus aku lakukan
agar hati mu puas? Terakhir ini aku mendengar dan mengikuti nasihat
mu, bebanku hilang. Sekarang malah Magda menambah beban ku."

"Bang, nggak ada yang berubah. Hanya aku belum siap berpisah dengan
mu. Aku menyesali kenapa abang datang lagi dan kali kedua
meninggalkan ku. Tak ada lagi teman ku berbagi rasa, walaupun kita
selalu bertengkar. Aku sangat menyayangi mu sebagai saudara ku.

Zung, aku tidak mengingat lagi masa lalu kita. Aku nggak sakit hati,
hanya aku tidak tega memberangkatkan mu. Jangan sakit hati bang,
Magda tak mampu melihat mu meninggalkanku sendirian di airport dan
aku akan menanggung kesedihan sepeninggal mu."

"Baiklah Magda, aku menghargai alasan mu. Tetapi ingatlah, masa-masa
yang indah terakhir ini, sebagai keluarga dekat, kau akhiri dengan
kesan menyakitkan. Aku tak yakin, Magda telah memafkan ku dengan
tulus. Magda hanya berpura-pura, meski aku dengan tulus menemani mu
sebagai keluarga dekat ku.

Ugghh...aku permisi, selamat tinggal ito ku Magda yang baik." ujar ku
sambil beranjak dari meja makan dan menyerahkan kunci motor yang
tadinya aku pinjam untuk sesuatu urusan.

Magda tidak menghalangi ku pergi, tetapi dia menangis sambil berlari
ke ruangan dapur. Magda berdiri di depan jendela dapur sambil menyeka
air matanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan gelisah.
Sedikipun aku tak menduga kalau sikapnya akan berujung seperti itu.

Aku mencoba mengingat-ingat barangkali ada sesuatu ucapan ku yang
menyinggung perasaannya. Tapi aku sangat yakin, terakhir ini tidak
sekalipun aku menyakiti hatinya; Juga, tidak pernah mempengaruhinya
agar hubungan kami kembali.

Aku berdiri kaku menatapnya masih dengan wajah sedih. Bibirnya
bergetar menahan tangis sambil melangkah ke kursi di sudut ruangan
dapur. Kedua tangannya menopang wajahnya, matanya menatap kearah ku,
hampa.

" Magda, nggak apa-apa kalau tidak mau mengantarkan aku ke airport.
Tetapi, katakan sejujurnya sebelum aku meninggalkan rumah ini, apa
yang membuat sikap mu seperti itu.

Aku janji, tidak akan tersinggung dan marah. Justru sikap mu seperti
ini, tanpa pejelasan, membuat aku tersinggung dan sakit hati untuk
seumur hidup, sungguh, " ucapku serius.

Aku menunggu jawaban terakhir sebagai simpul persahabatan ku; Sebagai
keluarga, sekaligus sebagai perempuan yang pernah aku cintai dengan
tulus, walau pada akhirnya terhempas diterjang badai.

Aku juga menatapnya hampa, kecewa, iya sangat kecewa. Akankah
semuanya berakhir tanpa aku mengerti apa dan mengapa? Detik-detik
mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa.
Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang
dapur.

Segera aku menghentikan langkah ku ketika mendengar Magda menghela
nafasnya, panjang.
" Iyalah bang, aku mau ikut mengantarkan mu ke airport," ujarnya
pelan.

Aku segera berlari menghampirinya serta mengangkat tubuhnya seperti
anak kecil. Magda sesak dan berteriak sambil memukul-mukul dada ku.
" Lepaskan aku, lepaskan aku abang genit,!" teriaknya .
Kedua tanganya mencubit pipiku, kuat berbekas.

Giliran ku berteriak ketika Magda mencubit pipi ku kali kedua. "
Biarin, supaya abang tetap ingat Magda," ujarnya.
Magda menyerahkan kunci motornya yang aku telah kembalikan, " Nih
kuncinya, abang raja perajuk," ujarnya,
" Magda ratu cerewet," balas ku sambil menyeka air mata yang tersisa
diwajahnya.
****
http://www.youtube.com/watch?v=cIc7EvT2zsw

Sebelum aku meninggalkan Magda, entah kenapa secara spontan hatiku
tergerak ingin ziarah kekuburan papi Magda, bapauda ku. Selama ini
aku terus diliputi rasa bersalah. Dulu, aku tidak ikut menghantarkan
jenazahnya ke pemakaman. Dalam perjalanan, Magda bertanya, kenapa
aku tiba-tiba mengajaknya ziarah.

" Entah kenapa. Aku teringat papi ketika kita duduk makan bersama
semasa hidupnya. Ketika itu papi menawarkan pekerjaan untuk ku
setelah tammat sarjana muda." ujar ku. Magda mempererat tangannya
dalam boncengan serta meletakkan wajahnya di atas punggung ku. Aku
merasakan hangatnya tetesan airmatanya membasahi punggungku.

Aku dan Magda berlutut di didepan pusara setelah membersihkan serta
meletakkan kembang diatasnya. Aku tak dapat menahan rasa sedih ketika
mendengar isakan Magda.

Dalam tangisnya Magda berujar lirih sambil memeluk pusara, wajahnya
diletakkan diatasnya, " Papi, abang datang lagi. Papi, besok abang
pergi lagi meninggalkan aku dan papi."

Aku mengangkat wajahnya dari atas pusara serta memeluknya. Magda
semakin terisak dalam pelukanku, " Abang telah memaafkan papi,?"
tanyanya dalam isak. Tubuhku terguncang menahan tangis mendengar
pertanyaannya.

" Magda, tidak..!. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Papi tidak
bersalah , aku seharusnya minta maaf sebelum papi pergi , " ucapku
menahan teriak dalam pelukannya.

Aku dan Magda tersentak ketika sepasang tangan menyentuh lengan kami.
Aku dan Magda menoleh ke atas. Tanpa kami sadari, mami dan adiknya
Jonathan sedang berdiri dibelakang kami. Magda segera berdiri dan
memeluk maminya kemudian mami memeluk ku.

" Sudah puas amang rindu mu kepada bapauda.?" tanyanya.
Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa
lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.

Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf
aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam
ku. (Bersambung)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (86)


"I Hate You Then I Love You"

Mau dengar lagunya, klik disini...
I'd like to run away from you/ But if I were to leave you I would
die/I'd like to break the chains you put
Around me/And yet I'll never try

No matter what you do you drive me crazy/I'd rather be alone
But then I know my life would be so empty/As soon as you were gone

Impossible to live with you/But I could never live without you
For whatever you do / for whatever you do/I never, never, never/Want
to be in love with anyone but you

You make me sad/You make me strong/You make me mad/You make me long
for you / you make me long for you
You make me live/You make me die/You make me laugh/You make me cry
for you / you make me cry for you

*) I hate you/Then I love you/Then I love you/Then I hate you/Then I
love, I love you more
For whatever you do/I never, never, never/ Want to be in love with
anyone but you

You treat me wrong/You treat me right/You let me be/ You make me
fight with you / I could never live with out you
You make me high/You bring me down/You set me free/You hold me bound
to you
*)
I never, never, never/I never, never, never/I never, never, never/
Want to be in love with anyone but you
But you

================= 85 ============
" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, "
ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar
percakapan ku dengan Susan.Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda
duduk didepan mendampingi ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan
paduka murka." gurau Susan. ( Bersambung)
============================

Susan mengajak kami makan malam di rumahnya. Aku tak dapat menolak
setelah Magda menyetujui ajakan Susan. Sebenarnya aku tak rela lagi
mampir dirumah itu, terlalu banyak kenangan yang terajut disana,
mulai dari sofa, ruangan bar kecil dan tempat tidur; kesemuanya
menjadi saksi bisu selama -kurang lebih sepuluh minggu -- berhubungan
dengan Susan.

Seperti biasanya, Susan tak pernah membiarkan pembantunya melayani
aku dan Susan ketika makan bersama.
Aku berbisik kepada Magda agar ikut ke dapur mempersiapkan makanan.
Aku menyusul setelah Magda kedapur. Kami bertiga di dalam dapur
mempersiapkannya meski Susan melarangnya. Di meja makan, Susan
menarik tangan Magda duduk disampingnya, menghadap ku.

" Magda, kita duduk disni menghadap tuan paduk yang mulia," ujar
Susan bergurau. Magda ketawa mendengar guyonan Susan. Suasana makan
malam penuh kehangatan seperti tiga bersaudara sekandung.

Aku dan Magda meniggalkan Susan dengan hati berat, karena telah
terjalin kumunikasi yang akrab dan tulus diantara kami bertiga. Susan
mencium pipi Maga dan memelukku erat dihadapan Magda, " Bang, hati-
hati dijalan," pesannya. Selama dalam perjalanan, wajah Magda kurang
ceria.

" Ada apa, kenapa wajah mu muram seperti itu,? tanyaku.
Suara Magda tersendat ," Aku tak sangka Susan begitu hangat dan
tulus. Beda ketika dia sedang memberi kuliah. Lain waktu, aku akan
ajak Mawar main kerumahnya.

" Sekarang baru Magda rasakan kehangatan Susan. Hal yang sama aku
rasakah sehingga aku larut dan melanbrak tatanan kewajaran." ujar
ku, disambut anggukan Magda.
****
Tiga hari berikutnya, Susan datang kerumah ku, kebetulan aku sedang
dirumah Magda. Magda selalu menelephon ku jika pada siang hari
belum juga "melapor" kerumahnya. Suatu waktu di pernah kesal karena
aku tak datang kerumahnya. "Abang mentiko , sudah tahu mau pergi
masih melalak kemana-mana," ujarnya kesal.

" Magda juga ikut-ikutan memasung ku." ucap ku.
" Bangngng....aku tidak mau memasung. Abang sebentar lagi sudah mau
pergi.!" teriaknya.
" Duh...masih gadis begini sudah darah tinggian," ujarku ngenyek.

" Bangng... aku bukan marah. Abang nggak mengerti perasaan ku,"
balasnya lembut sambil meraih kedua tanganku dan menempelkan di sisi
wajahnya. " Abang salah mengerti." imbuhnya. Sikapnya kala itu,
membuat ku setengah pesong, benci tapi rindu.?

Ketika aku tiba di rumah, ibu kost ku memberikan sebuah titipan dari
Susan berisi surat singkat dan tiket pesawat Medan - Jakarta-Medan
dengan status "open date."

Menurut ibu kost Susan menuliskannya diruang tamu. " Zung, maafkan
aku tak bisa mengantarkan mu ke airport. Aku ragu, tak kuasa menahan
diri ku kertika melepaskan mu pergi.

Aku juga tak mau melukai hati adik ku Magda yang aku sangat sayangi.
Selamat jalan bang. Kalau tidak keberatan setelah abang di Jakarta,
sesekali telephonlah aku kekantor.

Aku pasti sangat merindukan mu. Abang sudah tahu jadual ku di kampus,
bukan? Jangan biarkan aku tersiksa dengan rindu ku. Aku merelakan mu
pergi dengan adik ku Magda, aku hanya ingin mendengar suara mu."
Akhir tulisannya, "Peluk cium ku, Susan Raharjo Hendra."

Dua malam terakhir sebelum berangkat, Magda dan maminya mengajak ku
menginap dirumahnya. Aku menyetujuinya kebetulan kedua orang tuaku
tak jadi datang karena kesibukan.

Setelah makan malam, aku dan Magda diruangan tamu hingga larut malam.
Magda kesal ketika aku mau pergi tidur, " Zung, besok lusa kan mau
berangkat. Kok tega amat abang mau tidur baru pukul dua belas,"
katanya kesal.

Sebelumnya tak ada niat memberi surat Susan kepada Magda. Tetapi
karena Magda ingin memperpanjang durasi pembicaran, aku menyerahkan
surat Susan yang ditujukan pada ku.

" Magda mau baca surat Susan yang terakhir, ? tanya ku.
Magda semangat, segera berdiri menarik tangan ku, " ayo bang
ambilkan, aku mau baca,"

Aku memberikan envelope titipan Susan berisi tiket dan suratnya.
Sebelum Magda membaca isi suratnya, terlebih dahulu aku mengingatkan
Magda: " Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Dia menduga
hubungan kita kembali seperti sediakala. Magda, aku tak pernah
sekalipun berbicara tentang kamu. Aku harap Magda tidak salah
mengerti."

Magda menatap ku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air
matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak
menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas
hubungan kami.( Bersambung)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (85)


"Boasa ingkon pajumpang"

================ 84 ===============
" Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya
mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran
dikupingku, " Terimakasih raja perajuk.!" ucapnya. ( Bersambung)
===================================

Esok harinya, aku dan Magda berangkat dengan mengenderai mobil ke
rumah Susan. Susan menyambut kami dengan ramah.
" Kita berangkat dengan mobil ku saja, " ujar Susan sambil
menyerahkan kunci mobilnya kepada ku.


Sedikit agak kaku antara Magda dan Susan sebelum kami berangkat.
Susan memilih duduk dibelakang, sementara Magda menginginkan Susan
duduk mendampingi ku.

" Iya, sudahlah dari pada buang-buagg waktu, kalian berdua duduk di
belakang, aku jadi sopir ," ucap ku sambil menghidupkan mesin mobil.
Magda dan Susan tertawa mendengar ocehan ku. Susan buru-buru masuk
dan duduk disampingku.
"Abang kita marah nih." ujar Susan sambil tertawa.

Suasana ceria menyelimuti hati kami bertiga ketika menyelusuri jalan
menuju rumah mungil ditengah kebunnya. Sesekali aku memegang tangan
Susan dan Magda bersamaan. Keduanya menyambut tangan ku dan
menggemgamnya erat.

Demikian juga ketika kami berenang bersama di sungai. Kami bertiga
tertawa lepas ketika tubuh Susan dan Magda ku benamkan kedalam
sungai. Tak ada lagi batas antara mahasiswa dengan dosen.

Susan mengaku kelelahan, dia menepi kebibir sungai, sementara Magda
masih asyik menikmati sejuknya air sungai. Magda menganggukkan
kepalanya, ketika kuberi "sign", aku mau mengikuti Susan. " Ah..ito
ku Magda sangat luar biasa pengorbanan serta ketulusan hatinya,"
bisik ku dalam hati.

Aku dan Susan duduk di tepi sungai. Sesekali Susan mempermainkan air
dan menyiram wajah ku sambil tertawa. Tak pernah sekalipun Magda
menoleh kearah kami hingga aku dan Susan meninggalkan sungai.

Di rumah mungil itu, Susan mengajak ku mandi bersama, tetapi aku
menolak dengan dalih, " Nanti nggak enak dengan Magda."
" Abang memang benar sudah kembali lagi kepada Magda?" tanyanya
sambil membuka pintu kamar mandi.

Aku tak memberi jawaban pasti. " Menurut Susan bagaimana,?" tanyaku
balik. Susan diam dan menutupkan pintu kamar mandinya. Aku mengetuk
pintu kamar mandi dan bertanya: " Susan, kenapa diam? Kamu marah?.

Susan membuka pintu dan menarik ku kedalam. Susan mencumi ku dengan
gairah. Susan tak peduli meski aku sudah berulang kali berbisik ke
telinganya.
" Susan, kamu nggak malu kalau nanti kita dilihat Magda.? Diakhir
ciumannya mengucapkan : " Zung , aku rela melepaskan mu demi
kebahagian abang dengan Magda."

Aku memeluknya dan berucap lirih di telinganya: " Terimakasih Susan,
selama ini telah banyak membantu ku. Maafkan aku bila telah
mengingkari janji ku. Terimakasih Susan merelakan ku pergi. Aku tak
akan melupakan, bahwa Susan pernah berlabuh dalam kalbu ku meski
dalam bentangan waktu yang sangat singkat."

Aku meninggalkannya dikamar mandi dengan berat hati ketika dia mulai
menitikkan airmata. Sementara Susan masih menangis, Magda kembali
dari sungai. Aku berbisik kepadanya " Susan di dalam, dia sedang
menangis."

Magda mengerti, dia kembali lagi kesungai meninggalkan aku dan Susan
dirumah. Aku menemui Susan kekamar mandi karena masih terus menangis.
Dia mengabaikan bujukan ku supaya diam.

Aku menuntunnya kembali keruang tamu. Dia meninggalkan ku di ruang
tamu dan masuk kedalam kamar. Susan membaringkan tubuhnya, masih
dalam tangis. Aku menemuinya setelah Susan berhenti dari tangisnya
dan membujuk; "Susan, mari kita pulang hari sudah mulai gelap."

Tangis Susan kembali memecahkan kesunyian, " Zung, kemarilah,
peluklah aku untuk yang terakhir kali," ujarnya dalam pembaringan.
" Sepertinya Magda sudah datang dari sungai, dia ada diruang tamu, "
ujar ku mengingatkannya.

" Aku tak perduli. Aku juga telah punya suami, aku rela memberi mu
yang terbaik."

Hatiku bergetar mendengar ucapannya. Aku memeluknya dengan rasa
kasih sayang, tanpa diiring nafsu birahi. Kembali aku mengucapkankan
kalimat ku sebelumnya; "Aku tak akan melupakan, bahwa Susan pernah
berlabuh dalam kalbu ku meski dalam bentangan waktu yang singkat.
Susan, mandilah agar kita pulang." bujuk ku.
Susan bangkit dari tempat tidur, dia tidak menolak ketika aku
menggandeng tangannya ke kamar mandi.

Magda menggigil sambil berlari kecil kerumah, sementara Susan telah
selesai berpakain siap-siap untuk pulang. Susan menyambut Magda,
seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Dia menyuguhkan teh panas yang
telah disediakan ibu penjaga rumah kepada Magda.

Aku berpura-pura protes, sekedar menambah kehangatan suasana, " Lho,
aku dari tadi disini tak setes airpun Susan suguhkan kepada ku. Susan
diskriminatif, hanya melayani sesama perempuan," ujar ku.

" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, "
ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar
percakapan ku dengan Susan.

Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingi
ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau
Susan. ( Bersambung)

Los Angeles. November 12, 2008

Tan Zung




Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (84)


"Almost Lover"

Mau dengar lagunya, klik disini...
Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind
Images/ You sang me spanish lullabies/The sweetest sadness in your
eyes/Clever trick/I never want to see you unhappy/I thought you'd
want the same for me

*)Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not
to think about you/Can't you just let me be?/So long, my luckless
romance/My back is turned on you/I should've known you'd bring me
heartache/Almost lovers always do

We walked along a crowded street/You took my hand and danced with
me/Images/And when you left you kissed my lips/You told me you'd
never ever forget these images, no
I never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me
*)
I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot
wake up in the morning
Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted
And I bet you are just fine/Did I make it that easy
To walk right in and out of my life?
*)
================ 83 =============
" Aku berangkat akhir bulan ini," ujar ku. " Kalau sampai sebulan
nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuh ku. Susan terus
berusaha mempengaruhi ku, agar membatalkan niat ku ke Jakarta. (
Bersambung)
=================================
" Zung , bagaimana dengan pekerjaan yang aku tawarkan itu. Bolehlah
abang pergi tapi kembali lagi setelah sebulan," bujuknya.
Tidak elok menolak langsung tawarannya, aku berucap: " Aku akan
pikirkan ulang usulan mu setelah aku di Jakarta."


Dalam pembicaraan hampir satu jam itu, Susan sesekali mengulang
kenangan kisah kasih kami. Susan mengajakku ke rumah mungil dan kebun
peninggalan ayahnya. " Zung, nggak rindu dengan sungai kala aku dan
abang mereguk kasih dalam kebeningan sungai,? " tanyanya menukil
kenangan.

Iya, aku amat merindukannya, airnya begitu jernih dan sejuk. Aku
terkesan dengan batu-batu besar dan indah ditengah sungai seakan ada
tangan yang menyusunnya. Suara gemercik sungai menggelitik syaraf ku
untuk menuliskan ke kaguman ku tentang ke Maha Besaran sang Pencipta.

Beberapa tulisan pendek berhasil ku torehkan didalam catatan harian
ku berisi tentang kemolekan dan kecentilan sungai mengalir menyusur
hingga ke samudera luas.

Diantara catatan harian pernah ku torehkan antara lain;
" Senandung mu berdesah mengiring geliat gemulaimu menyusuri alur
berliku bebatuan. Geliat mu bagaikan gadis jelita meliukkan tubuh di
depan mata ku.

Senyuman dan kebeningan penampakan mu mengundang nafsu berahi ku
untuk menyetubuhi mu. Engkau pasrah ketika aku mencumbui mu hingga
aku terkulai dalam pelukan mu.

Engkau memberi ku kehangatan dalam jiwa mana kala aku terpasung dalam
kegalauan sukma. Aku mencicipi kemolekanmu penuh gairah. Engkau
memberi ku sejuta rasa, mengalir, laksana madu membasahi
kerongkongan ku." Diakhir tulisan itu ku tuliskan, " Aku, penikmat
cipta surgawi."

Entahlah mungkin Susan sengaja menukil kenangan ku dan dia. Oh
iya...kala itu, Susan bergayut manja di pangkuanku pada akar pohon
yang membentang kokoh diatas permukaan sungai. Aku sengaja melepaskan
pelukan ku sehingga dia terjungkal kedalam sungai, gelegapan.

Tangannya menggapai ku. Aku menghampirinya setelah aku puas
mempermainkannya. Dia memukul-mukul dadaku seraya berujar, " abang
nakal." Ciumanku menghentikan tangannya memukul dadaku. "Bang, aku
kedinginan ." ujarnya mengharap aku memangku ketepian sungai. Susan
menghentakkan ku dari kenangan sekilas.

" Zung, besok suamiku Hendra akan berangkat ke kantor pusat
memberikan laporan perjalananannya selama di London. Abang mau temani
aku ke kebun ,?" tanyanya.

" Aku mengganguk tanda setuju. Susan tidak merasa keberatan bila aku
mengajak Magda dan Mawar ikut ke kebun dan rumah mungil peninggalanan
ayahnya.

Setelah Susan pulang, aku segera berangkat ke rumah Magda memberi
laporan terakhir tentang Susan. Aku dan Magda ada semacam perjanjian
tak tertulis, semua kegiatan ku di Medan sebelum aku ke Jakarta harus
melaporkannya, termasuk mengenai Maya dan Susan. Kesepakatan tak
sengaja ini, muncul ketika kami di danau Toba menikmati liburan
setelah wisuda..
****
Magda baru saja siap mandi datang menyongsong ku ke teras rumah, "
Ada berita baru bang.?"

Magda tahu, setiap kedatangan ku diluar jam bertamu, akan melaporkan
sesuatu yang baru.
" Magda, ini perintah.! Tak ada alasan mu untuk menolak, kecuali
Magda bersedia tak cakapan dengan ku untuk seumur hidup." ujar ku.

" Kelakuan abang tak berubah, main paksa," ujarnya sambil
mengeringkan rambutnya - yang baru saja dikeramas- dengan handuk .

" Besok siang kita ke sungai tempat kita dulu" retreat". Aku ingin
berenang disana bersama mu sebelum aku berangkat." ujar ku bergurau.

" Abang baru minum iya? Berapa botol abang minum hah...?" tanyanya
serius sambil mengibaskan handuknya ke wajah ku.

Aku tertawa melihat tingkahnya, tempramennya langsung "on", wajahnya
berubah galak. Aku merebut handuk dari tangannya dan membelitkan ke
lehernya sambil tertawa. Magda sadar dia aku "kerjain". Dia merajuk
dan meniggalkan ku sendiri di ruang tamu.

Mendengar kami" huru - hara" maminya keluar dari kamar, sementara
Magda sudah menghilang. Maminya masuk lagi setelah aku jelaskan, kami
bukan ribut. " Kok baru pulang kalian sudah ribut.!" kata maminya.

" Apa lagi yang mau diributin hah..." tanya Magda berlagak marah,
setelah maminya masuk ke dalam kamar
" Magda, tenangkan dulu dirimu. Hidupmu tiada hari tanpa marah,
cerewet."

" Abang yang selalu bikin gara-gara. Ayolah nggak usah berteletele,
ada masalah apa lagi.?"

" Nggak ada masalah. Ibu Susan mengajak ku melihat kebunnya,
sekaligus mengajak ku mandi bersama lagi. Ibu itu setuju kalau Magda
dan Mawar ikut bersama ku. Kamu nggak boleh menolak dengan alasan
apapun kecuali oleh kematian. Magda harus ikut, selamatkan ku." pinta
ku sambil ketawa.

Magda diam beberapa saat. " Abang serius? Susan nggak keberatan
kalau aku dan Mawar ikut, ? tanyanya.
" Iya, aku serius. Telephonlah Mawar sekarang," ujar ku.
" Mawar nggak ada waktunya," ujar Magda setelah menghubungi Mawar
melalui telephon.

" Kita berdualah, " ujar ku
" Apa Susan nggak cemburu?" tanyanya.
" Itu yang aku harap. Semoga keikutsertaan mu, secara perlahan dapat
menghapuskan cinta kami yang terajut," ujar ku.

Magda menatap ku serius dan berucap, " Apapun menurut abang yang
terbaik, Magda akan membantu mu."
" Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya
mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran
dikupingku, " Terimakasih raja perajuk.!" ( Bersambung)

Los Angeles. November 12, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (83)


"Right here waiting for you"

Mau dengar lagunya, klik disini...
Oceans apart day after day/And I slowly go insane/I hear your voice
on the line/But it doesnt stop the pain
If I see you next to never/How can we say forever

*) Wherever you go/Whatever you do/I will be right here waiting for
you/ Whatever it takes/Or how my heart breaks/I will be right here
waiting for you

I took for granted, all the times/That I thought would last somehow/
I hear the laughter, I taste the tears/ But I cant get near you
now/Oh,
cant you see it baby/Youve got me going crazy
back to *)

I wonder how we can survive/This romance/But in the end if Im with
you/Ill take the chance

Oh, cant you see it baby/Youve got me going crazy
Repeat *)
================ 82 =============
" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"
" Di rumah.! Tadi aku bilang menjemput mami, supaya kita bisa pulang,
dan merekapun nggak tersingung. Itu sopan santun berteman," ujarnya
ngenyek menirukan ucapakan ku sebelumnya."( Bersambung)
================================

Upacara wisuda berlangsung meriah. Kedua orang tuaku hadir bersama
dengan orang tua calon wisudawan lainnya. Susan menemui ku sebelum
ujian berlangsung, dia berbisik mananyakan kedua orangtua ku. Aku
menunjuk kearah keluarga berkumpul.


Susan mengajak ku menemui ayah dan ibuku. Aku perkenalkan Susan
kepada semua keluarga yang hadir pada saat itu. Ayah dan ibu tak
menunjukkan perubahan wajah ketika aku perkenalkan Susan, dengan
santun ayah dan ibuku menyambut tangan Susan.

Selesai di wisuda, aku melihat Maya ikut duduk dalam jajaran keluarga
ku dan keluarga Magda. Aku serba salah, ingin menemuinya, tetapi
aku nggak tahu apa yang akan ku lakukan. Selama tiga minggu tak
pernah ketemu tak ada komunikasi. Aku, Magda dan Mawar bicara di
ujung ruangan, sementara keluarga sudah menunggu kami.

" Bang, Maya ada disana. Pergi temuin dia bang." ujarnya sambil
menunjuk kearah kumpulan keluarga ku dan keluarga Magda.
Aku diam tak menjawab, sementara hatiku gelisah bercampur kesal.

Aku tak melihat om John "sibagur tano" itu dalam jajaran para dosen.
Aku ingin mengipas ijazah ku kewajahnya dan berujar, "sekarang kita
sudah sama, punya gelar akademi yang sama. " Sementara dendam hatiku
membara, Magda menyentakkan ku lagi, " Bang , Maya ada disana. Abang
temuin dia. Itu sopan santun berteman bang," ujar nya menirukan
kalimat ku di diskotik.

" Ayolah, temani aku." ujar ku
Magda menghajar ku habis, " Bang, sama perempuan bersuami kmau
berani, kok sama Maya abang takut.?"

" Ups... Magda ingat janji kita, tidak akan mengungkit masa lalu."
" Iyalah, aku lupa. Ayo kita jalan sama," ujarnya sambil menggandeng
lengan ku. Dia juga mengajak Mawar jalan bersama.

Sejumlah rekan wisudawan merasa "surprise" ketika mereka melihat ku
dan Magda jalan bersama dan akrab. Diantara mereka menyalami aku dan
Magda, " selamat rukun kembali, " ujar mereka. Aku dan Magda juga
Mawar hanya tersenyum menerima ucapan selamat itu.

Sebelum sampai ke tempat keluarga dan Maya berkumpul, Magda
mengingatkan ku, " Bang, berlaku santun lah. Jangan lagi ulangi
kesalahan yang sama. Yang nggak setuju berteman dengan Maya adalah om
dia, bukan Maya sendiri. Maya membuktikan kasih sayangnya kepada
abang, dia datang menghadiri wisudamu."

Semua keluarga menyalami ku dan Magda. Magda memeluk Maya dan
mengucapkan terimakasih atas kehadiran Maya. Pariban ku si centil,
Sinta, juga ada diantara mereka. Magda memeluk ibuku, lama.

" Mama tua sehat?" tanyanya. Dia juga menyalam ayah ku. Maya
memperhatikan Magda dengan serius ketika dia mememluk dan menyalam
ayah ku, entah apa dalam benaknya.

Magda menarik tangan Maya menjauh dari kumpulan keluarga, mereka
berbicara, tak tahu apa yang mereka bicarakan, sementara ujung jari
di sisi pahanya memberi "sign" memanggil ku. Magda meninggalkan aku
dan Maya setelah beberapa saat ngobrol bersama.

Maya minta maaf, tak bisa bertemu dengan ku selama tingga minggu ini.
Maya tak mau menyebut kenapa dia tak pernah mau bertemu dengan ku.
" Kamu punya pacar baru?"tanyaku
" Nggak.!" jawabnya singkat.

" Kapan kita bisa ketemu? Aku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan
ini."
" Nanti aku telephon abang," jawab Maya.

Aku dan Maya kembali kekumpulan keluarga. Magda menggodaku setelah
Maya berlalu, " sudah "plong" bang?"
" Nggak jelas," jawab ku.

Sebelum bubaran, Magda dan maminya "memaksa" ayah dan ibu makan
malam dirumahnya, pada hal tante, adik kandung ibu, telah menyiapkan
malam malam. Akhirnya tante mengalah, kami makan siang dirumah
mereka.
*****
Seminggu sebelum berangkat ke Jakarta, Susan mampir ke rumah sebelum
pulang kerumahnya. Sementara aku baru tiba dari danau Toba, Parapat,
bersama Magda dan Mawar. Susan mengajak ku makan malam di rumahnya
bersama Hendra suaminya.

Meskipun tak ada lagi yang aku khawatirkan tetapi aku menolaknya;
selain tempatnya agak jauh juga tak ingin lagi menambah lembaran
kisah dengannya, "enough is enough".

Ibu kost ku meninggalkan aku dan Susan diruang tamu setelah melihat
pembicaraan kami semakin serius. Susan menanyakan lagi tanggal
keberangatan ku ke Jakarta dan berapa lama aku disana.

" Aku berangkat akhir bulan ini," ujar ku. " Kalau sampai sebulan
nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuh ku. Susan terus
berusaha mempengaruhi ku, agar membatalkan niat ku ke Jakarta.
( Bersambung)

Los Angeles. November 12, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (82)


"KETULUSAN KU"

Mau dengar lagunya, klik disini...
Lebih dari cinta yang kuberi/lebih dari rindu yang pernah kurasa
masih banyak waktu yang kan di jalani/ masih banyak rahasia
kehidupan 'tuk kita

'ku akan selalu mencintai mu/sampai akan tinggalkan dunia ini
ketulusan ku tak akan berubah/walau kita tak mungkin bersatu

maafkan ku harus meninggalkan mu/maafkan bila hatimu terluka
tetapi hatiku hanya milik mu/karena engkaulah yang terbaik untuk
diri ku

aku akan selalu mencintaimu/sampai aku akan tinggalkan dunia ini
ketulusan ku tak akan berubah/walau kita tak mungkin bersatu

================== 81 ========
" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujar
ku menggoda.
" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin." balasnya ( Bersambung)
=============================

Aku terdiam mendengar "tembakan" Magda. Sadar dia kecolongan, segera
Magda berdiri dan memeluk ku, dia menempelkan pipinya dipipi ku. "
Zung maafkan aku, mulut ku latah." bujuknya.

" Aku mau datang kesini karena memenuhi permintaanmu , bukan
mendengarkan hujatan dan mengungkit masa lalu yang aku sedang
berusaha melupakannya.

" Maaf bang, aku keceplosan. Aku tahu abang berusaha melupakannya
malah mulutku negelantur. Maaf iya Zung."
" Jangan ulang lagi, atau aku tidak akan mau datang kesini untuk
selamanya," ancam ku.

Tiba-tiba Magda berdiri dengan posisi sikap sempurna sambil
mengangkat tangannya di sisi lengannya: " demi abang ku yang baik,
aku berjanji tidak akan mengungkit masa lalu abang ku yang berwajah
jelek," suaranya lantang.

Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya
duduk disampingku.
" Magda masih mau tolong aku?"
" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya.

" Malam minggu depan om Hendra mengajak ku ke diskotik. Tapi aku
nggak punya teman, Magda mau pergi dengan ku,?"
Matanya terbelalak mendengar ajakan ku. " Abang mimpi? Nggak ah...aku
nggak mau. Nanti aku dikirain orang perempuan nakal."

"Pikiran mu sama dengan orang kebanyakan, keliru. Mereka
beranggapan, juga kamu,kalau berkunjung ke diskotik adalah orang-
orang nakal; bahkan, mengangap orang yang rajin beribadah lebih suci
dari mereka.

Ira salah seorang korban anggapan sempit itu. Ira tak pernah
melacurkan dirinya meskipun dengan cara itu dia mendapatkan uang
lebih banyak dan lebih gampang. Dia bekerja sebagai pramuria karena
butuh uang membiaya perkuliahannya, " ujarku.

" Iyalah bang, aku mau temani abang kesana, tetapi abang angkat janji
dulu, tidak lagi mau mengulangi masa lalu, mabuk-mabukan. Ayo
berdiri, ucapkan janjimu." desaknya sambil ketawa.

Dengan terpaksa aku menirukan gayanya ketika "angkat janji". Kami
tetawa bersama usai aku mengucapkan janji: " Aku berjanji dihadapan
ito ku ratu cerewet, tidak akan mabuk dan ugal-ugalan."

" Aku nanti hanya duduk temanin abang. Jangan buat yang aneh-aneh
kalau nggak mau ku tinggal. Aku jangan ditawarin minum, aku nggak
biasa minum alkohol. " ujarnya

" Magda nanti minum minuman ringan. Kehadiran mu, akan membatasi diri
ku minum dan mungkin Susan agak enggan mengajak ku minum berlebihan
seperti beberapa bulan lalu." Magda akhirnya setuju pergi bersama ku
ke diskotik.

Malam minggunya, aku dan Magda berangkat ke diskotik. Di dalam mobil,
Magda mengingatkan ku lagi, jangan minum berlebihan, boleh minum
tetapi sekedar. Magda mengancam ku. "Bila nanti minum banyak, abang
akan ku tinggal."

"Itu makanya aku ajak Magda biar ada yang mengontrol ku," balas ku
Hendra dan Susan menyambut aku dan Magda sembari menyalami kami. "
Selamat kepada doctoranda Magdalena," ucap Hendra hangat. Magda
tersipu karena meyebut gelar akademis didepan namanya.

Susan merasa "suprise"melihat kehadiran Magda. Tanpa merasa sungkan
Susan berbisik di teligaku, " Zung, dulu kami bilang, hubungan mu
dengan Magda tidak akan mungkin bersatu lagi. Kok malam ini abang
datang bersama Magda.!?"

" Hubungan ku dan Magda sebatas teman saja, karena dulu kami pernah
bersahabat erat, " ucap ku pelan, sementara Magda asyik bicara dengan
Hendra.

Selama kami di diskotik, Susan hanya sekali mengajak ku ke " floor'
tetapi agak lama. Aku khawatir Magda akan merasa bosan menunggu kami
yang sedang hanyut mengikuti alunan musik.

Berulangkali aku melepaskan pelukan Susan, tetapi dia selalu membujuk
ku, " Bang malam ini untuk yang terakhir. Abang jadi berangkat ke
Jakarta? Kapan, ? tanyanya tangannya masih melingkar leher ku.
" Aku berangkat akhir bulan ini," jawab ku.

Susan melepaskan tangannya setelah mendaratkan bibirnya dipipi ku.
Aku menggandeng Susan kembali duduk kesisi Hendra. Magda menyambut
Susan dengan senyuman.

Tidak lama setelah aku duduk tangan Magda mencubit paha ku, tapi
matanya menuju ke Susan. Hendra membujuk Magda untuk turun berdansa,
tetapi dengan sopan Magda menolak.

Aku berbisik kepada Magda: " Pergilah! Itu hanya sopan santun dalam
dunia persahabatan. Nggak apa-apa kok.! " ujar ku. Magda mencubit
paha ku lagi dan besbisik, " bang, diam .!"
***
Aku dan Magda mohon diri, Susan dan Hendra berusaha membujuk kami
untuk tinggal sebentar lagi. " Aku mau menjemput mami," jawab Magda
berdalih.

Didalam mobil, Magda marah-marah, " Ngapain abang suruh aku berdansa
dengan om itu hah...!?
" Itu hanya sopan santun...," jawabku.

" Makan sopan santun mu itu. Kenapa bukan abang yang ajak aku?"
" Lho, aku nggak tahu kalau Magda mau .?"

" Mau! Mau gamparin abang. Tadi di mobil sudah aku ingatkan jangan
minum banyak, tetapi abang minum sembunyi- sembunyi. Dimeja mu hanya
sedikit, tetapi ketika dengan Susan aku lihat berapa kali abang
menambah bersama Susan."

" Aku hanya menambah sedikit. Buktinya aku masih bisa ngomong
normal," ujar ku membela diri.
" Lain kali aku nggak mau lagi ikutin abang."

" Iya nggak lagilah. Aku kan mau berangkat ke Jakarta kok .!
" Abang jugul.!"

" Terserah Magda bilang apalah. Bagaimanapun aku tetap mengucapkan
terimakasih; malam ini kamu telah menyelamat kan ku. Kalau tadi Magda
nggak ikut, pasti aku akan kembali seperti dulu mabuk berat.

Kemarin motor mu menyelamatkan ku, aku nggak jadi nginap dirumah
Susan. Malam ini giliran mu menyelamatkan ku. Kebaikan hatimu tak
akan dapat aku lupakan." ujarku serius.

" Zung tak perlu mengucapkan terimakasih seperti itu," ujar Magda
mengelus pipi ku. " Bang, nggak usah coba-coba lagi minum biar
sedikit juga. Nanti abang kembali jadi manusia brutal, tak karuan,"
nasihatnya lembut.

" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"tanyaku
" Di rumah.! Tadi aku bilang menjemput mami, supaya kita bisa pulang,
dan merekapun nggak tersingung. Itu sopan santun bersahabat," ujarnya
ngenyek menirukan ucapakan ku sebelumnya."( Bersambung)

Los Angeles. November 11, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (81)


" I Surrender"

Mau dengar lagunya, klik disini...
oh oh mmm
There's so much life I've left to live/And this fire's burning
still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To
stand for every dream/And forsake the solid ground
And give up this fear within/Of what would happen if they ever
knew/I'm in love with you

*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I
reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A
thousand dreams I still believe
I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never
let go/I surrender

I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason
I go on/And now I need to live the truth
Right now, there's no better time/From this fear I will break
free/And I live again with love/And no they can't take that away from
me/And they will see... yeah
*)
Every night's getting longer/And this fire is getting stronger,
baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call
I surrender
*)
Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free,
take me/My everything I surrender all to you right now
I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything)
My everything (I surrender all to you)

==================== 80 =========
Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan
kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin
tidur. Magda bergegas merapihkan kamar disebelah kamarnya. (
Bersambung)
=================================
Pagi setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda
memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti.
Lihat nantilah,"jawab ku

" Nggak.! Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan
lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga "pariban"nya, takut
diambil orang," ujar Magda ketawa.

Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari.
Susan membawa ku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti
kemauannya, tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya
pikir ku.

Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis
menukil kenangan kami berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan
sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut
cinta.

Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku
sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali
suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirik ku.

Susan meraih tangan ku menggemgam erat, dari mulutnya terucap kata, "
Zung, aku masih menyayangi mu, cinta ku belum berubah. Tetapi sikap
mu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus
berlayar.

Sekiranya abang berkenan lagi mengucap janji cinta mu seperti
beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diri ku, aku akan segera
mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar."

"Susan, biarkanlah perahu ku berlayar mengarungi samudera luas nan
ganas tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahu
ku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahu
ku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balas ku.

"Zung, aku masih mencintai mu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau
abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu
membelah gulungan ombak di lautan luas ."

Lidah ku kelu, mulut ku terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam
hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia
beradab memasung diri ku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami
rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu,
bagaikan kelopak layu sebelum mekar.

" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau
mengerti, dia bertutur banyak tentang unkapan hatiku yang tak
terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela
alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam;
dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan
malam aku tersungkur oleh gelora hati; mata ku rabun oleh gejolak
sukma menapak jalan berkubang."

Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir
ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiring ku kembali ke
kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat
menangkap rangkaian kata yang baru saja ku ucap.

" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang
ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera
menguasai hatinya, dia meraih lengan ku, rona wajahnya ceria, pulih
dihiasi senyuman; kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan
remaja yang baru saja mereguk madu cinta.

Susan mengangkat lengannya keatas, diujung jari lentiknya memainkan
kunci mobil, " Zung, kemudikan" biduk "ini, aku ingin duduk disamping
mu, "ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil.Sepanjang jalan menuju
airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jari ku, sesekali
dia membasahinya dengan kedua bibirnya.
****
Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun
dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah
berpisah selama kurang lebih tiga bulan.

Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta
adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran sesuka. Susan telah
memerankan nyaris sempurna.

Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat
serta memeluk ku, " Bagaimana dengan kaki mu, sudah sembuh.?"
tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.

"Terimakasih om, " balas ku. Susan menyelah, " pap, Tan Zung dapat
menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat
memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat
memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara
semua peserta," jelas Susan.

Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan
Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersama mu sobat ku
yang baik," ucapnya.

Hendra mengajak ku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah
masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat
sungkan menolaknya.

Susan bergayut manja diatas dada Hendra. Hendra berulang mencium
kening Susan dan pipinya setelah habis makan. Hhmm..sempurnanya Susan
memainkan peran ganda; tadi siang duduk di dalam perahu ku meski
layar tak berkembang, kini akan berlayar dengan perahu sejati mu
mengarungi lautan luas tanpa riak dan gelombang, kataku dalam hati.

Sebelum kami meninggalkan hotel, Hendra menyerahkan oleh-oleh kepada
ku sebuah pulpen diujungnya disepuh emas, menurut Hendra mas "10 k".
" Ini hadiah untuk keberhasilan mu." ujarnya

Aku sangat terharu menerimanya, tidak sedikit terpikir oleh ku akan
mendapat sesuatu dari Hendra. Aku juga mau menjemput dia bersama
Susan, karena ingin membalas kebaikan Susan ketika membimbing skripsi
ku. Susan banyak memperbaiki skripsiku, maklum pada saat itu aku
sedang ugal-ugalan karena putus cinta dengan Magda.

Hendra menghantarkan aku pulang sebelum mereka pulang kerumahnya.
Hendra mengajak ku ketemu di diskotik malam minggu dimana kami
pernah bertemu sebelum dia berangkat ke London.

Setelah mereka menghilang disudut ujung jalan, aku segera menuju
kerumah Magda ingin menemaninya karena dia tinggal sendiri dirumah.

Seperti biasanya, dia berlagak marah. " Abang keenakan iya dengan ibu
Susan. Katanya menjemput om itu sore, kok sudah pukul sepuluh
tigapuluh baru datang!?

" Aku diajak makan malam oleh suaminya."
" Jadi abang sudah makan? Kebetulanlah, aku lagi malas kedapur nih."
Aku tarik tangannya menuju keruang tamu. Aku menunjukkan oleh-oleh
yang baru saja diberikan Hendra. Magda menatapku heran.

" Om itu mungkin salah ngasih. Ini pena mahal. Papi dulu punya,
tetapi hilang dicuri orang dari kantornya, " ujar Magda.

" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujar
ku menggoda.
" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin." balasnya ( Bersambung)

Los Angeles. November 11, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (80)


"Power of Love"

Mau dengar lagunya, klik disini...
The whispers in the morning/Of lovers sleeping tight/Are rolling by
like thunder now/ As I look in your eyes/I hold on to your whole
body/And feel each move you make
Your voice is warm and tender/A love that I could not forsake

*)'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for
me/I'll do all that I can/Lost is how I'm feeling lying in your
arms/When the world outside's too/Much to take

That all ends when I'm with you/Even though there may be times/It
seems I'm far away/Never wonder where I am
'Cause I am always by your side

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for
me/I'll do all that I can
We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am
frightened
But I'm ready to learn/Of the power of love

The sound of your heart beating/Made it clear/Suddenly the feeling
that I can't go on/Is light years away

*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for
me/I'll do all that I can
We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am
frightened
But I'm ready to learn/Of the power of love

===================== 79 ===========
" Bang, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat
ke Jakarta. Zung, tanyakan bapa tua kalau abang mau kerja di Medan,
aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)
====================================

Sore hari sebelum Hendra kembali dari London, Susan menjemput ku
kerumah." Tadi ada perempuan mencari mu, katanya kalian ada janji.
Pesan ibu itu kalau abang sudah tiba, segera telephon" ujar ibu kost
ku. Malam itu aku kerumah Magda, aku khawatir malam itu Susan datang
menjemput ku.

" Magda, boleh aku nginap malam ini disini,?" tanya ku.
" Sejak kapan abang pernah ditolak menginap di rumah ini hah...!?.
Kapan abang tiba? Zung, seperti orang ketakutan. Ada apa," tanya
Magda.

" Aku baru saja tiba, langsung kesini. Nanti aku beritahu kenapa aku
langsung kesini. Magda, aku lapar, sejak siang aku belum makan."
" Ambil saja sendiri kebelakang," jawab Magda

" Magda....Magda...! " teriak maminya dari kamar.
Magda kesal mendengar teriakan maminya dari kamar, "Iya...iya mam,
aku sedang buatkan makan untuk orang yang kelaparan." jawab Magda
sambil menarik tangan ku ke dapur.

"Abang ambil sendiri. Ayo sekarang abang teriak lagi." katanya
sambil bertolak pinggang.
" Magda, kok kesal sama aku. Kan mami yang teriak bukan aku.
Ah..nasib orang......"
Segera Magda menutup mulut ku sambil tertawa. Magda seakan tahu
ujung kalimat ku.

" Iya..bang aku buatkan makanan mu. Abang makan disini saja. Tetapi
janji, ceritakan kenapa abang"melarikan diri'."

Magda menunggui ku makan di dapur sambil berdiri. Sebelum habis
makan, mami Magda menemui kami kedapur. Lagi-lagi Magda mendapat
omelan, karena aku makan di dapur sambil berdiri.

Aku kasihan melihat Magda kena omelan terus gara-gara ku. Aku juga
merasakan sikap kasih sayang inang uda, mami Magda, berlebihan
terhadap ku.

Magda diam menunduk setelah diomelin maminya sembari membawa gelas ku
ke ruang makan, aku mengikutinya sementara mami masih berdiri di
dapur. " Inang uda mau kerumah om dokter dulu, kalian jangan ribut
terus," ujarnya

Suasana sedikit terganggu. Aku berusaha menyejukkan hati ito ku
Magda. Aku beranjak dari meja makan menyimpan piring dan gelas ku.
Magda melarang ku, " Bang, tunggu dulu mami belum pergi. Abang senang
kalau aku diomelin lagi. Heran , aku tak pernah diomelin kalau aku
marah kepada adik Jontahn, sama abang kok kayaknya berlebihan, kenapa
iya?"

" Aku juga merasa risih dengan sikap mami. Tetapi mungkin karena aku
dianggap tamu. Tamu itu adalah raja."
"Raja maho !" ketus Magda.

" Ayo bang cerita, kenapa abang melarikan diri kesini mencari
makanan dan buat perkara."
" Sebelum aku tiba, ibu Susan datang kerumah. Susan mau mengajak aku
menginap dirumahnya malam ini untuk yang terakhir, karena besok
suaminya akan kembali dari London. Karena aku belum tiba dia menitip
pesan kepada ibu kost ku, supaya menghubunginya kalau aku sudah
tiba. "

" Abang memang serius nggak mau lagi menginap dirumah ibu itu."
" Itu makanya aku datang kesini. Aku takut dia datang lagi menjemput
ku malam ini. Magda, aku masih merasakan hangatnya air mata ibu
ketika menasihati perihal hubungan ku dengan Susan. Tanpa aku sadari,
aku telah melukai hati dan mempermalukan ayah dan ibu ku. Aku memang
keterlaluan. Aku hanya memikirkan cinta...cinta tanpa pertimbangan
moral, pada hal cinta itu bukanlah segalanya.

Tentang aku , Magda juga tahu, kalau aku paling nggak tahan melihat
air mata perempuan. Aku sering " jatuh oleh linangan air mata
perempuan". Itulah membuat ku hanyut dengan Susan. Magda maaf, aku
tidak ingin mengungkit masa lalu kita.

Karena kelemahan ku itulah, Magda pernah menyebutku buaya, sama
halnya dengan Susan menyebut jenis reptil yang sama, buaya. " ujar
ku. "Tetapi, syukurlah kalau kamu belum pernah menyebutku ular."
imbuhku sambil ketawa kecut.

" Jadi abang ikut ke bandara menjemput suaminya? Nggak merasa risih
abang berada diantara suami dan Susan yang pernah abang sayangi?.

" Nggak juga. Karena aku sudah tekad, tidak akan berhubungan lagi
dengan Susan. Lagi, Hendra suami Susan sudah aku kenal, ketika ketemu
di diskotik. Juga waktu aku nginap dirumah Susan, aku bicara dengan
dia kok."
" Om itu tahu kalau abang nginap dirumahnya? Om itu nggak bilang apa-
apa.?"
" Nggak! malah senang." jawabku.

Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan
kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin
tidur. Magda bergegas merapihkan kamar disebelah kamarnya.
( Bersambung)

Los Angeles. November 06, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (79)


"Sihol na dirohangki"

Mau dengar lagunya, klik disini...
Sihol na dirohangki holan tu ho jala sasada ho/rinduku hanya pada mu,
hanya untuk mu seorang
holong na dirohangki holan tu ho ito pargaulan/kasih ku hanya hanya
pada mu baby
lungun ku ito lungunhu doi sa panghilalaan/rindu mu juga rindu
ku ,love each others

janji na tabahen asa tongtong taringot hasian/ agar janji yang kita
padu senantiasa dalam ingatan
padan na pudun i sotung adong be namangose i/ sumpah yang kita rajut
jangan ada yang ingkar
anggiat lam saut sangkap ta ito na di rohangki/ kiranya niat hati
kita terujut sebagaimana dalam benak ku

*)
sapala na marjanji uang be sirang/ kalau sudah berjanji jangan lagi
berpisah
molo naung marpadan unang be mose/ kalau sudah bersumpah jangan lagi
diingkari
ingkon sisada roha hita nadua au dohot ho/kita harus sehati, aku dan
diri mu
ho dohot ahu na ingkon saut/ engkau dan aku harus berpadu kasih
==================== 78 ============
" Hati-hati di jalan bang.!" ucap Susan
Satu beban berat terlalui tanpa harus menyakiti. Karena demikan
senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah
Magda memberi "laporan". ( Bersambung)
==================================

" Zung, ada apa? Kata mu mau pakai motor sampai besok. Kenapa sudah
kembali? Wajah abang cerah sekali.!?"
" Magda, motor mu "menyelamatkan" ku. Tadinya Susan mengajak ku
menginap, tetapi aku beri alasan motor harus ku kembalikan malam ini,
akhirnya Susan "menyerah". Aku selamat Magda, beban berat ku
berkurang."

" Abang bilang apa sama ibu itu?"
" Aku nggak bilang apa-apa. Kebetulan suaminya pulang minggu depan.
Aku selamat. Aku juga sudah beritahu kalau akan ke Jakarta. Untuk
yang terakhir kali, aku nanti menemaninya menjemput suaminya ke
bandara Polonia.

" Selamat bang ! sekarang tinggal masalah Maya. Oalah.. abang, tak
habis- habisnya masalah mu ," ucapnya sambil mengelus kepala ku.
"Zung kita ke dapur, bantuin aku masak. Bang, segeralah selesaikan
masalahmu dengan Maya, jangan biarkan berlarut-larut; nanti itu akan
menyiksa dirimu sendiri." ujar Magda.

" Aku nggak ada masalah dengan Maya.! Om John "sibagur tano " itu
yang punya masalah. Aku juga kasihan kepada Maya dikekang seperti
anak kecil. Sudah sesuci apa rupanya om John itu, ?" kata ku geram.
" Apa itu " sibagur tano" bang. Aku nggak pernah dengar, " tanya
Magda cekikian.

" Aku pun tak jelas. Itu jenis binatang purbakala dan hidupnya hanya
ada dekat comberan," jawab ku tertawa. " Siibagur tano sejenis kodok,
mukanya paling jelek diantara jenis kodok didunia ini." imbuhku.

" Kok tega benar mengolok-olok om itu, dosa lho bang," ingatnya.
" Ah....nggak apa-apa, dosaku juga paling sebesar kodok. Dosa om itu
lebih besar, sebesar gajah hamil ," ujarku, disambut tawa Magda.
Sementara aku dan Magda asyik ngobrol, mami menjumpai kami ke dapur
sedang memasak.

" Bah Magda ! kau biarkan ito mu motong sayur.? Keterlaluan kau
inang.!" hentak maminya.
Magda sewot, " mami jangan disini, kerjanya ngomel melulu. Memang
kenapa rupannya kalau si abang motong sayur? Nih..lagi bang, iris
kecil-kecil," perintahnya di depan mami, sambil menyerahkan bawang
merah.

Mami, pergi meningalkan kami sambil geleng-geleng kepala.
"Magda nggak boleh seperti itu kepada mami," ingat ku.
" Halah...abang sok nasihati. Cepatan bawang merahnya," ujarnya
diiringi senyum.

"Zung, aku sedih kalau abang jadi ke Jakarta. Nggak ada lagi teman ku
ribut. Nggak ada lagi bantuin aku motong cabe, sayur dan bawang,"
ujarnya bergurau. "

Sementara aku asyik motong bawang dia menggebrak meja dengan sendok
besar, " Bang! dengar nggak aku ngomong," suaranya menghentak
bergaya galak.
" Iya aku dengar, gara-gara kamu galak, tiada hari tanpa ribut. Maka
aku pergi jauh." balas ku, disambut gelak Magda.

Aku dan Magda seharian diliputi rasa ceria, iya sebagai mantan
kekasih, tetapi kini lebih kental sebagai" ito".
Masih didapur, Magda mengajukan rencana setelah wisuda pergi wisata
ke danau Toba satu malam.

" Kalau abang mau biar aku ajak Mawar. Nanti kita nginap di villa om
dokter."
Aku setuju usulannya. " Tetapi jangan langsung malam harinya, karena
orangtua ku datang menghadiri wisuda itu."
" Terserah kapan yang penting abang mau. Nggak apa-apa kalau Maya
ikut." ujarnya.

" Magda, jangan kau buat perkara baru lagi , " ujar ku.
" Iya nggak usah kalau abang nggak mau," balasnya sambil menuju ruang
depan untuk menghubungi Mawar.

Magda kembali kedapur, " Zung, kita jadi berangkat. Mawar senang,
pesannya hanya kita bertiga saja."
" Magda, beberapa hari nanti aku nggak bisa datang kesini, aku mu
pulang dulu. Orangtua ku pasti menunggu berita hasil sidang ku."

" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulaan ini abang mau berangkat
ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapa tua kalau abang mau kerja di
Medan, aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)

Los Angeles. November 06, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (78)


"Almost Lover"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind
Images
You sang me Spanish lullabies/The sweetest sadness in your eyes
Clever trick
Well, I never want to see you unhappy/ I thought you'd want the same
for me
*)
Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not to
think about you/Can't you just let me be?
So long, my luckless romance/My back is turned on you/Should've known
you'd bring me heartache
Almost lovers always do

We walked along a crowded street/You took my hand and danced with me
Images/And when you left, you kissed my lips/You told me you would
never, never forget
These images
No/Well, I'd never want to see you unhappy/I thought you'd want the
same for me
[Chorus]
*)
I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot
wake up in the morning
Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted/And I bet you
are just fine
Did I make it that/Easy to walk right in and out/Of my life?
*)
================= 77 ========
" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu
sambil mau liburan. Magda mau ikutan.?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara
lemah.( Bersambung)
============================

Mawar tidak jadi datang makan malam bersama kami. Setelah makan mami
Magda memberi nasihat kepada Magda dan aku. Magda menitikkan air
mata, dia memanggil lirih papinya dalam isak, maminya juga ikut
menitikkan air mata.

Aku bangkit dari kursiku dan memeluknya, " Magda, jangan menangis,"
bujuk ku sambil mengelus kepalanya. Magda balas memelukku sambil
memanggil papinya. Aku juga tak kuasa menahan air mataku.

Aku teringat ketika jenazah papinya masih di rumah,kala itu, Magda
berulang memanggil papinya dalam ratap, " Papi bangun, abang Tan Zung
datang. Papi bangun," tangisnya ketika aku datang melayat kerumahnya.

Magda mengakihiri tangisnya ketika maminya mengingatkan: " Sudahlah
boru, mestinya kita bahagia atas keberhasilan mu. Mami sangat senang
melihat Magda, Mawar dan ito mu Tan Zung berhasil menyelesaikan
kuliah."
****
Esok hari menjelang siang, aku berangkat menemui Susan ingin
mengucapkan terimakasih sekaligus memberitahukan keberangkatan ku ke
Jakarta. Susan menyongsongku ke teras rumahnya dan berteriak, "
Selamat datang doctorandus Tan Zung," sambutnya sambil memeluk ku.
Kebetulan Zung, aku mau makan, mari duduk kita makan bersama,"
ajaknya.

Susan menggandeng tanganku ke meja makan. Saat makan, aku sampaikan
niat ku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan. " Aku mau cari kerja
disana, " kataku.

" Lho, dulu abang bilang mau kerja di tempat kerja papi almarhum?.
Kebetulan mingggu depan suami ku mau kembali dari London. Nanti kita
kekantor cabang isi lamaran, mereka butuh jurusan akuntansi. Zung,
gajinya lumayan besar jangan sia-siakan.!" ujarnya.

Hatiku terasa terbang setelah memberitahukan suaminya pulang minggu
depan. Aku tak harus lagi "meralat" ucapan ku akan menikahinya. Aku
juga sudah nggak tertarik dengan tawaran bekerja di kantor almarhum
ayahnya meski gajinya termasuk paling besar dibandingkan dengan gaji
pegawai negeri sipil atau be-u-em-en lainnya. Susan terus mendesak ku
supaya minggu depan mengisi lamaran di kantor almarhum ayahnya juga
tempat suaminya berkerja.

Menjelang akhir percakapan kami, Susan mengajak ku ikut menjemput
suaminya ke pelabuhan udara. Aku tak dapat mengelak permintaanya.
"Aku minta tolong, minggu depan menemani ku menjemput Hendra,
boleh?". tanyanya.

Aku menyanggupi permintaannya. Permintaan terakhir, pikir ku. Aku
beritahukan kalau aku sudah pindah ke tempat ku semula. Selama makan
siang, tak ada lagi kata-kata cinta terucap dari mulut ku dan Susan.
Kecuali menjelang ketika aku minta ijin pulang.

Dengan perasaan berat Susan membiarkan ku pulang sebelum senja.
Berulangkali dia membujuk ku untuk menginap, " Untuk yang terakhir
bang, sebelum suamiku pulang, " bujuknya.

Aku menolak permintaan untuk menginap, aku berdalih mau mengembalikan
motor pinjaman ku. Susan tampak kecewa berat. Susan mendekati ku, "
Abang, berubah jauh dibandingkan sebelumnya. Kenapa?.Kamu punya pacar
baru?"

" Nggak.! Aku janji motor akan ku kembalikan sebelum malam hari.
Mungkin lain waktu, aku datang lagi."
" Nanti nginap sebelum suamiku pulang iya bang!. Kita sama berangkat
dari rumah ini, " ujarnya.

" Iya, aku lihat dulu. Mungkin aku pulang dulu sebelum aku berangkat
ke Jakarta. Tapi pasti aku ikut menjemput suami mu." ujar ku
meyakinkannya.

" Aku jemput abang kerumah malam sebelum suami ku tiba, ?" tanyanya.
" Telephon dulu, mungkin aku belum tiba dari kampung." jawab ku.
Susan menghantarkan ku hingga kehalaman rumahnya dengan perasaan
kecewa.

" Perubahan abang terlalu cepat, kenapa ? Karena abang sudah tamat
iya, ?" tanyanya.

Ah...tembakan "duabelas pas" pikir ku. Meski harus berpisahaku aku
tetap bersikap santun. Berpisah tidak harus saling menyakiti. Aku
mengecup pipinya sebelum meninggalkannya. Susan memeluk ku. Aku
merasakan getaran tubuhnya.

Aku segera mengakhirinya sebelum aku diajak kembali kerumah. Susan
melepaskan pelukannya dengan rasa kecewa. " Hati-hati di jalan
bang.!" ucap Susan

Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan
senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah
Magda memberi "laporan". ( Bersambung)

Los Angeles. November 06, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (77)


"Untuk sebuah nama"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Kupejam mata ini dikebisuan malam
oh mimpi bawalah dia dalam tidurku
untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar
oh mimpi dimana dia dambaan hati
*)
biarlah hanya dalam mimpi kita saling melepaskan rindu
biarlah hanya dalam mimpi kucumbui bayangan diri mu
kau satu segalanya bagiku diantara berjuta disana
kau saja belahan jiwa ini tak ingin yang lain disisku

Untuk sebuah nama
Kupejam mata ini dikebisuan malam
oh mimpi bawalah dia dalam tidurku
untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar
oh mimpi dimana dia dambaan hati
*)
=================== 76 =============
Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa
lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak
segan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya
aku "melenceng".( Bersambung)
================================
Dengan kedekatan ku sebagai saudara mengharap, dia akan merubah
keputusan tidak akan menikah selamanya. Aku telah tulus melepaskannya
seandai Magda mempunyai pilihan lelaki lain.


Aku juga tak segan mengutarakan masalah pribadi ku tanpa ada maksud
mempengaruhi agar hubungan kami kembali. Kini, hanya aku ingin
menunggu waktu yang tepat membicarakan mengenai Maya. Kembali kami
berbicara mengenai hubungan ku dengan Susan.

" Zung, perkuliahan kita sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu abang
takut kan. Jangan abang gantung perasaan ibu Susan. Segeralah abang
mengambil keputusan. Tetapi saran ku, akhirilah hubungan mu dengan
dia. Aku berani mengatakannya, karena ibu itu punya suami, apapun
alasannya, abang tak pantas menggunting dalam lipatan." ujar Magda
serius.

" Iya, rencana ku besok hendak kesana. Boleh aku pinjam motor mu?"
" Nggak terlalu jauh naik motor kerumahnya.?" tanyanya.

" Iya memang cukup jauh, tapi nggak apalah, biar ada alasan ku pulang
mengembalikan motor bila Susan menahan ku menginap dirumahnya.
Magda, entah kenapa aku paling sukar menolak permintaannya, itu
kelemahan ku yang selalu dimanfaatkan ibu Susan.

Memang selama ini kalaupun aku nginap, kami tak pernah berbuat
melampaui batas. Aku dan Susan masih bisa menahan diri. Magda,
mungkin aku pinjam motor mu dua hari karena aku juga rencana mau
pindah dari rumah kost ku sekarang, menungu berangkat ke Jakarta
akhir bulan ini.

" Abang pakai saja sesuai kebutuhan mu, nanti aku pakai mobil antar
mami kepasar atau ketempat lain. Abang serius mau ke Jakarta,?"
tanyanya pelan.

" Iya, aku serius." jawab ku. Aku segera mengajak Magda pulang, aku
melihat ada perubahan dalam wajahnya ketika ku katakan akan berangkat
ke Jakarta akhir bulan. Memang akupun merasakan beratnya meninggalkan
kota Medan, kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dikota ini
aku mengenal indah dan pahitnya hidup bercinta.

" Ada yang aku bicarakan dengan mu Magda, kita bicarakan dirumah
saja."
Magda merasa heran setelah aku mengajak pulang dan ingin membicarakan
hal yang serius, sementara aku akan berangkat ke Jakarta. Aku
menduga, pikirannya pasti mengenai hubungan kami lagi.

Magda mengajak ku bicara di rumah, ketika aku mengambil tempat duduk
di teras. Dia mengajak ku ke dapur. Magda menyediakan minuman teh
hangat untuk kami beerdua. " Ada hal yang serius bang? " tanyanya
sambil menyeduh teh. Aku membantu dia mengangkat kedua gelas ke ruang
tamu. Magda duduk berhadapan dengan ku.

" Magda, ketika aku pulang kampung, Sinta mendesak-desak ku berteman
dengan Maya. Awalnya aku nggak tertarik. Tetapi karena semua keluarga
termasuk ompung kita "komporin" akhirnya aku mau. Maya itu teman ku
sekelas ketika di es-de hingga di es-em-pe. Orangnya baik dan
cerdas seperti kamu."

" Lalu kenapa dengan Maya?"

" Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Maya. Yang menjadi masalah
adalah om dia. Ketika aku mengantar Maya pulang, om itu menunjukkan
rasa tidak senang dengan ku. Dia adalah dosen di salah satu fakultas
di kampus kita.
Dia mengetahui hubungan ku dengan Susan. Menurut Lisa kakak Maya, itu
alasannya melarang Maya berteman dengan ku. Hampir sebulan ini aku
tak pernah ketemu dengan dia, kecuali dengan kakaknya. Om nya selalu
mengawasi langkah Maya."

" Nah....sekarang baru ketahuan, aku dan Mawar sudah tertanya-tanya
setelah pulang dari kampung abang seperti kehilangan semangat.

Rupanya ini penyebabnya. Ooohh.....abang ku, aku kan sudah bilang
sebelum abang berangkat kekampung, jangan lagi "main api", yang satu
belum beres yang baru datang lagi."

" Itulah alasannya, aku mau berangkat akhir bulan ini. Tadinya
rencana ku dua bulan mendatang."
" Zung, aku mau mendatangi Maya, apa pesan mu.?"
" Nggak usah lagilah, aku capek. Aku hanya ingin memberitahu sebelum
kamu tahu dari orang lain."

" Jadi abang mau "melarikan diri" ?
" Nggak.! Aku hanya menenangkan diri sambil mau cari kerja."
" Bang, kenapa harus di Jakarta. Abang kerja di Medan saja. Kalau
abang berangkat, nggak ada lagi teman ku berantam. Aku serius, minggu
depan aku dan mami ke kantor gubernur, biar aku tanyakan bagian
personalianya."

" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu
sambil mau liburan. Magda mau ikutan.?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara
lemah.( Bersambung)

Los Angeles. November 05, 2008

Tan Zung




Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (76)


"Have You Ever Seen The Rain"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Someone told me long ago/There's a calm before the storm,
I know;

It's been comin' for some time./When it's over, so they say,/It'll
rain a sunny day,/
I know;

*)Shinin' down like water./I want to know, have you ever seen the
rain?/I want to know, have you ever seen the rain
Comin' down on a sunny day?
Yesterday, and days before,/Sun is cold and rain is hard,
I know;

Been that way for all my time./'Til forever, on it goes/Through the
circle, fast and slow,
I know;
It can't stop, I wonder.
I know;
*)
=================== 75 ===============
" Abang tenang saja, nggak usah gugup menjawab pertanyaan mereka,
apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya bukan main. Pertanyaannya
aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan mata kuliah dia. Ibu Susan
mantap bang, pertanyaannya sangat enteng." ujar Mawar. ( Bersambung)
======================================
Magda keluar ruangan lebih cepat dibandingkan dengan mahasiswa yang
diuji sebelumnya. Magda berlari kecil menuju kearah ku dan Mawar.
Magda memeluk ku, juga mengeluarkan air mata kebahagiaan. Dia
mengangkat wajahnya memandangku, " Bang, akhirnya perjuangan kita
nggak sia-sia." ujarnya.


" Magda, kau lupa, nasib ku masih diujung tanduk. Aku belum diuji,"
kataku datar.

Magda terdiam mendengar ucapan ku. " Abang pasti lulus, pasti!. Nggak
usah gentar bang. Hadapi mereka dengan tenang. Ibu Susan mengajukan
pertanyaan sangat ringan." ujarnya memberi semangat.

Magda dan Mawar terus memberi ku semangat sebelum giliran ku tiba.
Aku nggak sabaran menunggu giliran, mestinya giliran ku sudah tiba.
Magda mulai gelisah dia ke sekretariat menanyakan kapan giliran ku.

Karyawan yang ditanyakan tersenyum menjawab Magda, " Gilirannya
diganti dengan yang paling akhir, karena namanya berawal huruf " Z".
Ini pasti kerjaan Susan pikirku, setelah Magda memberitahukan alasan
sekretariat mengundurkan giliranku yang paling akhir.

Magda dan Mawar mengantarkan ku hingga kedepan pintu ruangan sidang.
Magda menghentak punggungku," tenang bang." ujarnya memberikan
semangat.

Aku melihat Susan duduk diantara dosen penguji. Dia memandangi ku
hingga aku duduk dikursi"pesakitan". Susan mengawali pertanyaan,
segera ku sambar. Susan mengangguk. Susan meberi kesempatan kepada
dosen lainnya, semuanya kulahap. Terakhir Susan mengakhiri dua
pertanyaan, keduanya " aku kunyah habis".

Aku lulus sangat memuaskan. Aku segera bangkit dari tempat duduk ku
dan menyalami Susan, " terimakasih bu." ucap ku. Aku juga menyalami
semua dosen penguji lainnya. Aku meninggalkan ruangan seperti
berjalan di udara karena kebahagian.

Aku ingin terbang ke kampung memberitahu hasil ujian ku. Tadinya
kedua orang tuaku mau menghadirinya, tetapi karena nenek ku sedang
sakit, mereka tak tega meninggalkannya.

Magda dan Mawar menyambut ku, keduanya memeluk ku, " Abang
lulus.....Magda menempelkan pipinya ke pipiku agak lama. Kan tadi aku
bilang akhirnya perjuangan kita tidak sia-sia," ujarnya sambil
menyeka air mata.

Mawar mengajak aku dan Magda kerumahnya. Magda menyerahkan kunci
motornya, " Zung yang bawa," ujarnya.
Sebelum kerumah Mawar, kami mampir dulu kerumah Magda. Mami Magda
menyambut kami dengan rasa sukacita. Satu persatu kami diciumi, air
mata kebahagiaan mengiringinya, " Akhirnya kalian semua berhasil,
inang uda bangga," ujarnya pada ku.

Mami mengingatkan Magda, Aku dan Mawar makan malam bersama. Segera
kami berangkat menuju rumah Mawar. Suasana dirumah Mawar sangat riuh,
seluruh keluarga dan ponakan berkumpul.

Mawar memperkenalkan ku kepada kakak ipar dan seluruh keluarga. "
Oohh..yang ini namanya Tan Zung. Apa khabar mu adik , nama mu sering
kakak dengar tapi nggak pernah ketemu," ujar kakak Mawar yang paling
tua.

Aku berbisik ke Magda, " Kita pulang saja, lebih baik kita dirumah
mu. Suasananya terlalu ramai, aku pusing," keluh ku.

"Zung, kau cari perkara. Nanti Mawar marah. Sabar dikitlah bang, iya
nanti kita kerumah, tapi tunggu dulu sebentar," bujuknya.
" Magda, aku serius, kepala ku pusing aku mau istrahat. Aku kurang
tidur tadi malam."

Magda memanggil Mawar dari dapur. Mawar tak keberatan aku pulang
duluan setelah melihat pisik ku agak lemah. Sebelum kerumahnya, aku
singgah di kedai kopi "aseng" ingin beli makanan pengganjal perut.
Aku baru sadar kalau sejak pagi aku hanya minum teh.

" Ngapain kita kesini bang? Jangan, aku nggak mau, " ujarnya. dia
tetap dalam boncengan.
" Magda, aku lapar. Sejak pagi aku nggak makan, nggak selera, "
ujarku.

" Kita makan pangsit di Selat Panjang saja. Aku juga lapar ," katanya.
" Zung, kali ini aku yang traktir, jangan pakai tersinggung segala.
Abang nanti kutinggal," ujarnya ketawa.

Aku dan Magda agak lama di restaurant, kebetulan pengunjungnya agak
sepi. Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa
lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak
segan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya
aku "melenceng". ( Bersambung)

Los Angeles. November 05, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (75)


"From This Moment On"

Mau dengar lagunya, klik disini...

From this moment life has begun/From this moment you are the one
Right beside you is where I belong/From this moment on

From this moment I have been blessed/I live only for your happiness
And for your love Id give my last breath/From this moment on

I give my hand to you with all my heart/Cant wait to live my life
with you, cant wait to start
You and I will never be apart/My dreams came true because of you

From this moment as long as I live/I will love you, I promise you this
There is nothing I wouldnt give/From this moment on

Youre the reason I believe in love/And youre the answer to my prayers
from up above
All we need is just the two of us/My dreams came true because of you

From this moment as long as I live/I will love you, I promise you this
From this moment/I will love you as long as I live/From this moment on
======================== 74 ================
Magda malah mengenyek ku, " kasihan... telephon aku kalau abang
rindu," ujarnya sambil memegang tangan ku.
" Aku tak butuh suara mu, aku ingin lihat wajah mu," ujar ku ketawa.
" Boleh bang, bawa saja foto copynya," balasnya bergurau.(Bersambung)
==========================================

" Maaf bang, bagaimana urusan mu dengan ibu Susan? Abang serius tidak
mau berhubungan lagi dengan dia?"
" Iya. ayah dan ibuku sangat marah gara-gara hubungan ku dengan
Susan."
" Bagaimana mama tua tahu kamu pacaran dengan Susan?" tanya Magda.
" Ada teman sekampung tinggal dengan omnya di kampus, memberi tahukan
kepada Sinta. Sinta menceritakan kepada ibu."


" Oh..Maya yang rambutnya panjang?" sahutnya.
" Bagaimana kamu kenal dengan dia?" tanya ku penasaran
" Aku dan Sinta beberapa kali ke rumahnya sebelum pernikahan. Dia
pendamping Sinta bukan,?" tanyanya meyakinkan.
" Iya dialah orangnya," jawab ku

Ah..Medan kecil sekali. Kaki ku terpelintir di Sungai, ibu Ginting
ketemu Magda di pasar dan tak sadar membocorkan kepergian ku dengan
Susan. Bicara tentang Maya, secara kebetulan Magda mengenalnya lewat
Sinta.

Magda menanyakan ulang keputusan ku tentang hubungan Susan. Aku
jelaskan aku akan kesana setelah wisuda. " Mau Magda menemani ku
kesana?"
" Maksud abang aku ikut mutusin pacar mu? Nggak lah.! Kalau cuma
sekedar jalan, aku dan Mawar mau." jawabnya, disambut ketawa Mawar.
****
Waktu yang ditunggu tiba untuk mempertanggungjawabkan skripsi
dihadapan dewan penguji. Dari sejumlah mahasiswa dengan jurusan yang
sama, kelihatan yang paling siap adalah Magda. Tak sedikipun beban
tampak di wajahnya, selalu ceria jalan kian kemari menyapa teman-
teman mahasiswa lainnya, sementara aku dan Mawar duduk dipojok
ruangan seperti orang kedinginan.

Sebelum memasuki ruangan sidang, Susan menemui ku, "Kapan kamu
kembali dari kampung," tanyanya.
" Aku cuma seminggu dikampung, karena aku, Mawar dan Magda membahas
ulang beberapa bab skripsi dalam menghadapi sidang nanti." jelas ku.

Mawar mencubit lenganku, sementara Magda berjalan cepat menemui ku
setelah Susan meninggalkan aku dan Mawar.
" Ngapain ibu itu.?" tanyanya berbisik.
" Dia bilang, "kangen berat sama ku " ucap ku ketawa sekaligus
mengusir ketegangan.

Magda tak puas dengan jawaban ku, dia bertanya lagi kepada Mawar.
" Mawar, ibu itu bilang apa?"
Mawar cekikan melihat ke ingintahuan Magda. " Ibu Susan menanyakan
kapan kembali dari kampung. Rupanya abang kita ini belum melapor sama
ibu itu." jawab Mawar.

"Oalah abang, tega benar. Pada hal ibu Susan rindunya setengah mati,"
Magda ngenyek.
" Magda hentikan dulu ocehan mu sebentar lagi giliran ku." kata ku.
Magda menjauh setelah dilihatnya aku merasa terganggu. " Bang tenang
saja, jangan panik," ujarnya meninggalkan ku.

Mawar mendahului aku dan Mawar maju ke sidang. Aku hentak lengannya
memberi semangat. Magda duduk dekat ku menggantikan Mawar. Magda diam
malah perasaan ku semakin tegang. Aku awali pembicaraan ringan seakan
aku tak punya beban lagi menghadapi sidang.

" Magda, tadi ibu Susan ngajak aku, Magda dan Mawar makan malam
dirumahnya," ujar ku bergurau.
Magda menyahuti ku dengan berguyon juga, " aku akan mengundang ibu
itu dan abang kerumah makan malam, " ujarnya tak serius.

Sementara aku asyik bicara- menghilangkan rasa tegang- dengan Magda,
Mawar keluar dari ruangan sidang dengan wajah ceria. Mawar berlari
menuju kami dan merangkul Magda kemudian merangkul ku. " Aku lulus
dengan nilai sangat memuaskan bang,!" ujarnya berurai air mata
bahagia.

Giliran Magda masuk ke ruangan sidang. Mawar memberiku masukan
menghadapi dosen penguji. " Abang tenang saja, nggak usah gugup
menjawab pertanyaan mereka, apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya
bukan main. Pertanyaannya aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan
mata kuliah dia. Ibu Susan mantap bang, pertanyaannya sangat enteng."
ujar Mawar. ( Bersambung)

Los Angeles. November 05, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......