Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang


"Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ..."
(bdk. Mzm. 145:9a)

Saudara-saudari yang terkasih,
segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada, Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.

1. Dalam suasana kebahagiaan Natal sekarang ini, kembali Tuhan menyapa dan mengingatkan kita umat-Nya untuk merayakan Natal ini dalam semangat kedamaian, kebersamaan dan kesahajaan. Dengan mengucap syukur sambil melantunkan kidung Natal dan doa, kita merenungkan, betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita! Ia yang telah lahir bagi kita manusia, adalah juga Dia yang telah menebus dosa kita dan mendamaikan kita dengan Allah, Bapa kita. Dengan demikian, Ia menyanggupkan kita untuk hidup bersama, satu sama lain dalam damai Natal itu. "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya"[1]. Kabar Gembira Natal itulah yang harus kita hayati dan wujud-nyatakan di dalam kehidupan kita bersama.

Tema Natal kita tahun ini adalah: "Tuhan itu baik kepada semua orang." Tema ini hendak mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya[2]. Allah adalah Allah bangsa-bangsa[3]. Ia tidak hanya mengasihi Israel saja, tetapi juga Edom, Mesir, bahkan semua bangsa-bangsa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia".[4] Allah mengasihi dunia dan manusia yang hidup di sana dan manusia diperintahkan-Nya untuk mengolah dan menaklukkannya.[5]

Sebagaimana kelahiran Yesus Kristus adalah bagi semua orang, maka umat Kristiani pun hidup bersama dan bagi semua orang. "Semua orang" adalah siapa saja yang hidup dan bertetangga dengan kita, tanpa membeda-bedakan, sebagaimana Allah, Bapa di surga, juga menyinarkan matahari-Nya dan menurunkan hujan-Nya kepada semua orang tanpa membeda-bedakan.[6] Di dalam interaksi kita dengan sesama, pemahaman ini meliputi semua bidang kehidupan. Yesus Kristus memerintahkan, agar kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.[7] Itulah hakikat inkarnasi Ilahi di dalam diri Yesus Kristus yang adalah Manusia bagi orang lain. Kelahiran Yesus Kristus mendasari relasi kita dengan orang lain. Maka kita menjalin relasi dengan sesama, tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan.

2. Dalam semangat inilah kita merayakan Natal sambil merefleksikan segala peristiwa yang telah kita lalui di tahun 2009 seperti misalnya Krisis Ekonomi Global, Pemilihan Umum, Aksi Terorisme sampai dengan Bencana Alam yang melanda beberapa wilayah Tanahair kita. Segala peristiwa tersebut mengingatkan kita untuk senantiasa menyadari kebesaran Tuhan dan membuat kita rendah hati di hadapan-Nya. Tuhan itu baik, karena Ia memampukan kita melewati semua peristiwa tersebut bersama sesama kita manusia. Maka Natal ini juga hendaknya memberikan kita hikmah dalam merencanakan hari esok yang lebih baik, bagi manusia dan bagi bumi tempat tinggalnya. Manusia yang diciptakan sebagai puncak dan mahkota karya penciptaan Allah, tidak bisa dilepaskan dari dunianya. Sungguh, "Tuhan itu baik bagi semua orang dan penuh rakhmat terhadap segala yang dijadikan-Nya".[8]

Oleh karena itu, kala merayakan peringatan kelahiran Yesus Kristus, Tuhan kita, kami mengajak seluruh umat Kristiani setanah-air untuk bersama-sama umat beragama lain menyatakan kebaikan Tuhan itu dalam semangat kebersamaan yang tulus-ikhlas untuk membangun negeri tercinta kita. Sebagai bagian integral bangsa, umat Kristiani di Indonesia adalah warganegara yang secara aktif turut mengambil bagian dalam upaya-upaya menyejahterakan bangsa, karena kesengsaraan bangsa adalah kesengsaraan kita dan kesejahteraan bangsa adalah kesejahteraan kita juga. Dengan pemahaman solidaritas seperti itu, umat Kristiani juga diharapkan turut melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang baru Negara ini, demi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata, termasuk juga demi terwujudnya upaya memulihkan keutuhan alam ciptaan yang menjadi lingkungan hidup kita. Merayakan Natal sebagai ungkapan penerimaan kedatangan Yesus Juruselamat, haruslah juga menjadi awal perubahan sikap dan tindakan untuk sesuatu yang lebih baik. Kedatangan Yesus bagi semua orang melalui karya-Nya, dahulu telah dipersiapkan oleh Yohanes Pembaptis dengan memaklumkan perubahan sikap dan tekad ini[9], baik melalui pewartaannya maupun melalui peri-hidupnya sendiri. Hal itu membuat mereka yang dijumpainya dan mendengar pewartaannya bertanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?"[10]

3. Karena itu, melalui pesan Natal ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani:
a.. untuk senantiasa menyadari kebaikan Tuhan, dan dengan demikian menyadari juga panggilan dan perutusannya untuk berbuat baik kepada sesamanya[11]. Kita dipanggil bukan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, sehingga kita dikalahkan oleh kejahatan, melainkan untuk mengalahkannya dengan kebaikan[12], supaya dengan melihat perbuatan baik kita di dunia ini, orang memuliakan Bapa yang di surga[13].
• untuk melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya, terutama yang direncanakan oleh Pemerintah dalam program-program pembangunan manusia seutuhnya. Kita juga dipanggil untuk terlibat aktif bersama dengan gerakan-gerakan atau apsirasi-aspirasi lain, yang mempunyai keprihatinan tulus, untuk mewujudkan masyarakat majemuk yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keikhlasan dan solidaritas memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.

a.. untuk ikut terlibat aktif dalam menyukseskan program-program bersama antara Pemerintah dan masyarakat demi keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya. Dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan, umat Kristiani hendaknya tidak hanya menjadi pelaku-serta saja, tetapi juga menjadi pemrakarsa.

Akhirnya, Saudara-saudari seiman yang terkasih, marilah kita berdoa juga bagi Pemerintah kita yang baru, yang dengan demokratis telah ikut kita tentukan para pengembannya, bersama dengan seluruh jajarannya dari pusat sampai ke daerah-daerah, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Itulah yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Demikianlah pesan kami. Selamat Natal 2009 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2010. Tuhan memberkati.

Jakarta, November 2009

Atas nama
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
DI INDONESIA (PGI) (KWI)
Pdt. Dr. A.A. Yewangoe Mgr. M.D.Situmorang OFMCap.
Ketua Umum Ketua

Pdt. Dr. R. Daulay Mgr. A. Sutrisnaatmaka MSF.
Sekretaris Umum Sekretaris Jenderal

-------------------------------------------------------------------------------
[1] Luk. 2:14.
[2] Bdk. Kej.1:26.
[3] Bdk. Mzm. 47:9-10.
[4] Yoh 3:16-17.
[5] Bdk Kej. 1:38.
[6] Bdk. Mat 5:45.
[7] Bdk. Mat. 22:39.
[8] Mzm. 145:9.
[9] Bdk. Mrk. 1:4; Luk. 3:3.
[10] Bdk. Luk. 3:10.
[11] Luk. 6:33; Gal. 6:9.
[12] Bdk. Rom 12:21.
[13] Bdk Mat. 5:16; 1Ptr. 2:12.


Baca Selengkapnya......

Partangiangan (Ibadah) Tempat Kampanye ? Ngak Lah Yauuuu….



Partangiangan (Ibadah) Tempat Kampanye ? Ngak Lah Yauuuu…
.
St. Simson Tampubolon

Saat minum bandrek dimalam hari bersama seseorang yang saya hormati dan seorang sahabat saya, saya dikejutkan dengan rencana akan datangnya seorang Caleg dari partainya Esbeye ke partangiangan Wyik (lingkungan) yang akan kami adakan pada hari Rabu yang akan datang. Sambil menarik rokok kesenanganku, aku diam seribu bahasa menanti mendengarkan penjelasan tujuan caleg yang bukan anggota jemaat wyik kami, ingin hadir di tempat ibadah di lingkungan kami sementara (yang saya tahu) caleg tersebut hampir tidak pernah mengikuti partangiangan di wyiknya. Katanya, tujuannya meminta doa agar dirinya dapat kembali duduk di parlemen.

Karena dalam penjelasan tersebut hanya dikatakan meminta doa, saya tawarkan, bagaimana bila caleg tersebut tidak perlu hadir di partangiangan wyik kami dan kami akan mendoakannya dan bila pun harus hadir dalam partangiangan tersebut, caleg dimaksud tidak boleh berbicara apalagi membagi-bagikan kartu nama atau apapun bahan-bahan peraga alat kampanyenya.

Tentu tawaran saya tersebut tidak menarik dan menanyakan apa alasan menolaknya. Tentu saja, saya menjelaskan bahwa Eforus HKBP GHM Siahaan almarhum saat HKBP ditekan untuk memberi dukungan kepada kekuatan politik yang sangat berjaya di masa pemerintahan Orde Baru pernah mengatakan Let The Church be The Church. Biarlah gereja tetap gereja yang netral tidak berpihak kepada partai tertentu dan menjaga jarak kepada partai politik. Kedua, dari dulu juga Undang-undang melarang hal itu !. Dalam Undang-undang yang berlaku saat ini, yakni UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, dilarang untuk melakukan kampanye di tempat ibadah (Pasal 84 UU No.10/2008 dan Pasal 26 (1) h, Peraturan KPU No. 19/2008). Dalam UU dan Peraturan tersebut, jelas didefinisikan bahwa Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu termasuk mengajak memilih seseorang atau partai tertentu. Bagi saya, kedatangan kami setiap Rabu malam ke rumah-rumah jemaat untuk melakukan partangiangan bahwa rumah tersebut adalah tempat ibadah atau ‘memindahkan’ gedung gereja ke rumah jemaat. Jadi jelaslah melakukan kampanye di partangiangan, walaupun setelah ibadah ditutup tidak diperkenankan. Berita bahwa Panwaslu Kota Medan pada tanggal 8 Februari 2008 lalu melaporkan dua caleg perempuan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) serta satu orang fasilitator ke Poltabes Medan karena dituduh melakukan kampanye di tempat ibadah di salah satu rumah pada saat perwiridan (http://harianmandiri.wordpress.com/2009/02/09/panwaslu-medan-polisikan-caleg-perempuan-ppp/), memperjelas pemahaman saya bahwa ‘kampanye’ ditempat peribadatan (walau dilakukan dirumah-rumah) merupakan pelanggaran !.

Dengan penjelasan tersebut, kedua rekan saya minum bandrek tadi, memahami dan menyetujui bahwa kedatangan seseorang caleg pada partangiangan tidaklah perlu didukung. Dan kami sepakat untuk menjadi bahan pembahasan di sermon hari Selasa yang akan datang. Walau konsekwensi dari tidak diperkenankannya caleg tersebut akan berdampak juga bagi sahabat kami satu kumpulan yang juga merupakan seorang caleg akan terkena dampak dari ketidak setujuan saya tersebut. Maaflah, saya tidak pernah melihat sentimen perkerabatan atau karena tidak senang kepada seseorang untuk menyatakan pendapat.
Sayang, saya memang tidak pernah bisa tepat waktu untuk Sermon yang selalu dimulai pukul 16.30 karena pekerjaan saya harus menuntut pulang secepat-cepatnya pukul 17.30. Kehadiran saya di Sermon tersebut hampir tidak berguna karena telah ditetapkan kedatangan seorang Caleg ke partangiangan diperbolehkan. Namun saya belum patah arang. Sebelum sermon ditutup, saya minta izin untuk berbicara sebentar, dan saya menggugat keputusan yang telah ditetapkan untuk mengizinkan seorang caleg untuk berkampanye di partangiangan Wyik dengan menyampaikan alasan-alasan di atas. Seorang rekan saya Sintua, yang pada periode pemilu lalu melakukan ‘kampanye’ (sebagaimana definisi di atas) tidak sepakat dengan perkataan saya. Pertama, kegiatan tersebut bukanlah kampanye menurutnya dan juga mencontohkan bahwa Pimpinan HKBP pun telah melakukannya dengan mengumpulkan warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk di doakan. Oleh karena itu, bila ada yang tidak setuju dengan hal kebijakan pimpinan HKBP tersebut, dipersilakan untuk keluar dari HKBP. :)

Tentu saja, himbauan atau saran untuk keluar dari HKBP, saran kekanak-kanakan dan juga mengada-ada tersebut tidak akan pernah saya hiraukan. Terserahlah, kalau mengatakan kegiatan itu bukan kampanye, saya mengartikan yang mengatakannya tidak memahami definisi kampanye yang dimaksudkan oleh perundang-undangan. Kedua, walaupun kegiatan pengumpulan Caleg dengan alasan untuk didoakan inipun saya kurang setuju, namun setahu saya, dalam acara tersebut, para caleg hanya hadir dan paling banter didaulat datang kedepan dan tidak berbicara untuk mengajak memilih dirinya atau partai tertentu atau tidak diperkenankan berkampanye. Disamping itu, sebagai manusia tentu saja, pimpinan memungkinkan membuat kebijakan yang kurang tepat dan kita tidak harus keluar dari organisasi tersebut. Bahkan kita harus menjadi bagian dari reformasi menuju kebenaran. Bukan malah keluar !

Walau diskusi yang tidak kondusif tersebut berakhir dengan tidak mengubah keputusan sebelumnya, yakni membolehkan seorang caleg ‘berkampanye’ dalam suatu partangiangan, namun diakhir diskusi, saya mengatakan, akan melaporkan ke KPU atau ke Panwaslu, bila seseorang ‘nekat’ berkampanye di partangiangan wyik atau lingkungan kami. Kalau di wyik lain yang tidak saya lihat ya terserah saja.
Kita menganut azas pemisahan negara dan agama. Partai adalah partai. Gereja adalah gereja. Partai (yang didalamnya banyak orang Kristen) jangan menganggap diri sebagai gereja. Sebaliknya: gereja juga jangan jadi partai atau onderbouw partai, termasuk yang memakai label dan simbol kristen. Kalau mau berpartai silakan. Kalau ingin jadi anggota parlemen atau bupati atau sekalian Presiden baik-baik saja. Tapi mari sama-sama jangan jadikan gereja sebagai kenderaan atau kuda tunggangan. Oleh karena itu, saya mengajak semua warga gereja dan Majelis gereja, bersatu hati dan kukuh menjaga independensi gereja ini.

Memakai bahasa Eforus GHM Siahaan mendiang: Let the Church be the Church. Let the priest be the priest. Bahasa bataknya: paloas ma huria tongtong gabe huria. Horas !!!

Baca Selengkapnya......

"Vox Populi Vox Dei"


Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-IV/2008 yang membatalkan ketetentuan penetapan calon terpilih melalui nomor urut dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, pada Pasal 214 menjadi berdasarkan suara terbanyak, disambut hangat banyak kalangan khususnya masyarakat. Rakyat dapat menentukan siapa wakil yang dikehendaki dalam parlemen. Vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.
Mekanisme dengan sistem suara terbanyak patut diberi apresiasi karena telah mengembuskan angin segar bagi demokrasi kita. Sistem nomor urut yang selama ini dinilai sarat dengan muatan KKN –sering kali dalam proses penentuan nomor urut terjadi politik uang-, tergantung kedekatannya dengan partai tinimbang dengan masyarakat atau konstituennya. Yang akhirnya, kader partai yang duduk di legislatif cenderung sangat loyal kepada pengurus partai tinimbang pemilih yang menjadi konstituennya.


Disatu sisi, sistem berdasarkan suara terbanyak akan menumbuhkan kompetisi antara caleg parpol yang berbeda maupun sesama caleg dalam satu partai. Dengan sistem suara terbanyak, semua caleg mendapat kesempatan sama untuk menjadi caleg terpilih. Terpilih atau tidaknya caleg tergantung bagaimana caranya caleg meraih simpati pemilih. Bagaimana mumpuninya dan bagaimana caleg dapat menjelaskan perjuangannya nantinya dengan baik ke masyarakat pemilih. Kapasitas dan integrasi caleg diuji.
Mekanisme suara terbanyak memang lebih demokratis, kompetitif, dan memenuhi rasa keadilan dibandingkan nomor urut. Namun, penerapan sistem ini, disamping dapat menyebabkan saling jegal antarcaleg baik yang berbeda partai maupun antarcaleg yang berasal dari satu parpol. Persaingan ini bisa menjadi tidak sehat dan meninggalkan kaidah-kaidah etika. Disisi lain, penerapan sistem suara terbanyak, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Pada UU No. 10 tahun 2008 Pasal 218, calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dapat diganti dengan calon dari daftar calon lain pada daerah pemilihan yang sama berdasarkan surat keputusan pimpinan partai politik yang bersangkutan. Ketidak jelasan kesepakatan internal partai dapat menjadi celah terjadinya kepentingan partai atau praktek KKN. Bila ini terjadi maka kesepakatan partai lebih tinggi dari kekuatan hukum undang-undang.
Terlepas dari persoalan-persoalan di atas, saat ini masyarakat lebih jeli dan cerdas, memilih siapa yang akan menjadi wakilnya duduk di parlemen. Walau, masyarakat tetap menerima kehadiran dan menerima pemberian caleg namun masyarakat tetap apatis menanggapi janji yang diucapkan dan tawarkan. Apalagi bila selama ini sejumlah caleg yang sudah pernah duduk di parlemen kurang dikenal pemilihnya karena terlalu sibuk di kegiatan lain atau di kegiatan partai, akhir-akhir ini mendadaki berlomba-lomba mengejar popularitas mendatangi para konstituennya.
Persoalannya adalah siapa yang berhak menyandang sebutan wakil rakyat yang terhormat ? Bagaimana memilih 100 orang wakil rakyat di Provinsi Sumatra Utara dan bagaimana memilih 50 orang wakil rakyat di Kota Medan. Perkara ini tentu tidak mudah. Ditambah lagi, kiprah para caleg belum pernah dikenal masyarakat dan rekam jejak sebagian mereka tidak banyak diketahui. Berbagai peringatan pernah kita dengar, ketika hendak memilih sesorang. Jangan memilih kucing dalam karung, jangan memlihih politikus busuk dan lainnya. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat tidak mengenal caleg dengan baik. Konsekwensi ini dapat mendorong pemilihan caleg akan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) atau primordial, juga politik uang. Kalau ini yang terjadi, kita tidak akan dapat menghadirkan wakil rakyat yang berkualitas dan memikirkan rakyatnya. Artinya, kita akan sulit mengharapkan perubahan yang kita harapkan.

Walau sebagian dari caleg tidak kita ketahui rekam jejaknya dan mendadak sibuk mencari popularitas dengan terjun langsung mengenalkan diri ke masyarakat pemilih, setidaknya,kualitas para caleg dapat tercermin dari spanduk, stiker atau baliho yang mereka pasang. Bila melihat berbagai alat peraga kampanye, mulai dari spanduk, baliho yang marak bertebaran diberbagai tempat saat ini di kota Medan, dan juga stiker serta kartu nama para caleg yang diberbagai pertemuan akan kita terima, kita akan kesulitan menemukan ada kata-kata cerdas yang menjadi visi dan misi dari caleg tersebut. Dimana, yang seharusnya, alat peraga kampanye tersebut berisikan visi, misi & program caleg yang bersangkutan, tidak hanya simbol-simbol atau tanda gambar peserta pemilu saja.

Dari beberapa diskusi dengan para caleg, hampir sebagian caleg kurang mau belajar dan kurang mau mendengar. Hal ini bisa dinilai dari sejauh mana para caleg memahami dan mengerti akan undang-undang saat ini yang berlaku khususnya yang berhubungan dengan pemilu diantaranya UU No.10/2008 tentang Pemilu dan Peraturan KPU No. 19/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta lainnya.

Pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008 perihal Pedoman pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD & DPRD.jelas ditegaskan bahwa penempatan alat peraga tidak pada jalan-jalan protokol dan harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota sesuai dengan Peraturan Daerah setempat serta harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya. Memang kita sadari, keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.

Dari penempatan spanduk & baliho yang ada sekarang, kelihatan para caleg tak percaya diri untuk menyampaikan visi, misi dan program yang akan diperjuangkannya kelak dan tidak mempunyai nilai estetika atau lebih parah lagi tidak memahami peraturan yang berlaku, sebagaimana yang diatur oleh KPU pada Peraturan KPU No.19 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD & DPD. Itu artinya caleg tersebut tidak layak untuk dipilih dan tak layak menjadi anggota parlemen yang terhormat. Belum jadi anggota legislatif saja tidak mengindahkan peraturan atau tidak mau tahu akan ketentuan yang berlaku. Bagaimana lagi bila sudah menjadi wakil rakyat sudah tentu semaunya saja menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan partai politiknya.

Krisis ekonomi global juga akan memicu maraknya praktik politik uang dalam mencari simpati para konstituen. Tentu saja, uang atau barang apa pun yang ditawarkan oleh para caleg dapat diterima, namun caleg tersebut tidak perlu dipilih. Sebab, bila ada caleg yang mempratikkan politik uang, itu artinya calon wakil rakyat yang tak percaya diri, kurang berprestasi dan tidak berkualitas yang tentunya tidak perlu dipilih.
Namun, apa pun hasilnya dari pemilu nanti, harus diterima dengan legawa, karena itulah kehendak rakyat: vox populi vox Dei.

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (88) - Tamat


My Love, Goodbye

Mau dengar lagunya, klik disini...
Hear the wind sings a sad old song/it knows I'm leaving you today
please don't cry oh my/heart will break/when I'll go on my way

*)
goodbye my love goodbye/goodbye and au revoir
as long as you remember me/ I'll never be too far

goodbye my love goodbye/I always will be true
so hold me in your dreams til I/come back to you

see the stars in the skies above/they'll shine wherever I may roam
I will pray every lonely night/that soon they'll guide me home
goodbye

======================" 87 ============
" Sudah puas rindu mu amang sama bapauda.?" tanyanya.
Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa
lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.
Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf
aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam
ku. (Bersambung)
===========================

Magda mengantarkan ku ke airport tanpa kehadiran Mawar. Berapa saat
aku dan Magda duduk diruang tunggu. Sengaja kami berangkat lebih awal
agar lebih lama mengobrol sebelum berpisah. Aku dan Magda berbicara
penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan.


Suasana berubah ketika Maya dan kakaknya Lisa datang menemuiku,kecut.
Magda menyongsong mereka ke luar ruang tunggu. Aku bergabung dengan
mereka. Maya menarik tangan ku memisahkan diri dari kakaknya dan
Magda.

Maya bersedih melepaskan ku, dan minta maaf karena tidak pernah
menemuiku. " Aku kemarin datang kerumah abang, tetapi kata ibu kost
abang jarang di rumah." ujarnya.

Aku tidak menanggapi ucapannya. "Sampaikan salam ku kepada om mu
itu." ujarku sambil menarik tangannya bergabung kembali dengan
Magda dan kakaknya. Maya dan Lisa meninggalkan aku setelah mereka
menyalami ku. Aku dan Magda masuk keruang tunggu melanjutkan obrolan
yang terputus.

Kali ini, Magda tak dapat menahan rasa sedihnya. "Bang, jangan lupa
telephon Magda kalau sudah tiba di Jakarta. Hati-hati jangan lagi kau
sakiti hati perempuan. Cukuplah aku bang." ucapnya.

"Magda, kenapa lagi kau mengingatkan masa lalu kita.?"
" Aku sudah berusaha bang, tetapi kadang kala kenangan itu datang
sendiri. Sukar sekali melupakannya. Lima tahun waktu yang cukup lama
kita saling mencinta.

Kemudian abang datang lagi, meski ruang hatiku telah tertutup kepada
siapapun. Aku akui, kadangkala aku sukar membedakan antara saudara
dan asmara; Abang telah memberikan keduanya.

Namun kali kedua, waktu jua yang memisahkan kita. Zung, aku ingin
mencium mu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi
dan juga sebagai saudara," ucapnya.

Magda menyandarkan wajahnya diatas dadaku usai mencium ku, sambil
menyeka air mata dengan saputangannya.
" Magda, waktu jua yang akan memisahkan kita. Ternyata pemilik waktu
itu tidak merestui kita. Magda telah tulus melepaskan ku? Jawablah
aku Magda. Dalam beberapa menit lagi kita sudah akan berpisah." desak
ku.

Magda diam, membisu. Akhirnya dia perlahan menggelengkan kepalanya,
kembali dia membenamkan wajahnya dalam pelukan ku. " Aku nggak tahu
bang, apakah aku tulus atau tidak. Seperti aku tadi katakan, aku
sukar membedakan antara saudara dan asmara.

Abang telah memberikan keduanya. Tetapi percayalah, aku tidak
memendam meski itu sangat menyakitkan. Aku berdoa tulus kepada mu,
semoga abang mendapatkan perempuan yang lebih dari ku," ucapnya.

" Kaulah yang terbaik bagi ku, tetapi sang pemilik waktu itu tidak
mengijinkan kita duduk bersanding dalam pelaminan," balasku seraya
menghapus airmatanya.

Tak lama berselang setelah aku dan Magda melepaskan cetusan hati yang
terakhir, aku melihat Susan datang tergopoh-gopoh menuju keruang
tunggu.

Aku tidak menyangka kalau Susan akan datang ke airport, karena
sebelumnya Susan menyatakan dalam suratnya tidak akan ikut
menghantarkan ku. Magda pergi berpura-pura membeli susuatu ke sebuah
kios kecil di airport itu, membiarkan ku bicara berduaan dengan
Susan.

" Zung, aku mencoba melupakan mu dalam beberapa hari ini, ternyata
tak semudah itu. Aku juga tak dapat membohongi diri ku. Aku ingin
menghantarkan mu, barang kali ini adalah pertemuan kita yang
terakhir, walupun aku mengharap tidak. Zung, jangan lupa telephon aku
kalau sudah tiba di Jakarta." Aku menggangguk, "Iya aku janji akan
menelephon mu, " jawab ku.

http://www.youtube.com/watch?v=V9N5qhBE_oU

Magda kembali bergabung denganku dan Susan. Tak ada perasaan canggung
diantara kami bertiga. Pembicaraan kami mengalir bagaikan air sungai
bening dimana aku, Magda dan Susan berenang bersama beberapa hari
sebelumnya.

Pengumuman dari maskapai penerbang mengakhiri pertemuan ku dengan
Magda dan Susan. Susan mengecup pipiku lembut, dia dapat menguasai
emosinya meski matanya memerah, " Zung, selamat jalan sayang,"
bisiknya di telingaku sambil melepaskan pelukannya.

Magda....? Akh sama "galak"nya terhadap ku akhir-akhir ini, demikian
juga "galak"nya ketika akan berpisah. Magda tak dapat menguasai
dirinya. Dia memeluk ku sangat erat dan menciumi pipiku kiri kanan.
Magda menangis sesunggukan.

" Zung segera pulang. Aku nggak ada teman bang, " ujarnya sambil
membaringkan wajahnya diatas bahu ku. Susan juga ikut terharu melihat
tangisan dan ucapan lirih Magda di atas bahu ku.

Aku berusaha menahan pahitnya perpisahan ini, tetapi kedua kelopak
mata ku tak kuasa membendung cairan bening berderai membasahi wajah
ku. Aku meraih tangan kedua mantan kekasih ku. Magda dan Susan
membiarkan aku mencium tangan mereka bergantian.

Magdalena menyeka air mata ku hingga suara lirih kudengar, " Zung,
selamat jalan. Bang pergilah..pramugari telah menunggu mu di tangga
pesawat, "ujar Magda seraya menyeka air mataku lagi dengan
saputangannya.

" Bawalah ini bang," ucapnya sambil menyerahkan ketangan ku
saputangan yang basah oleh airmata kedua insan yang pernah saling
mengasihi. Wajah Susan tampak terharu memperhatikan "adegan" ku dan
Magda.

Dari ujung tangga pesawat, aku menoleh kepada mereka. Aku melihat
Susan meletakkan tangan kanannya diatas bahu Magda.

Tangan kedua mantan kekasih ku itu melambai menghantarkan ku
mengarungi perjuangan serta kehidupan baru.

Vaya Con Dios my darling.... Vaya Con Dios my love... Goodbye, my
hopeless dream ( S e l e s a i)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (87)


" Without You"

Mau dengar lagunya, klik disini...
No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I
guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your
eyes/Your sorrow shows/Yes it shows

No I cant forget tomorrow/When I think of all my sorrow/When I had
you there/But then I let you go/And now its only fair/That I should
let you know/What you should know
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give
anymore 2 X

No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I
guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your
eyes/Your sorrow shows/Yes it shows
*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give
anymore 2 X

================= 86 ===============
Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang
terluka atas hubungan kami.( Bersambung)
===================================

"Magda, tadi aku telah ingatkan, Susan salah mengerti tentang
hubungan kita. Atau kamu masih kecewa dengan ku? Bukan kah kita sudah
sepakati untuk melupakannya? Kenapa Magda bersedih lagi.

Aku sudah berulangkali mohon maaf, Magda masih belum tulus memaafkan
ku?. Aku, sungguh telah melupakannya. Itu sebabnya aku hampir setiap
hari datang kerumah ini, karena Magda telah kuanggap bagian dari
keluarga ku.

Magda diam. Dia mengambil envelope itu lagi dan menyerahkan ketangan
ku. Aku pindah kedekatnya, " Magda, relakanlah aku pergi agar aku
tidak punya beban. Aku tak ingin melihat mu bersedih seperti itu.

Magda, aku menyadari kekeliruanku dulu. Aku sadar tak mungkin lagi
mendulang cinta dari hati yang terluka. Aku telah merelakan mu pergi
dengan siapapun lelaki yang mencintai mu.

Magda menggelengkan kepalanya." Nggak bang, semuanya telah berakhir,
hatiku telah tertutup, " ucapnya dengan suara serak.
" Magda, besok aku mau berangkat, lepaskanlah aku dengan tulus.
Tolong jangan menambah beban pikiran ku lagi. Magda
telah "menyelamatkan" aku dengan Susan. Kini malah Magda menyiksa
perasaan ku saat mau pergi."

Magda diam, kedua matanya masih memerah mengeluarkan airmata
membasahi wajahnya. Dia meninggalkan ku sendirian di ruang tamu. Aku
duduk diliputi rasa tanya, kenapa sikap Magda berubah lagi
terhadapku. Pada hal akhir-akhir ini aku telah dianggapnya keluarga
dekat sebagai bersaudara.

Kini aku seakan mendengar gaung genta dari lorong gelap nan sepi.
Telingaku tak mampu lagi mendengar gaung yang melolong panjang dan
memilukan, mendera kalbu. Aku tak kuasa menahan getar cekaman sukma
dari seseorang yang pernah aku kasihi.

Aku merebahkan tubuh dalam kepenatan jiwa diatas sofa ruang tamu.
Mata ku sukar terpejam didera galau membalut jiwa. Malam itu, Magda
tampaknya tidak dapat tidur. Magda menemuiku dalam pembaringan siksa,
membujuk ku pindah ke ruangan yang telah dipersiapkannya. Aku
menolak.

" Magda, biarkan aku disini, sendiri menikmati kebekuan dan kebuntuan
hati," ujarku sambil menggigil menahan dingin menusuk persendian
tulang-tulang ku.

" Abang nanti sakit. Besok mami memarahi ku lagi kalau abang masih
tidur disini. Ayolah bang, aku sudah siapkan kamar untuk mu,"
bujuknya.

Aku bergeming. Magda mengambilkan selimut dan menutupi tubuh ku
setelah aku bersikeras tidak mau pindah. "Selamat malam bang,"
ujarnya sambil berlutut, meraih tangan ku dan menciumnya.
****
Pagi hari usai serapan, aku dan Magda duduk berduaan di meja makan.
Inanguda ku, maminya Magda, telah keluar rumah.
" Zung, besok aku nggak bisa mengantar abang ke airport." ujarnya
dengan wajah kuyu.

" Magda, apa yang membuat hati mu berubah secepat itu ? Apa perlu
abang membatalkan keberangkatan ku? Apa lagi yang harus aku lakukan
agar hati mu puas? Terakhir ini aku mendengar dan mengikuti nasihat
mu, bebanku hilang. Sekarang malah Magda menambah beban ku."

"Bang, nggak ada yang berubah. Hanya aku belum siap berpisah dengan
mu. Aku menyesali kenapa abang datang lagi dan kali kedua
meninggalkan ku. Tak ada lagi teman ku berbagi rasa, walaupun kita
selalu bertengkar. Aku sangat menyayangi mu sebagai saudara ku.

Zung, aku tidak mengingat lagi masa lalu kita. Aku nggak sakit hati,
hanya aku tidak tega memberangkatkan mu. Jangan sakit hati bang,
Magda tak mampu melihat mu meninggalkanku sendirian di airport dan
aku akan menanggung kesedihan sepeninggal mu."

"Baiklah Magda, aku menghargai alasan mu. Tetapi ingatlah, masa-masa
yang indah terakhir ini, sebagai keluarga dekat, kau akhiri dengan
kesan menyakitkan. Aku tak yakin, Magda telah memafkan ku dengan
tulus. Magda hanya berpura-pura, meski aku dengan tulus menemani mu
sebagai keluarga dekat ku.

Ugghh...aku permisi, selamat tinggal ito ku Magda yang baik." ujar ku
sambil beranjak dari meja makan dan menyerahkan kunci motor yang
tadinya aku pinjam untuk sesuatu urusan.

Magda tidak menghalangi ku pergi, tetapi dia menangis sambil berlari
ke ruangan dapur. Magda berdiri di depan jendela dapur sambil menyeka
air matanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan gelisah.
Sedikipun aku tak menduga kalau sikapnya akan berujung seperti itu.

Aku mencoba mengingat-ingat barangkali ada sesuatu ucapan ku yang
menyinggung perasaannya. Tapi aku sangat yakin, terakhir ini tidak
sekalipun aku menyakiti hatinya; Juga, tidak pernah mempengaruhinya
agar hubungan kami kembali.

Aku berdiri kaku menatapnya masih dengan wajah sedih. Bibirnya
bergetar menahan tangis sambil melangkah ke kursi di sudut ruangan
dapur. Kedua tangannya menopang wajahnya, matanya menatap kearah ku,
hampa.

" Magda, nggak apa-apa kalau tidak mau mengantarkan aku ke airport.
Tetapi, katakan sejujurnya sebelum aku meninggalkan rumah ini, apa
yang membuat sikap mu seperti itu.

Aku janji, tidak akan tersinggung dan marah. Justru sikap mu seperti
ini, tanpa pejelasan, membuat aku tersinggung dan sakit hati untuk
seumur hidup, sungguh, " ucapku serius.

Aku menunggu jawaban terakhir sebagai simpul persahabatan ku; Sebagai
keluarga, sekaligus sebagai perempuan yang pernah aku cintai dengan
tulus, walau pada akhirnya terhempas diterjang badai.

Aku juga menatapnya hampa, kecewa, iya sangat kecewa. Akankah
semuanya berakhir tanpa aku mengerti apa dan mengapa? Detik-detik
mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa.
Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang
dapur.

Segera aku menghentikan langkah ku ketika mendengar Magda menghela
nafasnya, panjang.
" Iyalah bang, aku mau ikut mengantarkan mu ke airport," ujarnya
pelan.

Aku segera berlari menghampirinya serta mengangkat tubuhnya seperti
anak kecil. Magda sesak dan berteriak sambil memukul-mukul dada ku.
" Lepaskan aku, lepaskan aku abang genit,!" teriaknya .
Kedua tanganya mencubit pipiku, kuat berbekas.

Giliran ku berteriak ketika Magda mencubit pipi ku kali kedua. "
Biarin, supaya abang tetap ingat Magda," ujarnya.
Magda menyerahkan kunci motornya yang aku telah kembalikan, " Nih
kuncinya, abang raja perajuk," ujarnya,
" Magda ratu cerewet," balas ku sambil menyeka air mata yang tersisa
diwajahnya.
****
http://www.youtube.com/watch?v=cIc7EvT2zsw

Sebelum aku meninggalkan Magda, entah kenapa secara spontan hatiku
tergerak ingin ziarah kekuburan papi Magda, bapauda ku. Selama ini
aku terus diliputi rasa bersalah. Dulu, aku tidak ikut menghantarkan
jenazahnya ke pemakaman. Dalam perjalanan, Magda bertanya, kenapa
aku tiba-tiba mengajaknya ziarah.

" Entah kenapa. Aku teringat papi ketika kita duduk makan bersama
semasa hidupnya. Ketika itu papi menawarkan pekerjaan untuk ku
setelah tammat sarjana muda." ujar ku. Magda mempererat tangannya
dalam boncengan serta meletakkan wajahnya di atas punggung ku. Aku
merasakan hangatnya tetesan airmatanya membasahi punggungku.

Aku dan Magda berlutut di didepan pusara setelah membersihkan serta
meletakkan kembang diatasnya. Aku tak dapat menahan rasa sedih ketika
mendengar isakan Magda.

Dalam tangisnya Magda berujar lirih sambil memeluk pusara, wajahnya
diletakkan diatasnya, " Papi, abang datang lagi. Papi, besok abang
pergi lagi meninggalkan aku dan papi."

Aku mengangkat wajahnya dari atas pusara serta memeluknya. Magda
semakin terisak dalam pelukanku, " Abang telah memaafkan papi,?"
tanyanya dalam isak. Tubuhku terguncang menahan tangis mendengar
pertanyaannya.

" Magda, tidak..!. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Papi tidak
bersalah , aku seharusnya minta maaf sebelum papi pergi , " ucapku
menahan teriak dalam pelukannya.

Aku dan Magda tersentak ketika sepasang tangan menyentuh lengan kami.
Aku dan Magda menoleh ke atas. Tanpa kami sadari, mami dan adiknya
Jonathan sedang berdiri dibelakang kami. Magda segera berdiri dan
memeluk maminya kemudian mami memeluk ku.

" Sudah puas amang rindu mu kepada bapauda.?" tanyanya.
Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa
lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.

Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf
aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam
ku. (Bersambung)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (86)


"I Hate You Then I Love You"

Mau dengar lagunya, klik disini...
I'd like to run away from you/ But if I were to leave you I would
die/I'd like to break the chains you put
Around me/And yet I'll never try

No matter what you do you drive me crazy/I'd rather be alone
But then I know my life would be so empty/As soon as you were gone

Impossible to live with you/But I could never live without you
For whatever you do / for whatever you do/I never, never, never/Want
to be in love with anyone but you

You make me sad/You make me strong/You make me mad/You make me long
for you / you make me long for you
You make me live/You make me die/You make me laugh/You make me cry
for you / you make me cry for you

*) I hate you/Then I love you/Then I love you/Then I hate you/Then I
love, I love you more
For whatever you do/I never, never, never/ Want to be in love with
anyone but you

You treat me wrong/You treat me right/You let me be/ You make me
fight with you / I could never live with out you
You make me high/You bring me down/You set me free/You hold me bound
to you
*)
I never, never, never/I never, never, never/I never, never, never/
Want to be in love with anyone but you
But you

================= 85 ============
" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, "
ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar
percakapan ku dengan Susan.Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda
duduk didepan mendampingi ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan
paduka murka." gurau Susan. ( Bersambung)
============================

Susan mengajak kami makan malam di rumahnya. Aku tak dapat menolak
setelah Magda menyetujui ajakan Susan. Sebenarnya aku tak rela lagi
mampir dirumah itu, terlalu banyak kenangan yang terajut disana,
mulai dari sofa, ruangan bar kecil dan tempat tidur; kesemuanya
menjadi saksi bisu selama -kurang lebih sepuluh minggu -- berhubungan
dengan Susan.

Seperti biasanya, Susan tak pernah membiarkan pembantunya melayani
aku dan Susan ketika makan bersama.
Aku berbisik kepada Magda agar ikut ke dapur mempersiapkan makanan.
Aku menyusul setelah Magda kedapur. Kami bertiga di dalam dapur
mempersiapkannya meski Susan melarangnya. Di meja makan, Susan
menarik tangan Magda duduk disampingnya, menghadap ku.

" Magda, kita duduk disni menghadap tuan paduk yang mulia," ujar
Susan bergurau. Magda ketawa mendengar guyonan Susan. Suasana makan
malam penuh kehangatan seperti tiga bersaudara sekandung.

Aku dan Magda meniggalkan Susan dengan hati berat, karena telah
terjalin kumunikasi yang akrab dan tulus diantara kami bertiga. Susan
mencium pipi Maga dan memelukku erat dihadapan Magda, " Bang, hati-
hati dijalan," pesannya. Selama dalam perjalanan, wajah Magda kurang
ceria.

" Ada apa, kenapa wajah mu muram seperti itu,? tanyaku.
Suara Magda tersendat ," Aku tak sangka Susan begitu hangat dan
tulus. Beda ketika dia sedang memberi kuliah. Lain waktu, aku akan
ajak Mawar main kerumahnya.

" Sekarang baru Magda rasakan kehangatan Susan. Hal yang sama aku
rasakah sehingga aku larut dan melanbrak tatanan kewajaran." ujar
ku, disambut anggukan Magda.
****
Tiga hari berikutnya, Susan datang kerumah ku, kebetulan aku sedang
dirumah Magda. Magda selalu menelephon ku jika pada siang hari
belum juga "melapor" kerumahnya. Suatu waktu di pernah kesal karena
aku tak datang kerumahnya. "Abang mentiko , sudah tahu mau pergi
masih melalak kemana-mana," ujarnya kesal.

" Magda juga ikut-ikutan memasung ku." ucap ku.
" Bangngng....aku tidak mau memasung. Abang sebentar lagi sudah mau
pergi.!" teriaknya.
" Duh...masih gadis begini sudah darah tinggian," ujarku ngenyek.

" Bangng... aku bukan marah. Abang nggak mengerti perasaan ku,"
balasnya lembut sambil meraih kedua tanganku dan menempelkan di sisi
wajahnya. " Abang salah mengerti." imbuhnya. Sikapnya kala itu,
membuat ku setengah pesong, benci tapi rindu.?

Ketika aku tiba di rumah, ibu kost ku memberikan sebuah titipan dari
Susan berisi surat singkat dan tiket pesawat Medan - Jakarta-Medan
dengan status "open date."

Menurut ibu kost Susan menuliskannya diruang tamu. " Zung, maafkan
aku tak bisa mengantarkan mu ke airport. Aku ragu, tak kuasa menahan
diri ku kertika melepaskan mu pergi.

Aku juga tak mau melukai hati adik ku Magda yang aku sangat sayangi.
Selamat jalan bang. Kalau tidak keberatan setelah abang di Jakarta,
sesekali telephonlah aku kekantor.

Aku pasti sangat merindukan mu. Abang sudah tahu jadual ku di kampus,
bukan? Jangan biarkan aku tersiksa dengan rindu ku. Aku merelakan mu
pergi dengan adik ku Magda, aku hanya ingin mendengar suara mu."
Akhir tulisannya, "Peluk cium ku, Susan Raharjo Hendra."

Dua malam terakhir sebelum berangkat, Magda dan maminya mengajak ku
menginap dirumahnya. Aku menyetujuinya kebetulan kedua orang tuaku
tak jadi datang karena kesibukan.

Setelah makan malam, aku dan Magda diruangan tamu hingga larut malam.
Magda kesal ketika aku mau pergi tidur, " Zung, besok lusa kan mau
berangkat. Kok tega amat abang mau tidur baru pukul dua belas,"
katanya kesal.

Sebelumnya tak ada niat memberi surat Susan kepada Magda. Tetapi
karena Magda ingin memperpanjang durasi pembicaran, aku menyerahkan
surat Susan yang ditujukan pada ku.

" Magda mau baca surat Susan yang terakhir, ? tanya ku.
Magda semangat, segera berdiri menarik tangan ku, " ayo bang
ambilkan, aku mau baca,"

Aku memberikan envelope titipan Susan berisi tiket dan suratnya.
Sebelum Magda membaca isi suratnya, terlebih dahulu aku mengingatkan
Magda: " Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Dia menduga
hubungan kita kembali seperti sediakala. Magda, aku tak pernah
sekalipun berbicara tentang kamu. Aku harap Magda tidak salah
mengerti."

Magda menatap ku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air
matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak
menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas
hubungan kami.( Bersambung)

Los Angeles. November 13, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (85)


"Boasa ingkon pajumpang"

================ 84 ===============
" Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya
mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran
dikupingku, " Terimakasih raja perajuk.!" ucapnya. ( Bersambung)
===================================

Esok harinya, aku dan Magda berangkat dengan mengenderai mobil ke
rumah Susan. Susan menyambut kami dengan ramah.
" Kita berangkat dengan mobil ku saja, " ujar Susan sambil
menyerahkan kunci mobilnya kepada ku.


Sedikit agak kaku antara Magda dan Susan sebelum kami berangkat.
Susan memilih duduk dibelakang, sementara Magda menginginkan Susan
duduk mendampingi ku.

" Iya, sudahlah dari pada buang-buagg waktu, kalian berdua duduk di
belakang, aku jadi sopir ," ucap ku sambil menghidupkan mesin mobil.
Magda dan Susan tertawa mendengar ocehan ku. Susan buru-buru masuk
dan duduk disampingku.
"Abang kita marah nih." ujar Susan sambil tertawa.

Suasana ceria menyelimuti hati kami bertiga ketika menyelusuri jalan
menuju rumah mungil ditengah kebunnya. Sesekali aku memegang tangan
Susan dan Magda bersamaan. Keduanya menyambut tangan ku dan
menggemgamnya erat.

Demikian juga ketika kami berenang bersama di sungai. Kami bertiga
tertawa lepas ketika tubuh Susan dan Magda ku benamkan kedalam
sungai. Tak ada lagi batas antara mahasiswa dengan dosen.

Susan mengaku kelelahan, dia menepi kebibir sungai, sementara Magda
masih asyik menikmati sejuknya air sungai. Magda menganggukkan
kepalanya, ketika kuberi "sign", aku mau mengikuti Susan. " Ah..ito
ku Magda sangat luar biasa pengorbanan serta ketulusan hatinya,"
bisik ku dalam hati.

Aku dan Susan duduk di tepi sungai. Sesekali Susan mempermainkan air
dan menyiram wajah ku sambil tertawa. Tak pernah sekalipun Magda
menoleh kearah kami hingga aku dan Susan meninggalkan sungai.

Di rumah mungil itu, Susan mengajak ku mandi bersama, tetapi aku
menolak dengan dalih, " Nanti nggak enak dengan Magda."
" Abang memang benar sudah kembali lagi kepada Magda?" tanyanya
sambil membuka pintu kamar mandi.

Aku tak memberi jawaban pasti. " Menurut Susan bagaimana,?" tanyaku
balik. Susan diam dan menutupkan pintu kamar mandinya. Aku mengetuk
pintu kamar mandi dan bertanya: " Susan, kenapa diam? Kamu marah?.

Susan membuka pintu dan menarik ku kedalam. Susan mencumi ku dengan
gairah. Susan tak peduli meski aku sudah berulang kali berbisik ke
telinganya.
" Susan, kamu nggak malu kalau nanti kita dilihat Magda.? Diakhir
ciumannya mengucapkan : " Zung , aku rela melepaskan mu demi
kebahagian abang dengan Magda."

Aku memeluknya dan berucap lirih di telinganya: " Terimakasih Susan,
selama ini telah banyak membantu ku. Maafkan aku bila telah
mengingkari janji ku. Terimakasih Susan merelakan ku pergi. Aku tak
akan melupakan, bahwa Susan pernah berlabuh dalam kalbu ku meski
dalam bentangan waktu yang sangat singkat."

Aku meninggalkannya dikamar mandi dengan berat hati ketika dia mulai
menitikkan airmata. Sementara Susan masih menangis, Magda kembali
dari sungai. Aku berbisik kepadanya " Susan di dalam, dia sedang
menangis."

Magda mengerti, dia kembali lagi kesungai meninggalkan aku dan Susan
dirumah. Aku menemui Susan kekamar mandi karena masih terus menangis.
Dia mengabaikan bujukan ku supaya diam.

Aku menuntunnya kembali keruang tamu. Dia meninggalkan ku di ruang
tamu dan masuk kedalam kamar. Susan membaringkan tubuhnya, masih
dalam tangis. Aku menemuinya setelah Susan berhenti dari tangisnya
dan membujuk; "Susan, mari kita pulang hari sudah mulai gelap."

Tangis Susan kembali memecahkan kesunyian, " Zung, kemarilah,
peluklah aku untuk yang terakhir kali," ujarnya dalam pembaringan.
" Sepertinya Magda sudah datang dari sungai, dia ada diruang tamu, "
ujar ku mengingatkannya.

" Aku tak perduli. Aku juga telah punya suami, aku rela memberi mu
yang terbaik."

Hatiku bergetar mendengar ucapannya. Aku memeluknya dengan rasa
kasih sayang, tanpa diiring nafsu birahi. Kembali aku mengucapkankan
kalimat ku sebelumnya; "Aku tak akan melupakan, bahwa Susan pernah
berlabuh dalam kalbu ku meski dalam bentangan waktu yang singkat.
Susan, mandilah agar kita pulang." bujuk ku.
Susan bangkit dari tempat tidur, dia tidak menolak ketika aku
menggandeng tangannya ke kamar mandi.

Magda menggigil sambil berlari kecil kerumah, sementara Susan telah
selesai berpakain siap-siap untuk pulang. Susan menyambut Magda,
seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Dia menyuguhkan teh panas yang
telah disediakan ibu penjaga rumah kepada Magda.

Aku berpura-pura protes, sekedar menambah kehangatan suasana, " Lho,
aku dari tadi disini tak setes airpun Susan suguhkan kepada ku. Susan
diskriminatif, hanya melayani sesama perempuan," ujar ku.

" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, "
ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar
percakapan ku dengan Susan.

Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingi
ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau
Susan. ( Bersambung)

Los Angeles. November 12, 2008

Tan Zung




Baca Selengkapnya......