tag:blogger.com,1999:blog-7039567408148814542024-03-22T05:50:28.008+07:00~simsontampubolon~simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.comBlogger106125tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-3007886693524871512009-12-04T10:29:00.002+07:002009-12-04T10:32:49.388+07:00Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMnEwwHYcN2WzN7AkRM0rx8PvQ6nYqPrxFVm7gXDqPoL1XqeQdc1gHrJoSQYgiPphVkUVI7VCljN92RVIQdBv6KBEsV22ED7YXQ3tgwmgtLqlcfafzOA20-t_n_62z8AWX4LaayCVa5IQ/s1600-h/santa23.gif"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 111px; height: 115px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMnEwwHYcN2WzN7AkRM0rx8PvQ6nYqPrxFVm7gXDqPoL1XqeQdc1gHrJoSQYgiPphVkUVI7VCljN92RVIQdBv6KBEsV22ED7YXQ3tgwmgtLqlcfafzOA20-t_n_62z8AWX4LaayCVa5IQ/s200/santa23.gif" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5411218781115254466" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Tuhan Itu Baik Kepada Semua Orang ..."</span><br />(bdk. Mzm. 145:9a)<br /><br />Saudara-saudari yang terkasih,<br />segenap umat Kristiani Indonesia di mana pun berada, Salam sejahtera dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus.<br /><br />1. Dalam suasana kebahagiaan Natal sekarang ini, kembali Tuhan menyapa dan mengingatkan kita umat-Nya untuk merayakan Natal ini dalam semangat kedamaian, kebersamaan dan kesahajaan. Dengan mengucap syukur sambil melantunkan kidung Natal dan doa, kita merenungkan, betapa baiknya Tuhan dalam kehidupan kita! Ia yang telah lahir bagi kita manusia, adalah juga Dia yang telah menebus dosa kita dan mendamaikan kita dengan Allah, Bapa kita. Dengan demikian, Ia menyanggupkan kita untuk hidup bersama, satu sama lain dalam damai Natal itu. "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya"[1]. Kabar Gembira Natal itulah yang harus kita hayati dan wujud-nyatakan di dalam kehidupan kita bersama. <br /><br />Tema Natal kita tahun ini adalah: "Tuhan itu baik kepada semua orang." Tema ini hendak mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia menurut gambar dan citra-Nya[2]. Allah adalah Allah bangsa-bangsa[3]. Ia tidak hanya mengasihi Israel saja, tetapi juga Edom, Mesir, bahkan semua bangsa-bangsa. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia".[4] Allah mengasihi dunia dan manusia yang hidup di sana dan manusia diperintahkan-Nya untuk mengolah dan menaklukkannya.[5] <br /><span class="fullpost"><br />Sebagaimana kelahiran Yesus Kristus adalah bagi semua orang, maka umat Kristiani pun hidup bersama dan bagi semua orang. "Semua orang" adalah siapa saja yang hidup dan bertetangga dengan kita, tanpa membeda-bedakan, sebagaimana Allah, Bapa di surga, juga menyinarkan matahari-Nya dan menurunkan hujan-Nya kepada semua orang tanpa membeda-bedakan.[6] Di dalam interaksi kita dengan sesama, pemahaman ini meliputi semua bidang kehidupan. Yesus Kristus memerintahkan, agar kita mengasihi sesama seperti diri kita sendiri.[7] Itulah hakikat inkarnasi Ilahi di dalam diri Yesus Kristus yang adalah Manusia bagi orang lain. Kelahiran Yesus Kristus mendasari relasi kita dengan orang lain. Maka kita menjalin relasi dengan sesama, tanpa memandang suku, ras, agama dan golongan.<br /><br />2. Dalam semangat inilah kita merayakan Natal sambil merefleksikan segala peristiwa yang telah kita lalui di tahun 2009 seperti misalnya Krisis Ekonomi Global, Pemilihan Umum, Aksi Terorisme sampai dengan Bencana Alam yang melanda beberapa wilayah Tanahair kita. Segala peristiwa tersebut mengingatkan kita untuk senantiasa menyadari kebesaran Tuhan dan membuat kita rendah hati di hadapan-Nya. Tuhan itu baik, karena Ia memampukan kita melewati semua peristiwa tersebut bersama sesama kita manusia. Maka Natal ini juga hendaknya memberikan kita hikmah dalam merencanakan hari esok yang lebih baik, bagi manusia dan bagi bumi tempat tinggalnya. Manusia yang diciptakan sebagai puncak dan mahkota karya penciptaan Allah, tidak bisa dilepaskan dari dunianya. Sungguh, "Tuhan itu baik bagi semua orang dan penuh rakhmat terhadap segala yang dijadikan-Nya".[8]<br /><br />Oleh karena itu, kala merayakan peringatan kelahiran Yesus Kristus, Tuhan kita, kami mengajak seluruh umat Kristiani setanah-air untuk bersama-sama umat beragama lain menyatakan kebaikan Tuhan itu dalam semangat kebersamaan yang tulus-ikhlas untuk membangun negeri tercinta kita. Sebagai bagian integral bangsa, umat Kristiani di Indonesia adalah warganegara yang secara aktif turut mengambil bagian dalam upaya-upaya menyejahterakan bangsa, karena kesengsaraan bangsa adalah kesengsaraan kita dan kesejahteraan bangsa adalah kesejahteraan kita juga. Dengan pemahaman solidaritas seperti itu, umat Kristiani juga diharapkan turut melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang baru Negara ini, demi terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata, termasuk juga demi terwujudnya upaya memulihkan keutuhan alam ciptaan yang menjadi lingkungan hidup kita. Merayakan Natal sebagai ungkapan penerimaan kedatangan Yesus Juruselamat, haruslah juga menjadi awal perubahan sikap dan tindakan untuk sesuatu yang lebih baik. Kedatangan Yesus bagi semua orang melalui karya-Nya, dahulu telah dipersiapkan oleh Yohanes Pembaptis dengan memaklumkan perubahan sikap dan tekad ini[9], baik melalui pewartaannya maupun melalui peri-hidupnya sendiri. Hal itu membuat mereka yang dijumpainya dan mendengar pewartaannya bertanya: "Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?"[10] <br /><br />3. Karena itu, melalui pesan Natal ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani:<br />a.. untuk senantiasa menyadari kebaikan Tuhan, dan dengan demikian menyadari juga panggilan dan perutusannya untuk berbuat baik kepada sesamanya[11]. Kita dipanggil bukan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan, sehingga kita dikalahkan oleh kejahatan, melainkan untuk mengalahkannya dengan kebaikan[12], supaya dengan melihat perbuatan baik kita di dunia ini, orang memuliakan Bapa yang di surga[13].<br />• untuk melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya, terutama yang direncanakan oleh Pemerintah dalam program-program pembangunan manusia seutuhnya. Kita juga dipanggil untuk terlibat aktif bersama dengan gerakan-gerakan atau apsirasi-aspirasi lain, yang mempunyai keprihatinan tulus, untuk mewujudkan masyarakat majemuk yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keikhlasan dan solidaritas memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama.<br /><br />a.. untuk ikut terlibat aktif dalam menyukseskan program-program bersama antara Pemerintah dan masyarakat demi keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, tetapi juga antara manusia dengan alam lingkungan hidupnya. Dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan dan keutuhan ciptaan, umat Kristiani hendaknya tidak hanya menjadi pelaku-serta saja, tetapi juga menjadi pemrakarsa.<br /><br />Akhirnya, Saudara-saudari seiman yang terkasih, marilah kita berdoa juga bagi Pemerintah kita yang baru, yang dengan demokratis telah ikut kita tentukan para pengembannya, bersama dengan seluruh jajarannya dari pusat sampai ke daerah-daerah, agar mereka dapat menjalankan tugas mereka dengan baik. Itulah yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br /><br /><br />Demikianlah pesan kami. Selamat Natal 2009 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2010. Tuhan memberkati. <br /><br />Jakarta, November 2009 <br /><br />Atas nama<br />PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA<br />DI INDONESIA (PGI) (KWI)<br />Pdt. Dr. A.A. Yewangoe Mgr. M.D.Situmorang OFMCap.<br />Ketua Umum Ketua<br /><br />Pdt. Dr. R. Daulay Mgr. A. Sutrisnaatmaka MSF.<br />Sekretaris Umum Sekretaris Jenderal<br /><br />-------------------------------------------------------------------------------<br />[1] Luk. 2:14.<br />[2] Bdk. Kej.1:26.<br />[3] Bdk. Mzm. 47:9-10.<br />[4] Yoh 3:16-17.<br />[5] Bdk Kej. 1:38.<br />[6] Bdk. Mat 5:45.<br />[7] Bdk. Mat. 22:39.<br />[8] Mzm. 145:9.<br />[9] Bdk. Mrk. 1:4; Luk. 3:3.<br />[10] Bdk. Luk. 3:10.<br />[11] Luk. 6:33; Gal. 6:9.<br />[12] Bdk. Rom 12:21.<br />[13] Bdk Mat. 5:16; 1Ptr. 2:12.<br /><br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-26552856750161095462009-03-03T08:38:00.005+07:002009-03-03T08:52:06.448+07:00Partangiangan (Ibadah) Tempat Kampanye ? Ngak Lah Yauuuu….<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieswaH6tBjOnn3TAT9Q8OsWC7NHgW_YK1JcKWySPcjCkWjMp_8NsIBiDH-JXvUAe_daWPX_rTzgnD2uGjq0jn4OlIELWMMcFz7_KcNalPiPkspm3MnOUULUiq4wXmGWFfocNDGG5uYxa0/s1600-h/let+the+church.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 92px; height: 150px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEieswaH6tBjOnn3TAT9Q8OsWC7NHgW_YK1JcKWySPcjCkWjMp_8NsIBiDH-JXvUAe_daWPX_rTzgnD2uGjq0jn4OlIELWMMcFz7_KcNalPiPkspm3MnOUULUiq4wXmGWFfocNDGG5uYxa0/s200/let+the+church.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5308771131504625890" /></a><br /><span style="font-weight:bold;"><br />Partangiangan (Ibadah) Tempat Kampanye ? Ngak Lah Yauuuu…</span>.<br />St. Simson Tampubolon<br /><br />Saat minum bandrek dimalam hari bersama seseorang yang saya hormati dan seorang sahabat saya, saya dikejutkan dengan rencana akan datangnya seorang Caleg dari partainya Esbeye ke partangiangan Wyik (lingkungan) yang akan kami adakan pada hari Rabu yang akan datang. Sambil menarik rokok kesenanganku, aku diam seribu bahasa menanti mendengarkan penjelasan tujuan caleg yang bukan anggota jemaat wyik kami, ingin hadir di tempat ibadah di lingkungan kami sementara (yang saya tahu) caleg tersebut hampir tidak pernah mengikuti partangiangan di wyiknya. Katanya, tujuannya meminta doa agar dirinya dapat kembali duduk di parlemen.<br /><span class="fullpost"><br />Karena dalam penjelasan tersebut hanya dikatakan meminta doa, saya tawarkan, bagaimana bila caleg tersebut tidak perlu hadir di partangiangan wyik kami dan kami akan mendoakannya dan bila pun harus hadir dalam partangiangan tersebut, caleg dimaksud tidak boleh berbicara apalagi membagi-bagikan kartu nama atau apapun bahan-bahan peraga alat kampanyenya.<br /><br />Tentu tawaran saya tersebut tidak menarik dan menanyakan apa alasan menolaknya. Tentu saja, saya menjelaskan bahwa Eforus HKBP GHM Siahaan almarhum saat HKBP ditekan untuk memberi dukungan kepada kekuatan politik yang sangat berjaya di masa pemerintahan Orde Baru pernah mengatakan <span style="font-weight:bold;">Let The Church be The Church<span style="font-style:italic;"></span></span>. Biarlah gereja tetap gereja yang netral tidak berpihak kepada partai tertentu dan menjaga jarak kepada partai politik. Kedua, dari dulu juga Undang-undang melarang hal itu !. Dalam Undang-undang yang berlaku saat ini, yakni UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dan Peraturan KPU No. 19 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, dilarang untuk melakukan kampanye di tempat ibadah (Pasal 84 UU No.10/2008 dan Pasal 26 (1) h, Peraturan KPU No. 19/2008). Dalam UU dan Peraturan tersebut, jelas didefinisikan bahwa Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program peserta pemilu termasuk mengajak memilih seseorang atau partai tertentu. Bagi saya, kedatangan kami setiap Rabu malam ke rumah-rumah jemaat untuk melakukan partangiangan bahwa rumah tersebut adalah tempat ibadah atau ‘memindahkan’ gedung gereja ke rumah jemaat. Jadi jelaslah melakukan kampanye di partangiangan, walaupun setelah ibadah ditutup tidak diperkenankan. Berita bahwa Panwaslu Kota Medan pada tanggal 8 Februari 2008 lalu melaporkan dua caleg perempuan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) serta satu orang fasilitator ke Poltabes Medan karena dituduh melakukan kampanye di tempat ibadah di salah satu rumah pada saat perwiridan (<a href="http://harianmandiri.wordpress.com/2009/02/09/panwaslu-medan-polisikan-caleg-perempuan-ppp/">http://harianmandiri.wordpress.com/2009/02/09/panwaslu-medan-polisikan-caleg-perempuan-ppp/</a>), memperjelas pemahaman saya bahwa ‘kampanye’ ditempat peribadatan (walau dilakukan dirumah-rumah) merupakan pelanggaran !.<br /><br />Dengan penjelasan tersebut, kedua rekan saya minum bandrek tadi, memahami dan menyetujui bahwa kedatangan seseorang caleg pada partangiangan tidaklah perlu didukung. Dan kami sepakat untuk menjadi bahan pembahasan di sermon hari Selasa yang akan datang. Walau konsekwensi dari tidak diperkenankannya caleg tersebut akan berdampak juga bagi sahabat kami satu kumpulan yang juga merupakan seorang caleg akan terkena dampak dari ketidak setujuan saya tersebut. Maaflah, saya tidak pernah melihat sentimen perkerabatan atau karena tidak senang kepada seseorang untuk menyatakan pendapat. <br />Sayang, saya memang tidak pernah bisa tepat waktu untuk Sermon yang selalu dimulai pukul 16.30 karena pekerjaan saya harus menuntut pulang secepat-cepatnya pukul 17.30. Kehadiran saya di Sermon tersebut hampir tidak berguna karena telah ditetapkan kedatangan seorang Caleg ke partangiangan diperbolehkan. Namun saya belum patah arang. Sebelum sermon ditutup, saya minta izin untuk berbicara sebentar, dan saya menggugat keputusan yang telah ditetapkan untuk mengizinkan seorang caleg untuk berkampanye di partangiangan Wyik dengan menyampaikan alasan-alasan di atas. Seorang rekan saya Sintua, yang pada periode pemilu lalu melakukan ‘kampanye’ (sebagaimana definisi di atas) tidak sepakat dengan perkataan saya. Pertama, kegiatan tersebut bukanlah kampanye menurutnya dan juga mencontohkan bahwa Pimpinan HKBP pun telah melakukannya dengan mengumpulkan warga jemaat yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk di doakan. Oleh karena itu, bila ada yang tidak setuju dengan hal kebijakan pimpinan HKBP tersebut, dipersilakan untuk keluar dari HKBP. :)<br /><br />Tentu saja, himbauan atau saran untuk keluar dari HKBP, saran kekanak-kanakan dan juga mengada-ada tersebut tidak akan pernah saya hiraukan. Terserahlah, kalau mengatakan kegiatan itu bukan kampanye, saya mengartikan yang mengatakannya tidak memahami definisi kampanye yang dimaksudkan oleh perundang-undangan. Kedua, walaupun kegiatan pengumpulan Caleg dengan alasan untuk didoakan inipun saya kurang setuju, namun setahu saya, dalam acara tersebut, para caleg hanya hadir dan paling banter didaulat datang kedepan dan tidak berbicara untuk mengajak memilih dirinya atau partai tertentu atau tidak diperkenankan berkampanye. Disamping itu, sebagai manusia tentu saja, pimpinan memungkinkan membuat kebijakan yang kurang tepat dan kita tidak harus keluar dari organisasi tersebut. Bahkan kita harus menjadi bagian dari reformasi menuju kebenaran. Bukan malah keluar !<br /><br />Walau diskusi yang tidak kondusif tersebut berakhir dengan tidak mengubah keputusan sebelumnya, yakni membolehkan seorang caleg ‘berkampanye’ dalam suatu partangiangan, namun diakhir diskusi, saya mengatakan, akan melaporkan ke KPU atau ke Panwaslu, bila seseorang ‘nekat’ berkampanye di partangiangan wyik atau lingkungan kami. Kalau di wyik lain yang tidak saya lihat ya terserah saja.<br />Kita menganut azas pemisahan negara dan agama. Partai adalah partai. Gereja adalah gereja. Partai (yang didalamnya banyak orang Kristen) jangan menganggap diri sebagai gereja. Sebaliknya: gereja juga jangan jadi partai atau onderbouw partai, termasuk yang memakai label dan simbol kristen. Kalau mau berpartai silakan. Kalau ingin jadi anggota parlemen atau bupati atau sekalian Presiden baik-baik saja. Tapi mari sama-sama jangan jadikan gereja sebagai kenderaan atau kuda tunggangan. Oleh karena itu, saya mengajak semua warga gereja dan Majelis gereja, bersatu hati dan kukuh menjaga independensi gereja ini.<br /><br />Memakai bahasa Eforus GHM Siahaan mendiang: <span style="font-weight:bold;">Let the Church be the Church. Let the priest be the priest<span style="font-style:italic;"></span></span>. Bahasa bataknya: <span style="font-weight:bold;">paloas ma huria tongtong gabe huria<span style="font-style:italic;"></span></span>. Horas !!!<br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-70848627798762143272009-02-12T14:08:00.001+07:002009-02-12T14:10:37.119+07:00"Vox Populi Vox Dei"<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivXMV5k5qlhx5VDH0XvGYHcDZ77rdYqJrrG-_0cSMjrI7D7JgfNypFNTOORHOpI7O9MYQb5bx_JvhB1kmYBAEQgfEMSg_WPpJZJ3HE7wDP_ajOy2D2qFYd-9hw0gcmokaCbH4Mgm8ItvE/s1600-h/pemilu.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 72px; height: 133px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivXMV5k5qlhx5VDH0XvGYHcDZ77rdYqJrrG-_0cSMjrI7D7JgfNypFNTOORHOpI7O9MYQb5bx_JvhB1kmYBAEQgfEMSg_WPpJZJ3HE7wDP_ajOy2D2qFYd-9hw0gcmokaCbH4Mgm8ItvE/s200/pemilu.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5301804800959188786" /></a><br />Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-IV/2008 yang membatalkan ketetentuan penetapan calon terpilih melalui nomor urut dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, pada Pasal 214 menjadi berdasarkan suara terbanyak, disambut hangat banyak kalangan khususnya masyarakat. Rakyat dapat menentukan siapa wakil yang dikehendaki dalam parlemen. Vox populi vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan.<br />Mekanisme dengan sistem suara terbanyak patut diberi apresiasi karena telah mengembuskan angin segar bagi demokrasi kita. Sistem nomor urut yang selama ini dinilai sarat dengan muatan KKN –sering kali dalam proses penentuan nomor urut terjadi politik uang-, tergantung kedekatannya dengan partai tinimbang dengan masyarakat atau konstituennya. Yang akhirnya, kader partai yang duduk di legislatif cenderung sangat loyal kepada pengurus partai tinimbang pemilih yang menjadi konstituennya.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Disatu sisi, sistem berdasarkan suara terbanyak akan menumbuhkan kompetisi antara caleg parpol yang berbeda maupun sesama caleg dalam satu partai. Dengan sistem suara terbanyak, semua caleg mendapat kesempatan sama untuk menjadi caleg terpilih. Terpilih atau tidaknya caleg tergantung bagaimana caranya caleg meraih simpati pemilih. Bagaimana mumpuninya dan bagaimana caleg dapat menjelaskan perjuangannya nantinya dengan baik ke masyarakat pemilih. Kapasitas dan integrasi caleg diuji. <br />Mekanisme suara terbanyak memang lebih demokratis, kompetitif, dan memenuhi rasa keadilan dibandingkan nomor urut. Namun, penerapan sistem ini, disamping dapat menyebabkan saling jegal antarcaleg baik yang berbeda partai maupun antarcaleg yang berasal dari satu parpol. Persaingan ini bisa menjadi tidak sehat dan meninggalkan kaidah-kaidah etika. Disisi lain, penerapan sistem suara terbanyak, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty). Pada UU No. 10 tahun 2008 Pasal 218, calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dapat diganti dengan calon dari daftar calon lain pada daerah pemilihan yang sama berdasarkan surat keputusan pimpinan partai politik yang bersangkutan. Ketidak jelasan kesepakatan internal partai dapat menjadi celah terjadinya kepentingan partai atau praktek KKN. Bila ini terjadi maka kesepakatan partai lebih tinggi dari kekuatan hukum undang-undang.<br />Terlepas dari persoalan-persoalan di atas, saat ini masyarakat lebih jeli dan cerdas, memilih siapa yang akan menjadi wakilnya duduk di parlemen. Walau, masyarakat tetap menerima kehadiran dan menerima pemberian caleg namun masyarakat tetap apatis menanggapi janji yang diucapkan dan tawarkan. Apalagi bila selama ini sejumlah caleg yang sudah pernah duduk di parlemen kurang dikenal pemilihnya karena terlalu sibuk di kegiatan lain atau di kegiatan partai, akhir-akhir ini mendadaki berlomba-lomba mengejar popularitas mendatangi para konstituennya.<br />Persoalannya adalah siapa yang berhak menyandang sebutan wakil rakyat yang terhormat ? Bagaimana memilih 100 orang wakil rakyat di Provinsi Sumatra Utara dan bagaimana memilih 50 orang wakil rakyat di Kota Medan. Perkara ini tentu tidak mudah. Ditambah lagi, kiprah para caleg belum pernah dikenal masyarakat dan rekam jejak sebagian mereka tidak banyak diketahui. Berbagai peringatan pernah kita dengar, ketika hendak memilih sesorang. Jangan memilih kucing dalam karung, jangan memlihih politikus busuk dan lainnya. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat tidak mengenal caleg dengan baik. Konsekwensi ini dapat mendorong pemilihan caleg akan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) atau primordial, juga politik uang. Kalau ini yang terjadi, kita tidak akan dapat menghadirkan wakil rakyat yang berkualitas dan memikirkan rakyatnya. Artinya, kita akan sulit mengharapkan perubahan yang kita harapkan.<br /><br />Walau sebagian dari caleg tidak kita ketahui rekam jejaknya dan mendadak sibuk mencari popularitas dengan terjun langsung mengenalkan diri ke masyarakat pemilih, setidaknya,kualitas para caleg dapat tercermin dari spanduk, stiker atau baliho yang mereka pasang. Bila melihat berbagai alat peraga kampanye, mulai dari spanduk, baliho yang marak bertebaran diberbagai tempat saat ini di kota Medan, dan juga stiker serta kartu nama para caleg yang diberbagai pertemuan akan kita terima, kita akan kesulitan menemukan ada kata-kata cerdas yang menjadi visi dan misi dari caleg tersebut. Dimana, yang seharusnya, alat peraga kampanye tersebut berisikan visi, misi & program caleg yang bersangkutan, tidak hanya simbol-simbol atau tanda gambar peserta pemilu saja.<br /><br />Dari beberapa diskusi dengan para caleg, hampir sebagian caleg kurang mau belajar dan kurang mau mendengar. Hal ini bisa dinilai dari sejauh mana para caleg memahami dan mengerti akan undang-undang saat ini yang berlaku khususnya yang berhubungan dengan pemilu diantaranya UU No.10/2008 tentang Pemilu dan Peraturan KPU No. 19/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta lainnya.<br /><br />Pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008 perihal Pedoman pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD & DPRD.jelas ditegaskan bahwa penempatan alat peraga tidak pada jalan-jalan protokol dan harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan dan keindahan kota sesuai dengan Peraturan Daerah setempat serta harus berjarak dari alat peraga peserta pemilu lainnya. Memang kita sadari, keindahan tidak selalu memiliki rumusan tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty, suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan the ugly, suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.<br /><br />Dari penempatan spanduk & baliho yang ada sekarang, kelihatan para caleg tak percaya diri untuk menyampaikan visi, misi dan program yang akan diperjuangkannya kelak dan tidak mempunyai nilai estetika atau lebih parah lagi tidak memahami peraturan yang berlaku, sebagaimana yang diatur oleh KPU pada Peraturan KPU No.19 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD & DPD. Itu artinya caleg tersebut tidak layak untuk dipilih dan tak layak menjadi anggota parlemen yang terhormat. Belum jadi anggota legislatif saja tidak mengindahkan peraturan atau tidak mau tahu akan ketentuan yang berlaku. Bagaimana lagi bila sudah menjadi wakil rakyat sudah tentu semaunya saja menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan partai politiknya. <br /><br />Krisis ekonomi global juga akan memicu maraknya praktik politik uang dalam mencari simpati para konstituen. Tentu saja, uang atau barang apa pun yang ditawarkan oleh para caleg dapat diterima, namun caleg tersebut tidak perlu dipilih. Sebab, bila ada caleg yang mempratikkan politik uang, itu artinya calon wakil rakyat yang tak percaya diri, kurang berprestasi dan tidak berkualitas yang tentunya tidak perlu dipilih.<br />Namun, apa pun hasilnya dari pemilu nanti, harus diterima dengan legawa, karena itulah kehendak rakyat: vox populi vox Dei. <br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-40780225641872949642008-11-29T06:36:00.002+07:002008-11-29T06:36:00.498+07:00Dosenku Pacarku (88) - Tamat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy9hfS8gBlWxA8iR7OIf4QCN_xkuler9eUU1t_M7g1Tk3shEGT1B-Q0C_hkJGEUY1nK77Tjrov0rAASG5pY64gSd7onDX9_6DLvuIcwr1oFTasbrmuFS4omcPqvin6nVkEzYet91dTUtk/s1600-h/love3.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 118px; height: 111px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy9hfS8gBlWxA8iR7OIf4QCN_xkuler9eUU1t_M7g1Tk3shEGT1B-Q0C_hkJGEUY1nK77Tjrov0rAASG5pY64gSd7onDX9_6DLvuIcwr1oFTasbrmuFS4omcPqvin6nVkEzYet91dTUtk/s200/love3.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5273006552432461906" /></a><br />My Love, Goodbye <br /><br /><a href="http://youtube.com/watch?v=tTGjbKc-YOQ">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Hear the wind sings a sad old song/it knows I'm leaving you today<br />please don't cry oh my/heart will break/when I'll go on my way<br /><br />*)<br />goodbye my love goodbye/goodbye and au revoir<br />as long as you remember me/ I'll never be too far<br /><br />goodbye my love goodbye/I always will be true<br />so hold me in your dreams til I/come back to you<br /><br />see the stars in the skies above/they'll shine wherever I may roam<br />I will pray every lonely night/that soon they'll guide me home<br />goodbye<br /><br />======================" 87 ============<br />" Sudah puas rindu mu amang sama bapauda.?" tanyanya.<br />Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa <br />lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.<br />Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf <br />aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam <br />ku. (Bersambung)<br />===========================<br /><br />Magda mengantarkan ku ke airport tanpa kehadiran Mawar. Berapa saat <br />aku dan Magda duduk diruang tunggu. Sengaja kami berangkat lebih awal <br />agar lebih lama mengobrol sebelum berpisah. Aku dan Magda berbicara <br />penuh rasa persahabatan dan kekeluargaan. <br /><br /><span class="fullpost"><br />Suasana berubah ketika Maya dan kakaknya Lisa datang menemuiku,kecut. <br />Magda menyongsong mereka ke luar ruang tunggu. Aku bergabung dengan <br />mereka. Maya menarik tangan ku memisahkan diri dari kakaknya dan <br />Magda. <br /><br />Maya bersedih melepaskan ku, dan minta maaf karena tidak pernah <br />menemuiku. " Aku kemarin datang kerumah abang, tetapi kata ibu kost <br />abang jarang di rumah." ujarnya.<br /><br />Aku tidak menanggapi ucapannya. "Sampaikan salam ku kepada om mu <br />itu." ujarku sambil menarik tangannya bergabung kembali dengan <br />Magda dan kakaknya. Maya dan Lisa meninggalkan aku setelah mereka <br />menyalami ku. Aku dan Magda masuk keruang tunggu melanjutkan obrolan <br />yang terputus. <br /><br />Kali ini, Magda tak dapat menahan rasa sedihnya. "Bang, jangan lupa <br />telephon Magda kalau sudah tiba di Jakarta. Hati-hati jangan lagi kau <br />sakiti hati perempuan. Cukuplah aku bang." ucapnya.<br /><br />"Magda, kenapa lagi kau mengingatkan masa lalu kita.?"<br />" Aku sudah berusaha bang, tetapi kadang kala kenangan itu datang <br />sendiri. Sukar sekali melupakannya. Lima tahun waktu yang cukup lama <br />kita saling mencinta. <br /><br />Kemudian abang datang lagi, meski ruang hatiku telah tertutup kepada <br />siapapun. Aku akui, kadangkala aku sukar membedakan antara saudara <br />dan asmara; Abang telah memberikan keduanya. <br /><br />Namun kali kedua, waktu jua yang memisahkan kita. Zung, aku ingin <br />mencium mu untuk yang terakhir sebagai orang yang pernah kau kasihi <br />dan juga sebagai saudara," ucapnya.<br /><br />Magda menyandarkan wajahnya diatas dadaku usai mencium ku, sambil <br />menyeka air mata dengan saputangannya.<br />" Magda, waktu jua yang akan memisahkan kita. Ternyata pemilik waktu <br />itu tidak merestui kita. Magda telah tulus melepaskan ku? Jawablah <br />aku Magda. Dalam beberapa menit lagi kita sudah akan berpisah." desak <br />ku.<br /><br />Magda diam, membisu. Akhirnya dia perlahan menggelengkan kepalanya, <br />kembali dia membenamkan wajahnya dalam pelukan ku. " Aku nggak tahu <br />bang, apakah aku tulus atau tidak. Seperti aku tadi katakan, aku <br />sukar membedakan antara saudara dan asmara. <br /><br />Abang telah memberikan keduanya. Tetapi percayalah, aku tidak <br />memendam meski itu sangat menyakitkan. Aku berdoa tulus kepada mu, <br />semoga abang mendapatkan perempuan yang lebih dari ku," ucapnya.<br /><br />" Kaulah yang terbaik bagi ku, tetapi sang pemilik waktu itu tidak <br />mengijinkan kita duduk bersanding dalam pelaminan," balasku seraya <br />menghapus airmatanya.<br /><br />Tak lama berselang setelah aku dan Magda melepaskan cetusan hati yang <br />terakhir, aku melihat Susan datang tergopoh-gopoh menuju keruang <br />tunggu. <br /><br />Aku tidak menyangka kalau Susan akan datang ke airport, karena <br />sebelumnya Susan menyatakan dalam suratnya tidak akan ikut <br />menghantarkan ku. Magda pergi berpura-pura membeli susuatu ke sebuah <br />kios kecil di airport itu, membiarkan ku bicara berduaan dengan <br />Susan. <br /><br />" Zung, aku mencoba melupakan mu dalam beberapa hari ini, ternyata <br />tak semudah itu. Aku juga tak dapat membohongi diri ku. Aku ingin <br />menghantarkan mu, barang kali ini adalah pertemuan kita yang <br />terakhir, walupun aku mengharap tidak. Zung, jangan lupa telephon aku <br />kalau sudah tiba di Jakarta." Aku menggangguk, "Iya aku janji akan <br />menelephon mu, " jawab ku.<br /><br />http://www.youtube.com/watch?v=V9N5qhBE_oU<br /><br />Magda kembali bergabung denganku dan Susan. Tak ada perasaan canggung <br />diantara kami bertiga. Pembicaraan kami mengalir bagaikan air sungai <br />bening dimana aku, Magda dan Susan berenang bersama beberapa hari <br />sebelumnya. <br /><br />Pengumuman dari maskapai penerbang mengakhiri pertemuan ku dengan <br />Magda dan Susan. Susan mengecup pipiku lembut, dia dapat menguasai <br />emosinya meski matanya memerah, " Zung, selamat jalan sayang," <br />bisiknya di telingaku sambil melepaskan pelukannya.<br /><br />Magda....? Akh sama "galak"nya terhadap ku akhir-akhir ini, demikian <br />juga "galak"nya ketika akan berpisah. Magda tak dapat menguasai <br />dirinya. Dia memeluk ku sangat erat dan menciumi pipiku kiri kanan. <br />Magda menangis sesunggukan.<br /><br />" Zung segera pulang. Aku nggak ada teman bang, " ujarnya sambil <br />membaringkan wajahnya diatas bahu ku. Susan juga ikut terharu melihat <br />tangisan dan ucapan lirih Magda di atas bahu ku. <br /><br />Aku berusaha menahan pahitnya perpisahan ini, tetapi kedua kelopak <br />mata ku tak kuasa membendung cairan bening berderai membasahi wajah <br />ku. Aku meraih tangan kedua mantan kekasih ku. Magda dan Susan <br />membiarkan aku mencium tangan mereka bergantian. <br /><br />Magdalena menyeka air mata ku hingga suara lirih kudengar, " Zung, <br />selamat jalan. Bang pergilah..pramugari telah menunggu mu di tangga <br />pesawat, "ujar Magda seraya menyeka air mataku lagi dengan <br />saputangannya. <br /><br />" Bawalah ini bang," ucapnya sambil menyerahkan ketangan ku <br />saputangan yang basah oleh airmata kedua insan yang pernah saling <br />mengasihi. Wajah Susan tampak terharu memperhatikan "adegan" ku dan <br />Magda.<br /><br />Dari ujung tangga pesawat, aku menoleh kepada mereka. Aku melihat <br />Susan meletakkan tangan kanannya diatas bahu Magda. <br /><br />Tangan kedua mantan kekasih ku itu melambai menghantarkan ku <br />mengarungi perjuangan serta kehidupan baru.<br /><br />Vaya Con Dios my darling.... Vaya Con Dios my love... Goodbye, my <br />hopeless dream ( S e l e s a i)<br /><br />Los Angeles. November 13, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-65903712677608224592008-11-28T06:33:00.000+07:002008-11-28T06:33:01.585+07:00Dosenku Pacarku (87)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjon4CkRq4Fb0rGJx67q_MxKTgi3rpP_hJrHQLnRG0GzBYNS9qfyNZeKxg-Y5XgGQ4gmv28CuS4-rfU0GBMoB-2fkHxwu28_Mbz37QuTwuOANlaaeG8E_2uuuhcS-2UKWFLnyRbQeN-nCw/s1600-h/love2.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 135px; height: 97px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjon4CkRq4Fb0rGJx67q_MxKTgi3rpP_hJrHQLnRG0GzBYNS9qfyNZeKxg-Y5XgGQ4gmv28CuS4-rfU0GBMoB-2fkHxwu28_Mbz37QuTwuOANlaaeG8E_2uuuhcS-2UKWFLnyRbQeN-nCw/s200/love2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5273005697473921858" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">" Without You"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=sc0YPP4qzLQ">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I <br />guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your <br />eyes/Your sorrow shows/Yes it shows <br /><br />No I cant forget tomorrow/When I think of all my sorrow/When I had <br />you there/But then I let you go/And now its only fair/That I should <br />let you know/What you should know <br />*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give <br />anymore 2 X<br /><br />No I cant forget this evening/Or your face as you were leaving/But I <br />guess thats just the way/ The story goes/You always smile but in your <br />eyes/Your sorrow shows/Yes it shows <br />*) I cant live/ If living is without you/I cant live/I cant give <br />anymore 2 X<br /><br />================= 86 ===============<br />Aku kaget. Aku tak menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang <br />terluka atas hubungan kami.( Bersambung)<br />===================================<br /><br />"Magda, tadi aku telah ingatkan, Susan salah mengerti tentang <br />hubungan kita. Atau kamu masih kecewa dengan ku? Bukan kah kita sudah <br />sepakati untuk melupakannya? Kenapa Magda bersedih lagi. <br /><span class="fullpost"><br />Aku sudah berulangkali mohon maaf, Magda masih belum tulus memaafkan <br />ku?. Aku, sungguh telah melupakannya. Itu sebabnya aku hampir setiap <br />hari datang kerumah ini, karena Magda telah kuanggap bagian dari <br />keluarga ku. <br /><br />Magda diam. Dia mengambil envelope itu lagi dan menyerahkan ketangan <br />ku. Aku pindah kedekatnya, " Magda, relakanlah aku pergi agar aku <br />tidak punya beban. Aku tak ingin melihat mu bersedih seperti itu.<br /><br />Magda, aku menyadari kekeliruanku dulu. Aku sadar tak mungkin lagi <br />mendulang cinta dari hati yang terluka. Aku telah merelakan mu pergi <br />dengan siapapun lelaki yang mencintai mu. <br /><br />Magda menggelengkan kepalanya." Nggak bang, semuanya telah berakhir, <br />hatiku telah tertutup, " ucapnya dengan suara serak.<br />" Magda, besok aku mau berangkat, lepaskanlah aku dengan tulus. <br />Tolong jangan menambah beban pikiran ku lagi. Magda <br />telah "menyelamatkan" aku dengan Susan. Kini malah Magda menyiksa <br />perasaan ku saat mau pergi."<br /><br />Magda diam, kedua matanya masih memerah mengeluarkan airmata <br />membasahi wajahnya. Dia meninggalkan ku sendirian di ruang tamu. Aku <br />duduk diliputi rasa tanya, kenapa sikap Magda berubah lagi <br />terhadapku. Pada hal akhir-akhir ini aku telah dianggapnya keluarga <br />dekat sebagai bersaudara.<br /><br />Kini aku seakan mendengar gaung genta dari lorong gelap nan sepi. <br />Telingaku tak mampu lagi mendengar gaung yang melolong panjang dan <br />memilukan, mendera kalbu. Aku tak kuasa menahan getar cekaman sukma <br />dari seseorang yang pernah aku kasihi. <br /><br />Aku merebahkan tubuh dalam kepenatan jiwa diatas sofa ruang tamu. <br />Mata ku sukar terpejam didera galau membalut jiwa. Malam itu, Magda <br />tampaknya tidak dapat tidur. Magda menemuiku dalam pembaringan siksa, <br />membujuk ku pindah ke ruangan yang telah dipersiapkannya. Aku <br />menolak. <br /><br />" Magda, biarkan aku disini, sendiri menikmati kebekuan dan kebuntuan <br />hati," ujarku sambil menggigil menahan dingin menusuk persendian <br />tulang-tulang ku.<br /><br />" Abang nanti sakit. Besok mami memarahi ku lagi kalau abang masih <br />tidur disini. Ayolah bang, aku sudah siapkan kamar untuk mu," <br />bujuknya. <br /><br />Aku bergeming. Magda mengambilkan selimut dan menutupi tubuh ku <br />setelah aku bersikeras tidak mau pindah. "Selamat malam bang," <br />ujarnya sambil berlutut, meraih tangan ku dan menciumnya.<br />****<br />Pagi hari usai serapan, aku dan Magda duduk berduaan di meja makan. <br />Inanguda ku, maminya Magda, telah keluar rumah.<br />" Zung, besok aku nggak bisa mengantar abang ke airport." ujarnya <br />dengan wajah kuyu.<br /><br />" Magda, apa yang membuat hati mu berubah secepat itu ? Apa perlu <br />abang membatalkan keberangkatan ku? Apa lagi yang harus aku lakukan <br />agar hati mu puas? Terakhir ini aku mendengar dan mengikuti nasihat <br />mu, bebanku hilang. Sekarang malah Magda menambah beban ku." <br /><br />"Bang, nggak ada yang berubah. Hanya aku belum siap berpisah dengan <br />mu. Aku menyesali kenapa abang datang lagi dan kali kedua <br />meninggalkan ku. Tak ada lagi teman ku berbagi rasa, walaupun kita <br />selalu bertengkar. Aku sangat menyayangi mu sebagai saudara ku. <br /><br />Zung, aku tidak mengingat lagi masa lalu kita. Aku nggak sakit hati, <br />hanya aku tidak tega memberangkatkan mu. Jangan sakit hati bang, <br />Magda tak mampu melihat mu meninggalkanku sendirian di airport dan <br />aku akan menanggung kesedihan sepeninggal mu."<br /><br />"Baiklah Magda, aku menghargai alasan mu. Tetapi ingatlah, masa-masa <br />yang indah terakhir ini, sebagai keluarga dekat, kau akhiri dengan <br />kesan menyakitkan. Aku tak yakin, Magda telah memafkan ku dengan <br />tulus. Magda hanya berpura-pura, meski aku dengan tulus menemani mu <br />sebagai keluarga dekat ku. <br /><br />Ugghh...aku permisi, selamat tinggal ito ku Magda yang baik." ujar ku <br />sambil beranjak dari meja makan dan menyerahkan kunci motor yang <br />tadinya aku pinjam untuk sesuatu urusan.<br /><br />Magda tidak menghalangi ku pergi, tetapi dia menangis sambil berlari <br />ke ruangan dapur. Magda berdiri di depan jendela dapur sambil menyeka <br />air matanya. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan gelisah.<br />Sedikipun aku tak menduga kalau sikapnya akan berujung seperti itu.<br /><br />Aku mencoba mengingat-ingat barangkali ada sesuatu ucapan ku yang <br />menyinggung perasaannya. Tapi aku sangat yakin, terakhir ini tidak <br />sekalipun aku menyakiti hatinya; Juga, tidak pernah mempengaruhinya <br />agar hubungan kami kembali. <br /><br />Aku berdiri kaku menatapnya masih dengan wajah sedih. Bibirnya <br />bergetar menahan tangis sambil melangkah ke kursi di sudut ruangan <br />dapur. Kedua tangannya menopang wajahnya, matanya menatap kearah ku, <br />hampa. <br /><br />" Magda, nggak apa-apa kalau tidak mau mengantarkan aku ke airport. <br />Tetapi, katakan sejujurnya sebelum aku meninggalkan rumah ini, apa <br />yang membuat sikap mu seperti itu. <br /><br />Aku janji, tidak akan tersinggung dan marah. Justru sikap mu seperti <br />ini, tanpa pejelasan, membuat aku tersinggung dan sakit hati untuk <br />seumur hidup, sungguh, " ucapku serius.<br /><br />Aku menunggu jawaban terakhir sebagai simpul persahabatan ku; Sebagai <br />keluarga, sekaligus sebagai perempuan yang pernah aku cintai dengan <br />tulus, walau pada akhirnya terhempas diterjang badai. <br /><br />Aku juga menatapnya hampa, kecewa, iya sangat kecewa. Akankah <br />semuanya berakhir tanpa aku mengerti apa dan mengapa? Detik-detik <br />mencekam menunggu jawabannya membuat hatiku semakin tersiksa. <br />Perlahan aku membalikkan tubuhku sambil melangkah keluar dari ruang <br />dapur. <br /><br />Segera aku menghentikan langkah ku ketika mendengar Magda menghela <br />nafasnya, panjang.<br />" Iyalah bang, aku mau ikut mengantarkan mu ke airport," ujarnya <br />pelan. <br /><br />Aku segera berlari menghampirinya serta mengangkat tubuhnya seperti <br />anak kecil. Magda sesak dan berteriak sambil memukul-mukul dada ku.<br />" Lepaskan aku, lepaskan aku abang genit,!" teriaknya . <br />Kedua tanganya mencubit pipiku, kuat berbekas. <br /><br />Giliran ku berteriak ketika Magda mencubit pipi ku kali kedua. " <br />Biarin, supaya abang tetap ingat Magda," ujarnya.<br />Magda menyerahkan kunci motornya yang aku telah kembalikan, " Nih <br />kuncinya, abang raja perajuk," ujarnya, <br />" Magda ratu cerewet," balas ku sambil menyeka air mata yang tersisa <br />diwajahnya.<br />**** <br />http://www.youtube.com/watch?v=cIc7EvT2zsw<br /><br />Sebelum aku meninggalkan Magda, entah kenapa secara spontan hatiku <br />tergerak ingin ziarah kekuburan papi Magda, bapauda ku. Selama ini <br />aku terus diliputi rasa bersalah. Dulu, aku tidak ikut menghantarkan <br />jenazahnya ke pemakaman. Dalam perjalanan, Magda bertanya, kenapa <br />aku tiba-tiba mengajaknya ziarah.<br /><br />" Entah kenapa. Aku teringat papi ketika kita duduk makan bersama <br />semasa hidupnya. Ketika itu papi menawarkan pekerjaan untuk ku <br />setelah tammat sarjana muda." ujar ku. Magda mempererat tangannya <br />dalam boncengan serta meletakkan wajahnya di atas punggung ku. Aku <br />merasakan hangatnya tetesan airmatanya membasahi punggungku.<br /><br />Aku dan Magda berlutut di didepan pusara setelah membersihkan serta <br />meletakkan kembang diatasnya. Aku tak dapat menahan rasa sedih ketika <br />mendengar isakan Magda. <br /><br />Dalam tangisnya Magda berujar lirih sambil memeluk pusara, wajahnya <br />diletakkan diatasnya, " Papi, abang datang lagi. Papi, besok abang <br />pergi lagi meninggalkan aku dan papi."<br /><br />Aku mengangkat wajahnya dari atas pusara serta memeluknya. Magda <br />semakin terisak dalam pelukanku, " Abang telah memaafkan papi,?" <br />tanyanya dalam isak. Tubuhku terguncang menahan tangis mendengar <br />pertanyaannya.<br /><br />" Magda, tidak..!. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Papi tidak <br />bersalah , aku seharusnya minta maaf sebelum papi pergi , " ucapku <br />menahan teriak dalam pelukannya.<br /><br />Aku dan Magda tersentak ketika sepasang tangan menyentuh lengan kami. <br />Aku dan Magda menoleh ke atas. Tanpa kami sadari, mami dan adiknya <br />Jonathan sedang berdiri dibelakang kami. Magda segera berdiri dan <br />memeluk maminya kemudian mami memeluk ku. <br /><br />" Sudah puas amang rindu mu kepada bapauda.?" tanyanya.<br />Aku mengangguk, " Iya inang uda, rindu ku telah puas. Aku kini merasa <br />lega berangkat ke Jakarta." jawab ku tersendat.<br /><br />Jonathan memelukku erat sekali," Bang kemana saja? Selamat bang, maaf <br />aku nggak bisa hadir pada acara wisuda lalu,"ujarnya sambil menyalam <br />ku. (Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 13, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-32490284346327372392008-11-27T06:29:00.000+07:002008-11-27T06:29:00.807+07:00Dosenku Pacarku (86)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK-98axAzRowr2mnyDXSgLc34R82rS-lwCZjQIQ3ahyAV1wcQ71n_aEmEd-iv1OJWxxnx5jz-m8VvT6r3TD5yjuZ_v8Oh-oZUi2zGgj9KSSwrxF62Wnc6ZiQYtnRvka03hROoa8RNW64s/s1600-h/cinta6.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 106px; height: 122px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK-98axAzRowr2mnyDXSgLc34R82rS-lwCZjQIQ3ahyAV1wcQ71n_aEmEd-iv1OJWxxnx5jz-m8VvT6r3TD5yjuZ_v8Oh-oZUi2zGgj9KSSwrxF62Wnc6ZiQYtnRvka03hROoa8RNW64s/s200/cinta6.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5273005042285375122" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"I Hate You Then I Love You" </span><br /><br />Mau dengar lagunya, klik disini...<a href="http://www.youtube.com/watch?v=aDfZVQgtask"><br /></a>I'd like to run away from you/ But if I were to leave you I would <br />die/I'd like to break the chains you put<br />Around me/And yet I'll never try<br /><br />No matter what you do you drive me crazy/I'd rather be alone<br />But then I know my life would be so empty/As soon as you were gone<br /><br />Impossible to live with you/But I could never live without you<br />For whatever you do / for whatever you do/I never, never, never/Want <br />to be in love with anyone but you<br /><br />You make me sad/You make me strong/You make me mad/You make me long <br />for you / you make me long for you<br />You make me live/You make me die/You make me laugh/You make me cry <br />for you / you make me cry for you<br /><br />*) I hate you/Then I love you/Then I love you/Then I hate you/Then I <br />love, I love you more<br />For whatever you do/I never, never, never/ Want to be in love with <br />anyone but you<br /><br />You treat me wrong/You treat me right/You let me be/ You make me <br />fight with you / I could never live with out you<br />You make me high/You bring me down/You set me free/You hold me bound <br />to you<br />*)<br />I never, never, never/I never, never, never/I never, never, never/ <br />Want to be in love with anyone but you<br />But you<br /><br />================= 85 ============<br />" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, " <br />ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar <br />percakapan ku dengan Susan.Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda <br />duduk didepan mendampingi ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan <br />paduka murka." gurau Susan. ( Bersambung)<br />============================<br /><br />Susan mengajak kami makan malam di rumahnya. Aku tak dapat menolak <br />setelah Magda menyetujui ajakan Susan. Sebenarnya aku tak rela lagi <br />mampir dirumah itu, terlalu banyak kenangan yang terajut disana, <br />mulai dari sofa, ruangan bar kecil dan tempat tidur; kesemuanya <br />menjadi saksi bisu selama -kurang lebih sepuluh minggu -- berhubungan <br />dengan Susan. <br /><span class="fullpost"><br />Seperti biasanya, Susan tak pernah membiarkan pembantunya melayani <br />aku dan Susan ketika makan bersama. <br />Aku berbisik kepada Magda agar ikut ke dapur mempersiapkan makanan. <br />Aku menyusul setelah Magda kedapur. Kami bertiga di dalam dapur <br />mempersiapkannya meski Susan melarangnya. Di meja makan, Susan <br />menarik tangan Magda duduk disampingnya, menghadap ku. <br /><br />" Magda, kita duduk disni menghadap tuan paduk yang mulia," ujar <br />Susan bergurau. Magda ketawa mendengar guyonan Susan. Suasana makan <br />malam penuh kehangatan seperti tiga bersaudara sekandung.<br /><br />Aku dan Magda meniggalkan Susan dengan hati berat, karena telah <br />terjalin kumunikasi yang akrab dan tulus diantara kami bertiga. Susan <br />mencium pipi Maga dan memelukku erat dihadapan Magda, " Bang, hati-<br />hati dijalan," pesannya. Selama dalam perjalanan, wajah Magda kurang <br />ceria.<br /><br />" Ada apa, kenapa wajah mu muram seperti itu,? tanyaku.<br />Suara Magda tersendat ," Aku tak sangka Susan begitu hangat dan <br />tulus. Beda ketika dia sedang memberi kuliah. Lain waktu, aku akan <br />ajak Mawar main kerumahnya. <br /><br />" Sekarang baru Magda rasakan kehangatan Susan. Hal yang sama aku <br />rasakah sehingga aku larut dan melanbrak tatanan kewajaran." ujar <br />ku, disambut anggukan Magda.<br />****<br />Tiga hari berikutnya, Susan datang kerumah ku, kebetulan aku sedang <br />dirumah Magda. Magda selalu menelephon ku jika pada siang hari <br />belum juga "melapor" kerumahnya. Suatu waktu di pernah kesal karena <br />aku tak datang kerumahnya. "Abang mentiko , sudah tahu mau pergi <br />masih melalak kemana-mana," ujarnya kesal.<br /><br />" Magda juga ikut-ikutan memasung ku." ucap ku.<br />" Bangngng....aku tidak mau memasung. Abang sebentar lagi sudah mau <br />pergi.!" teriaknya.<br />" Duh...masih gadis begini sudah darah tinggian," ujarku ngenyek.<br /><br />" Bangng... aku bukan marah. Abang nggak mengerti perasaan ku," <br />balasnya lembut sambil meraih kedua tanganku dan menempelkan di sisi <br />wajahnya. " Abang salah mengerti." imbuhnya. Sikapnya kala itu, <br />membuat ku setengah pesong, benci tapi rindu.?<br /><br />Ketika aku tiba di rumah, ibu kost ku memberikan sebuah titipan dari <br />Susan berisi surat singkat dan tiket pesawat Medan - Jakarta-Medan <br />dengan status "open date."<br /><br />Menurut ibu kost Susan menuliskannya diruang tamu. " Zung, maafkan <br />aku tak bisa mengantarkan mu ke airport. Aku ragu, tak kuasa menahan <br />diri ku kertika melepaskan mu pergi. <br /><br />Aku juga tak mau melukai hati adik ku Magda yang aku sangat sayangi. <br />Selamat jalan bang. Kalau tidak keberatan setelah abang di Jakarta, <br />sesekali telephonlah aku kekantor. <br /><br />Aku pasti sangat merindukan mu. Abang sudah tahu jadual ku di kampus, <br />bukan? Jangan biarkan aku tersiksa dengan rindu ku. Aku merelakan mu <br />pergi dengan adik ku Magda, aku hanya ingin mendengar suara mu." <br />Akhir tulisannya, "Peluk cium ku, Susan Raharjo Hendra."<br /><br />Dua malam terakhir sebelum berangkat, Magda dan maminya mengajak ku <br />menginap dirumahnya. Aku menyetujuinya kebetulan kedua orang tuaku <br />tak jadi datang karena kesibukan. <br /><br />Setelah makan malam, aku dan Magda diruangan tamu hingga larut malam. <br />Magda kesal ketika aku mau pergi tidur, " Zung, besok lusa kan mau <br />berangkat. Kok tega amat abang mau tidur baru pukul dua belas," <br />katanya kesal. <br /><br />Sebelumnya tak ada niat memberi surat Susan kepada Magda. Tetapi <br />karena Magda ingin memperpanjang durasi pembicaran, aku menyerahkan <br />surat Susan yang ditujukan pada ku.<br /><br />" Magda mau baca surat Susan yang terakhir, ? tanya ku.<br />Magda semangat, segera berdiri menarik tangan ku, " ayo bang <br />ambilkan, aku mau baca,"<br /><br />Aku memberikan envelope titipan Susan berisi tiket dan suratnya. <br />Sebelum Magda membaca isi suratnya, terlebih dahulu aku mengingatkan <br />Magda: " Susan salah mengerti tentang hubungan kita. Dia menduga <br />hubungan kita kembali seperti sediakala. Magda, aku tak pernah <br />sekalipun berbicara tentang kamu. Aku harap Magda tidak salah <br />mengerti."<br /><br />Magda menatap ku setelah selesai membaca surat itu. Magda menyeka air <br />matanya, dan melemparkan surat itu keatas meja. Aku kaget. Aku tak <br />menyangka kalau Magda masih menyisakan hati yang terluka atas <br />hubungan kami.( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 13, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-37648843009433929832008-11-26T00:53:00.001+07:002008-11-26T00:56:00.000+07:00Dosenku Pacarku (85)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF6viRq8AP1xMK8M2N1hb4cjBiSLgQ6C8u-GP8CEIw2DgVUm730h-NJnceFB0I9lAjHigKgaX4id53yj-VeUH9_Yf87JHrbHMYWK8_NoYNS9BZ16XzM2reuGlIawEMgTbSIo_9jX24NCc/s1600-h/cinta7.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 116px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjF6viRq8AP1xMK8M2N1hb4cjBiSLgQ6C8u-GP8CEIw2DgVUm730h-NJnceFB0I9lAjHigKgaX4id53yj-VeUH9_Yf87JHrbHMYWK8_NoYNS9BZ16XzM2reuGlIawEMgTbSIo_9jX24NCc/s200/cinta7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5272655383405710450" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Boasa ingkon pajumpang"</span><br /><br />================ 84 ===============<br />" Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya <br />mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran <br />dikupingku, " Terimakasih raja perajuk.!" ucapnya. ( Bersambung)<br />===================================<br /><br />Esok harinya, aku dan Magda berangkat dengan mengenderai mobil ke <br />rumah Susan. Susan menyambut kami dengan ramah. <br />" Kita berangkat dengan mobil ku saja, " ujar Susan sambil <br />menyerahkan kunci mobilnya kepada ku.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Sedikit agak kaku antara Magda dan Susan sebelum kami berangkat. <br />Susan memilih duduk dibelakang, sementara Magda menginginkan Susan <br />duduk mendampingi ku.<br /><br />" Iya, sudahlah dari pada buang-buagg waktu, kalian berdua duduk di <br />belakang, aku jadi sopir ," ucap ku sambil menghidupkan mesin mobil. <br />Magda dan Susan tertawa mendengar ocehan ku. Susan buru-buru masuk <br />dan duduk disampingku.<br />"Abang kita marah nih." ujar Susan sambil tertawa.<br /><br />Suasana ceria menyelimuti hati kami bertiga ketika menyelusuri jalan <br />menuju rumah mungil ditengah kebunnya. Sesekali aku memegang tangan <br />Susan dan Magda bersamaan. Keduanya menyambut tangan ku dan <br />menggemgamnya erat. <br /><br />Demikian juga ketika kami berenang bersama di sungai. Kami bertiga <br />tertawa lepas ketika tubuh Susan dan Magda ku benamkan kedalam <br />sungai. Tak ada lagi batas antara mahasiswa dengan dosen.<br /><br />Susan mengaku kelelahan, dia menepi kebibir sungai, sementara Magda <br />masih asyik menikmati sejuknya air sungai. Magda menganggukkan <br />kepalanya, ketika kuberi "sign", aku mau mengikuti Susan. " Ah..ito <br />ku Magda sangat luar biasa pengorbanan serta ketulusan hatinya," <br />bisik ku dalam hati. <br /><br />Aku dan Susan duduk di tepi sungai. Sesekali Susan mempermainkan air <br />dan menyiram wajah ku sambil tertawa. Tak pernah sekalipun Magda <br />menoleh kearah kami hingga aku dan Susan meninggalkan sungai. <br /><br />Di rumah mungil itu, Susan mengajak ku mandi bersama, tetapi aku <br />menolak dengan dalih, " Nanti nggak enak dengan Magda."<br />" Abang memang benar sudah kembali lagi kepada Magda?" tanyanya <br />sambil membuka pintu kamar mandi.<br /><br />Aku tak memberi jawaban pasti. " Menurut Susan bagaimana,?" tanyaku <br />balik. Susan diam dan menutupkan pintu kamar mandinya. Aku mengetuk <br />pintu kamar mandi dan bertanya: " Susan, kenapa diam? Kamu marah?.<br /><br />Susan membuka pintu dan menarik ku kedalam. Susan mencumi ku dengan <br />gairah. Susan tak peduli meski aku sudah berulang kali berbisik ke <br />telinganya.<br />" Susan, kamu nggak malu kalau nanti kita dilihat Magda.? Diakhir <br />ciumannya mengucapkan : " Zung , aku rela melepaskan mu demi <br />kebahagian abang dengan Magda."<br /><br />Aku memeluknya dan berucap lirih di telinganya: " Terimakasih Susan, <br />selama ini telah banyak membantu ku. Maafkan aku bila telah <br />mengingkari janji ku. Terimakasih Susan merelakan ku pergi. Aku tak <br />akan melupakan, bahwa Susan pernah berlabuh dalam kalbu ku meski <br />dalam bentangan waktu yang sangat singkat."<br /><br />Aku meninggalkannya dikamar mandi dengan berat hati ketika dia mulai <br />menitikkan airmata. Sementara Susan masih menangis, Magda kembali <br />dari sungai. Aku berbisik kepadanya " Susan di dalam, dia sedang <br />menangis." <br /><br />Magda mengerti, dia kembali lagi kesungai meninggalkan aku dan Susan <br />dirumah. Aku menemui Susan kekamar mandi karena masih terus menangis. <br />Dia mengabaikan bujukan ku supaya diam. <br /><br />Aku menuntunnya kembali keruang tamu. Dia meninggalkan ku di ruang <br />tamu dan masuk kedalam kamar. Susan membaringkan tubuhnya, masih <br />dalam tangis. Aku menemuinya setelah Susan berhenti dari tangisnya <br />dan membujuk; "Susan, mari kita pulang hari sudah mulai gelap." <br /><br />Tangis Susan kembali memecahkan kesunyian, " Zung, kemarilah, <br />peluklah aku untuk yang terakhir kali," ujarnya dalam pembaringan.<br />" Sepertinya Magda sudah datang dari sungai, dia ada diruang tamu, " <br />ujar ku mengingatkannya.<br /><br />" Aku tak perduli. Aku juga telah punya suami, aku rela memberi mu <br />yang terbaik."<br /><br />Hatiku bergetar mendengar ucapannya. Aku memeluknya dengan rasa <br />kasih sayang, tanpa diiring nafsu birahi. Kembali aku mengucapkankan <br />kalimat ku sebelumnya; "Aku tak akan melupakan, bahwa Susan pernah <br />berlabuh dalam kalbu ku meski dalam bentangan waktu yang singkat. <br />Susan, mandilah agar kita pulang." bujuk ku.<br />Susan bangkit dari tempat tidur, dia tidak menolak ketika aku <br />menggandeng tangannya ke kamar mandi.<br /><br />Magda menggigil sambil berlari kecil kerumah, sementara Susan telah <br />selesai berpakain siap-siap untuk pulang. Susan menyambut Magda, <br />seakan tidak ada sesuatu yang terjadi. Dia menyuguhkan teh panas yang <br />telah disediakan ibu penjaga rumah kepada Magda.<br /><br />Aku berpura-pura protes, sekedar menambah kehangatan suasana, " Lho, <br />aku dari tadi disini tak setes airpun Susan suguhkan kepada ku. Susan <br />diskriminatif, hanya melayani sesama perempuan," ujar ku.<br /><br />" Buru-buru Susan menuangkan air teh ke gelas dan mengantarkannya, " <br />ini tuan paduka," ujarnya bergurau. Magda tertawa mendengar <br />percakapan ku dengan Susan.<br /><br />Ketika akan pulang, Susan memaksa Magda duduk didepan mendampingi <br />ku. " Magda, kau duduk didepan sebelum tuan paduka murka." gurau <br />Susan. ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 12, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /><br /><br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-50546702908378637782008-11-24T06:14:00.000+07:002008-11-24T06:14:00.902+07:00Dosenku Pacarku (84)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigODPJuBEhYuvU97anKk2zGyB5Vnd1G_XVa4Kvcyl-awYY2G0ObTQoXWqjw4Uk9YEegRnR5khFYnhyphenhyphenPBERRdnahP6dliYXta4tgnPXzP3naaE1ROTc0idNXagNE_Rqx4-dtBVMO1j3Bw4/s1600-h/cinta-biru.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 131px; height: 87px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigODPJuBEhYuvU97anKk2zGyB5Vnd1G_XVa4Kvcyl-awYY2G0ObTQoXWqjw4Uk9YEegRnR5khFYnhyphenhyphenPBERRdnahP6dliYXta4tgnPXzP3naaE1ROTc0idNXagNE_Rqx4-dtBVMO1j3Bw4/s200/cinta-biru.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269815646712445906" /></a><br />"Almost Lover"<br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=Nez7gsXBJtw&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind <br />Images/ You sang me spanish lullabies/The sweetest sadness in your <br />eyes/Clever trick/I never want to see you unhappy/I thought you'd <br />want the same for me<br /><br />*)Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not <br />to think about you/Can't you just let me be?/So long, my luckless <br />romance/My back is turned on you/I should've known you'd bring me <br />heartache/Almost lovers always do<br /><br />We walked along a crowded street/You took my hand and danced with <br />me/Images/And when you left you kissed my lips/You told me you'd <br />never ever forget these images, no<br />I never want to see you unhappy/I thought you'd want the same for me<br />*)<br />I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot <br />wake up in the morning<br />Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted<br />And I bet you are just fine/Did I make it that easy<br />To walk right in and out of my life?<br />*)<br />================ 83 =============<br />" Aku berangkat akhir bulan ini," ujar ku. " Kalau sampai sebulan <br />nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuh ku. Susan terus <br />berusaha mempengaruhi ku, agar membatalkan niat ku ke Jakarta. ( <br />Bersambung)<br />=================================<br />" Zung , bagaimana dengan pekerjaan yang aku tawarkan itu. Bolehlah <br />abang pergi tapi kembali lagi setelah sebulan," bujuknya.<br />Tidak elok menolak langsung tawarannya, aku berucap: " Aku akan <br />pikirkan ulang usulan mu setelah aku di Jakarta." <br /><br /><span class="fullpost"><br />Dalam pembicaraan hampir satu jam itu, Susan sesekali mengulang <br />kenangan kisah kasih kami. Susan mengajakku ke rumah mungil dan kebun <br />peninggalan ayahnya. " Zung, nggak rindu dengan sungai kala aku dan <br />abang mereguk kasih dalam kebeningan sungai,? " tanyanya menukil <br />kenangan. <br /><br />Iya, aku amat merindukannya, airnya begitu jernih dan sejuk. Aku <br />terkesan dengan batu-batu besar dan indah ditengah sungai seakan ada <br />tangan yang menyusunnya. Suara gemercik sungai menggelitik syaraf ku <br />untuk menuliskan ke kaguman ku tentang ke Maha Besaran sang Pencipta.<br /><br />Beberapa tulisan pendek berhasil ku torehkan didalam catatan harian <br />ku berisi tentang kemolekan dan kecentilan sungai mengalir menyusur <br />hingga ke samudera luas. <br /><br />Diantara catatan harian pernah ku torehkan antara lain; <br />" Senandung mu berdesah mengiring geliat gemulaimu menyusuri alur <br />berliku bebatuan. Geliat mu bagaikan gadis jelita meliukkan tubuh di <br />depan mata ku.<br /><br />Senyuman dan kebeningan penampakan mu mengundang nafsu berahi ku <br />untuk menyetubuhi mu. Engkau pasrah ketika aku mencumbui mu hingga <br />aku terkulai dalam pelukan mu. <br /><br />Engkau memberi ku kehangatan dalam jiwa mana kala aku terpasung dalam <br />kegalauan sukma. Aku mencicipi kemolekanmu penuh gairah. Engkau <br />memberi ku sejuta rasa, mengalir, laksana madu membasahi <br />kerongkongan ku." Diakhir tulisan itu ku tuliskan, " Aku, penikmat <br />cipta surgawi."<br /><br />Entahlah mungkin Susan sengaja menukil kenangan ku dan dia. Oh <br />iya...kala itu, Susan bergayut manja di pangkuanku pada akar pohon <br />yang membentang kokoh diatas permukaan sungai. Aku sengaja melepaskan <br />pelukan ku sehingga dia terjungkal kedalam sungai, gelegapan. <br /><br />Tangannya menggapai ku. Aku menghampirinya setelah aku puas <br />mempermainkannya. Dia memukul-mukul dadaku seraya berujar, " abang <br />nakal." Ciumanku menghentikan tangannya memukul dadaku. "Bang, aku <br />kedinginan ." ujarnya mengharap aku memangku ketepian sungai. Susan <br />menghentakkan ku dari kenangan sekilas. <br /><br />" Zung, besok suamiku Hendra akan berangkat ke kantor pusat <br />memberikan laporan perjalananannya selama di London. Abang mau temani <br />aku ke kebun ,?" tanyanya. <br /><br />" Aku mengganguk tanda setuju. Susan tidak merasa keberatan bila aku <br />mengajak Magda dan Mawar ikut ke kebun dan rumah mungil peninggalanan <br />ayahnya.<br /><br />Setelah Susan pulang, aku segera berangkat ke rumah Magda memberi <br />laporan terakhir tentang Susan. Aku dan Magda ada semacam perjanjian <br />tak tertulis, semua kegiatan ku di Medan sebelum aku ke Jakarta harus <br />melaporkannya, termasuk mengenai Maya dan Susan. Kesepakatan tak <br />sengaja ini, muncul ketika kami di danau Toba menikmati liburan <br />setelah wisuda..<br />**** <br />Magda baru saja siap mandi datang menyongsong ku ke teras rumah, " <br />Ada berita baru bang.?"<br /><br />Magda tahu, setiap kedatangan ku diluar jam bertamu, akan melaporkan <br />sesuatu yang baru.<br />" Magda, ini perintah.! Tak ada alasan mu untuk menolak, kecuali <br />Magda bersedia tak cakapan dengan ku untuk seumur hidup." ujar ku.<br /><br />" Kelakuan abang tak berubah, main paksa," ujarnya sambil <br />mengeringkan rambutnya - yang baru saja dikeramas- dengan handuk .<br /><br />" Besok siang kita ke sungai tempat kita dulu" retreat". Aku ingin <br />berenang disana bersama mu sebelum aku berangkat." ujar ku bergurau.<br /><br />" Abang baru minum iya? Berapa botol abang minum hah...?" tanyanya <br />serius sambil mengibaskan handuknya ke wajah ku.<br /><br />Aku tertawa melihat tingkahnya, tempramennya langsung "on", wajahnya <br />berubah galak. Aku merebut handuk dari tangannya dan membelitkan ke <br />lehernya sambil tertawa. Magda sadar dia aku "kerjain". Dia merajuk <br />dan meniggalkan ku sendiri di ruang tamu.<br /><br />Mendengar kami" huru - hara" maminya keluar dari kamar, sementara <br />Magda sudah menghilang. Maminya masuk lagi setelah aku jelaskan, kami <br />bukan ribut. " Kok baru pulang kalian sudah ribut.!" kata maminya.<br /><br />" Apa lagi yang mau diributin hah..." tanya Magda berlagak marah, <br />setelah maminya masuk ke dalam kamar<br />" Magda, tenangkan dulu dirimu. Hidupmu tiada hari tanpa marah, <br />cerewet."<br /><br />" Abang yang selalu bikin gara-gara. Ayolah nggak usah berteletele, <br />ada masalah apa lagi.?"<br /><br />" Nggak ada masalah. Ibu Susan mengajak ku melihat kebunnya, <br />sekaligus mengajak ku mandi bersama lagi. Ibu itu setuju kalau Magda <br />dan Mawar ikut bersama ku. Kamu nggak boleh menolak dengan alasan <br />apapun kecuali oleh kematian. Magda harus ikut, selamatkan ku." pinta <br />ku sambil ketawa.<br /><br />Magda diam beberapa saat. " Abang serius? Susan nggak keberatan <br />kalau aku dan Mawar ikut, ? tanyanya.<br />" Iya, aku serius. Telephonlah Mawar sekarang," ujar ku.<br />" Mawar nggak ada waktunya," ujar Magda setelah menghubungi Mawar <br />melalui telephon.<br /><br />" Kita berdualah, " ujar ku<br />" Apa Susan nggak cemburu?" tanyanya.<br />" Itu yang aku harap. Semoga keikutsertaan mu, secara perlahan dapat <br />menghapuskan cinta kami yang terajut," ujar ku.<br /><br />Magda menatap ku serius dan berucap, " Apapun menurut abang yang <br />terbaik, Magda akan membantu mu."<br />" Aku tak salah memilih sahabat meski ratu cerewet, " ujarku seraya <br />mengelus pipinya, lembut. Magda membalasnya dengan jeweran <br />dikupingku, " Terimakasih raja perajuk.!" ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 12, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-25488522256457876392008-11-23T06:11:00.000+07:002008-11-23T06:11:00.918+07:00Dosenku Pacarku (83)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhehjv2Yct7bpclZo05HUzfO7umSdXZNsziqW0op0oX7fBhDegieJ1OgWPfcOVpT8xbDVkO568kjEWP1-h70miW-VYrfFNGnFEOQoZ6F6KHAopCot3rIv6j1RKA1zdwUmNmd_UDBYm6t78/s1600-h/cinta1.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 119px; height: 119px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhehjv2Yct7bpclZo05HUzfO7umSdXZNsziqW0op0oX7fBhDegieJ1OgWPfcOVpT8xbDVkO568kjEWP1-h70miW-VYrfFNGnFEOQoZ6F6KHAopCot3rIv6j1RKA1zdwUmNmd_UDBYm6t78/s200/cinta1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269814873123199058" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Right here waiting for you"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=9JDTAqsMNEM">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Oceans apart day after day/And I slowly go insane/I hear your voice<br />on the line/But it doesnt stop the pain<br />If I see you next to never/How can we say forever<br /><br />*) Wherever you go/Whatever you do/I will be right here waiting for<br />you/ Whatever it takes/Or how my heart breaks/I will be right here<br />waiting for you<br /><br />I took for granted, all the times/That I thought would last somehow/<br />I hear the laughter, I taste the tears/ But I cant get near you <br />now/Oh,<br />cant you see it baby/Youve got me going crazy<br />back to *)<br /><br />I wonder how we can survive/This romance/But in the end if Im with<br />you/Ill take the chance<br /><br />Oh, cant you see it baby/Youve got me going crazy<br />Repeat *)<br />================ 82 =============<br />" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"<br />" Di rumah.! Tadi aku bilang menjemput mami, supaya kita bisa pulang, <br />dan merekapun nggak tersingung. Itu sopan santun berteman," ujarnya <br />ngenyek menirukan ucapakan ku sebelumnya."( Bersambung)<br />================================<br /><br />Upacara wisuda berlangsung meriah. Kedua orang tuaku hadir bersama <br />dengan orang tua calon wisudawan lainnya. Susan menemui ku sebelum <br />ujian berlangsung, dia berbisik mananyakan kedua orangtua ku. Aku <br />menunjuk kearah keluarga berkumpul. <br /><br /><span class="fullpost"><br />Susan mengajak ku menemui ayah dan ibuku. Aku perkenalkan Susan <br />kepada semua keluarga yang hadir pada saat itu. Ayah dan ibu tak <br />menunjukkan perubahan wajah ketika aku perkenalkan Susan, dengan <br />santun ayah dan ibuku menyambut tangan Susan.<br /><br />Selesai di wisuda, aku melihat Maya ikut duduk dalam jajaran keluarga <br />ku dan keluarga Magda. Aku serba salah, ingin menemuinya, tetapi <br />aku nggak tahu apa yang akan ku lakukan. Selama tiga minggu tak <br />pernah ketemu tak ada komunikasi. Aku, Magda dan Mawar bicara di <br />ujung ruangan, sementara keluarga sudah menunggu kami.<br /><br />" Bang, Maya ada disana. Pergi temuin dia bang." ujarnya sambil <br />menunjuk kearah kumpulan keluarga ku dan keluarga Magda.<br />Aku diam tak menjawab, sementara hatiku gelisah bercampur kesal. <br /><br />Aku tak melihat om John "sibagur tano" itu dalam jajaran para dosen. <br />Aku ingin mengipas ijazah ku kewajahnya dan berujar, "sekarang kita <br />sudah sama, punya gelar akademi yang sama. " Sementara dendam hatiku <br />membara, Magda menyentakkan ku lagi, " Bang , Maya ada disana. Abang <br />temuin dia. Itu sopan santun berteman bang," ujar nya menirukan <br />kalimat ku di diskotik.<br /><br />" Ayolah, temani aku." ujar ku<br />Magda menghajar ku habis, " Bang, sama perempuan bersuami kmau <br />berani, kok sama Maya abang takut.?"<br /><br />" Ups... Magda ingat janji kita, tidak akan mengungkit masa lalu."<br />" Iyalah, aku lupa. Ayo kita jalan sama," ujarnya sambil menggandeng <br />lengan ku. Dia juga mengajak Mawar jalan bersama.<br /><br />Sejumlah rekan wisudawan merasa "surprise" ketika mereka melihat ku <br />dan Magda jalan bersama dan akrab. Diantara mereka menyalami aku dan <br />Magda, " selamat rukun kembali, " ujar mereka. Aku dan Magda juga <br />Mawar hanya tersenyum menerima ucapan selamat itu.<br /><br />Sebelum sampai ke tempat keluarga dan Maya berkumpul, Magda <br />mengingatkan ku, " Bang, berlaku santun lah. Jangan lagi ulangi <br />kesalahan yang sama. Yang nggak setuju berteman dengan Maya adalah om <br />dia, bukan Maya sendiri. Maya membuktikan kasih sayangnya kepada <br />abang, dia datang menghadiri wisudamu." <br /><br />Semua keluarga menyalami ku dan Magda. Magda memeluk Maya dan <br />mengucapkan terimakasih atas kehadiran Maya. Pariban ku si centil, <br />Sinta, juga ada diantara mereka. Magda memeluk ibuku, lama. <br /><br />" Mama tua sehat?" tanyanya. Dia juga menyalam ayah ku. Maya <br />memperhatikan Magda dengan serius ketika dia mememluk dan menyalam <br />ayah ku, entah apa dalam benaknya.<br /><br />Magda menarik tangan Maya menjauh dari kumpulan keluarga, mereka <br />berbicara, tak tahu apa yang mereka bicarakan, sementara ujung jari <br />di sisi pahanya memberi "sign" memanggil ku. Magda meninggalkan aku <br />dan Maya setelah beberapa saat ngobrol bersama.<br /><br />Maya minta maaf, tak bisa bertemu dengan ku selama tingga minggu ini. <br />Maya tak mau menyebut kenapa dia tak pernah mau bertemu dengan ku.<br />" Kamu punya pacar baru?"tanyaku<br />" Nggak.!" jawabnya singkat.<br /><br />" Kapan kita bisa ketemu? Aku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan <br />ini."<br />" Nanti aku telephon abang," jawab Maya.<br /><br />Aku dan Maya kembali kekumpulan keluarga. Magda menggodaku setelah <br />Maya berlalu, " sudah "plong" bang?"<br />" Nggak jelas," jawab ku.<br /><br />Sebelum bubaran, Magda dan maminya "memaksa" ayah dan ibu makan <br />malam dirumahnya, pada hal tante, adik kandung ibu, telah menyiapkan <br />malam malam. Akhirnya tante mengalah, kami makan siang dirumah <br />mereka. <br />*****<br />Seminggu sebelum berangkat ke Jakarta, Susan mampir ke rumah sebelum <br />pulang kerumahnya. Sementara aku baru tiba dari danau Toba, Parapat, <br />bersama Magda dan Mawar. Susan mengajak ku makan malam di rumahnya <br />bersama Hendra suaminya. <br /><br />Meskipun tak ada lagi yang aku khawatirkan tetapi aku menolaknya; <br />selain tempatnya agak jauh juga tak ingin lagi menambah lembaran <br />kisah dengannya, "enough is enough". <br /><br />Ibu kost ku meninggalkan aku dan Susan diruang tamu setelah melihat <br />pembicaraan kami semakin serius. Susan menanyakan lagi tanggal <br />keberangatan ku ke Jakarta dan berapa lama aku disana.<br /><br />" Aku berangkat akhir bulan ini," ujar ku. " Kalau sampai sebulan <br />nggak dapat kerja, aku segera kembali," imbuh ku. Susan terus <br />berusaha mempengaruhi ku, agar membatalkan niat ku ke Jakarta. <br />( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 12, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-28470351582735409722008-11-22T06:09:00.001+07:002008-11-22T06:09:01.091+07:00Dosenku Pacarku (82)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaTH7QSELRv4Nf3wI3tIoYq_3BmUrCYe4ADnsi6c92vz1MxZL61N3FXnSRGPXDRwNkqtzp_6QuD_7ufUqvyMt_1uX6E6m16eq1xXWxDK-ahgUjTEfsC7PvpsAhdI11t6Ps2sQOk0V8Opg/s1600-h/cinta2.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 121px; height: 106px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhaTH7QSELRv4Nf3wI3tIoYq_3BmUrCYe4ADnsi6c92vz1MxZL61N3FXnSRGPXDRwNkqtzp_6QuD_7ufUqvyMt_1uX6E6m16eq1xXWxDK-ahgUjTEfsC7PvpsAhdI11t6Ps2sQOk0V8Opg/s200/cinta2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269814172074757874" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"KETULUSAN KU"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=OOWskGbCfbw&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Lebih dari cinta yang kuberi/lebih dari rindu yang pernah kurasa<br />masih banyak waktu yang kan di jalani/ masih banyak rahasia <br />kehidupan 'tuk kita<br /><br />'ku akan selalu mencintai mu/sampai akan tinggalkan dunia ini<br />ketulusan ku tak akan berubah/walau kita tak mungkin bersatu<br /><br />maafkan ku harus meninggalkan mu/maafkan bila hatimu terluka<br />tetapi hatiku hanya milik mu/karena engkaulah yang terbaik untuk <br />diri ku<br /><br />aku akan selalu mencintaimu/sampai aku akan tinggalkan dunia ini<br />ketulusan ku tak akan berubah/walau kita tak mungkin bersatu<br /><br />================== 81 ========<br />" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujar <br />ku menggoda.<br />" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin." balasnya ( Bersambung)<br />=============================<br /><br />Aku terdiam mendengar "tembakan" Magda. Sadar dia kecolongan, segera <br />Magda berdiri dan memeluk ku, dia menempelkan pipinya dipipi ku. " <br />Zung maafkan aku, mulut ku latah." bujuknya.<br /><span class="fullpost"><br />" Aku mau datang kesini karena memenuhi permintaanmu , bukan <br />mendengarkan hujatan dan mengungkit masa lalu yang aku sedang <br />berusaha melupakannya.<br /><br />" Maaf bang, aku keceplosan. Aku tahu abang berusaha melupakannya <br />malah mulutku negelantur. Maaf iya Zung."<br />" Jangan ulang lagi, atau aku tidak akan mau datang kesini untuk <br />selamanya," ancam ku.<br /><br />Tiba-tiba Magda berdiri dengan posisi sikap sempurna sambil <br />mengangkat tangannya di sisi lengannya: " demi abang ku yang baik, <br />aku berjanji tidak akan mengungkit masa lalu abang ku yang berwajah <br />jelek," suaranya lantang.<br /><br />Aku tertawa gelak dengan tingkahnya. Aku berdiri menarik tangannya <br />duduk disampingku. <br />" Magda masih mau tolong aku?"<br />" Kalau bisa kenapa nggak?" jawabnya.<br /><br />" Malam minggu depan om Hendra mengajak ku ke diskotik. Tapi aku <br />nggak punya teman, Magda mau pergi dengan ku,?"<br />Matanya terbelalak mendengar ajakan ku. " Abang mimpi? Nggak ah...aku <br />nggak mau. Nanti aku dikirain orang perempuan nakal."<br /><br />"Pikiran mu sama dengan orang kebanyakan, keliru. Mereka <br />beranggapan, juga kamu,kalau berkunjung ke diskotik adalah orang-<br />orang nakal; bahkan, mengangap orang yang rajin beribadah lebih suci <br />dari mereka. <br /><br />Ira salah seorang korban anggapan sempit itu. Ira tak pernah <br />melacurkan dirinya meskipun dengan cara itu dia mendapatkan uang <br />lebih banyak dan lebih gampang. Dia bekerja sebagai pramuria karena <br />butuh uang membiaya perkuliahannya, " ujarku.<br /><br />" Iyalah bang, aku mau temani abang kesana, tetapi abang angkat janji <br />dulu, tidak lagi mau mengulangi masa lalu, mabuk-mabukan. Ayo <br />berdiri, ucapkan janjimu." desaknya sambil ketawa.<br /><br />Dengan terpaksa aku menirukan gayanya ketika "angkat janji". Kami <br />tetawa bersama usai aku mengucapkan janji: " Aku berjanji dihadapan <br />ito ku ratu cerewet, tidak akan mabuk dan ugal-ugalan."<br /><br />" Aku nanti hanya duduk temanin abang. Jangan buat yang aneh-aneh <br />kalau nggak mau ku tinggal. Aku jangan ditawarin minum, aku nggak <br />biasa minum alkohol. " ujarnya <br /><br />" Magda nanti minum minuman ringan. Kehadiran mu, akan membatasi diri <br />ku minum dan mungkin Susan agak enggan mengajak ku minum berlebihan <br />seperti beberapa bulan lalu." Magda akhirnya setuju pergi bersama ku <br />ke diskotik. <br /><br />Malam minggunya, aku dan Magda berangkat ke diskotik. Di dalam mobil, <br />Magda mengingatkan ku lagi, jangan minum berlebihan, boleh minum <br />tetapi sekedar. Magda mengancam ku. "Bila nanti minum banyak, abang <br />akan ku tinggal." <br /><br />"Itu makanya aku ajak Magda biar ada yang mengontrol ku," balas ku<br />Hendra dan Susan menyambut aku dan Magda sembari menyalami kami. " <br />Selamat kepada doctoranda Magdalena," ucap Hendra hangat. Magda <br />tersipu karena meyebut gelar akademis didepan namanya.<br /><br />Susan merasa "suprise"melihat kehadiran Magda. Tanpa merasa sungkan <br />Susan berbisik di teligaku, " Zung, dulu kami bilang, hubungan mu <br />dengan Magda tidak akan mungkin bersatu lagi. Kok malam ini abang <br />datang bersama Magda.!?"<br /><br />" Hubungan ku dan Magda sebatas teman saja, karena dulu kami pernah <br />bersahabat erat, " ucap ku pelan, sementara Magda asyik bicara dengan <br />Hendra.<br /><br />Selama kami di diskotik, Susan hanya sekali mengajak ku ke " floor' <br />tetapi agak lama. Aku khawatir Magda akan merasa bosan menunggu kami <br />yang sedang hanyut mengikuti alunan musik. <br /><br />Berulangkali aku melepaskan pelukan Susan, tetapi dia selalu membujuk <br />ku, " Bang malam ini untuk yang terakhir. Abang jadi berangkat ke <br />Jakarta? Kapan, ? tanyanya tangannya masih melingkar leher ku.<br />" Aku berangkat akhir bulan ini," jawab ku. <br /><br />Susan melepaskan tangannya setelah mendaratkan bibirnya dipipi ku. <br />Aku menggandeng Susan kembali duduk kesisi Hendra. Magda menyambut <br />Susan dengan senyuman.<br /><br />Tidak lama setelah aku duduk tangan Magda mencubit paha ku, tapi <br />matanya menuju ke Susan. Hendra membujuk Magda untuk turun berdansa, <br />tetapi dengan sopan Magda menolak. <br /><br />Aku berbisik kepada Magda: " Pergilah! Itu hanya sopan santun dalam <br />dunia persahabatan. Nggak apa-apa kok.! " ujar ku. Magda mencubit <br />paha ku lagi dan besbisik, " bang, diam .!"<br />***<br />Aku dan Magda mohon diri, Susan dan Hendra berusaha membujuk kami <br />untuk tinggal sebentar lagi. " Aku mau menjemput mami," jawab Magda <br />berdalih.<br /><br />Didalam mobil, Magda marah-marah, " Ngapain abang suruh aku berdansa <br />dengan om itu hah...!?<br />" Itu hanya sopan santun...," jawabku.<br /><br />" Makan sopan santun mu itu. Kenapa bukan abang yang ajak aku?"<br />" Lho, aku nggak tahu kalau Magda mau .?"<br /><br />" Mau! Mau gamparin abang. Tadi di mobil sudah aku ingatkan jangan <br />minum banyak, tetapi abang minum sembunyi- sembunyi. Dimeja mu hanya <br />sedikit, tetapi ketika dengan Susan aku lihat berapa kali abang <br />menambah bersama Susan."<br /><br />" Aku hanya menambah sedikit. Buktinya aku masih bisa ngomong <br />normal," ujar ku membela diri.<br />" Lain kali aku nggak mau lagi ikutin abang."<br /><br />" Iya nggak lagilah. Aku kan mau berangkat ke Jakarta kok .! <br />" Abang jugul.!"<br /><br />" Terserah Magda bilang apalah. Bagaimanapun aku tetap mengucapkan <br />terimakasih; malam ini kamu telah menyelamat kan ku. Kalau tadi Magda <br />nggak ikut, pasti aku akan kembali seperti dulu mabuk berat. <br /><br />Kemarin motor mu menyelamatkan ku, aku nggak jadi nginap dirumah <br />Susan. Malam ini giliran mu menyelamatkan ku. Kebaikan hatimu tak <br />akan dapat aku lupakan." ujarku serius.<br /><br />" Zung tak perlu mengucapkan terimakasih seperti itu," ujar Magda <br />mengelus pipi ku. " Bang, nggak usah coba-coba lagi minum biar <br />sedikit juga. Nanti abang kembali jadi manusia brutal, tak karuan," <br />nasihatnya lembut.<br /><br />" Tadi Magda bilang mau jemput mami. Mami dimana?"tanyaku<br />" Di rumah.! Tadi aku bilang menjemput mami, supaya kita bisa pulang, <br />dan merekapun nggak tersingung. Itu sopan santun bersahabat," ujarnya <br />ngenyek menirukan ucapakan ku sebelumnya."( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 11, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-16464837772354479452008-11-21T06:04:00.000+07:002008-11-21T06:04:00.852+07:00Dosenku Pacarku (81)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihTHyssIHt7ZbhSdrz4dxTqjjwrJBO37kfHHtyJtzIxtcs1v1b9A_Re5NLCMQvf8z3j5IdXmvDasq7eRuBYulJMkepKklMX48rnyu899c5lN81BXDAsFXTfgg7TOqc4b_vT4lXjYJXb58/s1600-h/love2.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 135px; height: 97px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihTHyssIHt7ZbhSdrz4dxTqjjwrJBO37kfHHtyJtzIxtcs1v1b9A_Re5NLCMQvf8z3j5IdXmvDasq7eRuBYulJMkepKklMX48rnyu899c5lN81BXDAsFXTfgg7TOqc4b_vT4lXjYJXb58/s200/love2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269813566575929794" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">" I Surrender"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=cl9axmrFnEc">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />oh oh mmm<br />There's so much life I've left to live/And this fire's burning <br />still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To <br />stand for every dream/And forsake the solid ground<br />And give up this fear within/Of what would happen if they ever <br />knew/I'm in love with you<br /><br />*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I <br />reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A <br />thousand dreams I still believe<br />I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never <br />let go/I surrender<br /><br />I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason <br />I go on/And now I need to live the truth<br />Right now, there's no better time/From this fear I will break <br />free/And I live again with love/And no they can't take that away from <br />me/And they will see... yeah<br />*)<br />Every night's getting longer/And this fire is getting stronger, <br />baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call<br />I surrender <br />*)<br />Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free, <br />take me/My everything I surrender all to you right now<br />I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything) <br />My everything (I surrender all to you)<br /><br />==================== 80 =========<br />Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan <br />kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin <br />tidur. Magda bergegas merapihkan kamar disebelah kamarnya. ( <br />Bersambung)<br />=================================<br />Pagi setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda <br />memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti. <br />Lihat nantilah,"jawab ku<br /><span class="fullpost"><br />" Nggak.! Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan <br />lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga "pariban"nya, takut <br />diambil orang," ujar Magda ketawa.<br /><br />Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari. <br />Susan membawa ku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti <br />kemauannya, tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya <br />pikir ku. <br /><br />Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis <br />menukil kenangan kami berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan <br />sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut <br />cinta. <br /><br />Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku <br />sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali <br />suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirik ku. <br /><br />Susan meraih tangan ku menggemgam erat, dari mulutnya terucap kata, " <br />Zung, aku masih menyayangi mu, cinta ku belum berubah. Tetapi sikap <br />mu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus <br />berlayar. <br /><br />Sekiranya abang berkenan lagi mengucap janji cinta mu seperti <br />beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diri ku, aku akan segera <br />mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar." <br /><br />"Susan, biarkanlah perahu ku berlayar mengarungi samudera luas nan <br />ganas tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahu <br />ku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahu <br />ku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balas ku.<br /><br />"Zung, aku masih mencintai mu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau <br />abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu <br />membelah gulungan ombak di lautan luas ."<br /><br />Lidah ku kelu, mulut ku terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam <br />hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia <br />beradab memasung diri ku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami <br />rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu, <br />bagaikan kelopak layu sebelum mekar.<br /><br />" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau <br />mengerti, dia bertutur banyak tentang unkapan hatiku yang tak <br />terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela <br />alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam; <br />dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan <br />malam aku tersungkur oleh gelora hati; mata ku rabun oleh gejolak <br />sukma menapak jalan berkubang."<br /><br />Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir <br />ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiring ku kembali ke <br />kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat <br />menangkap rangkaian kata yang baru saja ku ucap.<br /><br />" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang <br />ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera <br />menguasai hatinya, dia meraih lengan ku, rona wajahnya ceria, pulih <br />dihiasi senyuman; kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan <br />remaja yang baru saja mereguk madu cinta. <br /><br />Susan mengangkat lengannya keatas, diujung jari lentiknya memainkan <br />kunci mobil, " Zung, kemudikan" biduk "ini, aku ingin duduk disamping <br />mu, "ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil.Sepanjang jalan menuju <br />airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jari ku, sesekali <br />dia membasahinya dengan kedua bibirnya.<br />****<br />Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun <br />dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah <br />berpisah selama kurang lebih tiga bulan.<br /><br />Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta <br />adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran sesuka. Susan telah <br />memerankan nyaris sempurna.<br /><br />Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat <br />serta memeluk ku, " Bagaimana dengan kaki mu, sudah sembuh.?" <br />tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.<br /><br />"Terimakasih om, " balas ku. Susan menyelah, " pap, Tan Zung dapat <br />menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat <br />memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat <br />memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara <br />semua peserta," jelas Susan.<br /><br />Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan <br />Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersama mu sobat ku <br />yang baik," ucapnya.<br /><br />Hendra mengajak ku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah <br />masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat <br />sungkan menolaknya. <br /><br />Susan bergayut manja diatas dada Hendra. Hendra berulang mencium <br />kening Susan dan pipinya setelah habis makan. Hhmm..sempurnanya Susan <br />memainkan peran ganda; tadi siang duduk di dalam perahu ku meski <br />layar tak berkembang, kini akan berlayar dengan perahu sejati mu <br />mengarungi lautan luas tanpa riak dan gelombang, kataku dalam hati.<br /><br />Sebelum kami meninggalkan hotel, Hendra menyerahkan oleh-oleh kepada <br />ku sebuah pulpen diujungnya disepuh emas, menurut Hendra mas "10 k".<br />" Ini hadiah untuk keberhasilan mu." ujarnya <br /><br />Aku sangat terharu menerimanya, tidak sedikit terpikir oleh ku akan <br />mendapat sesuatu dari Hendra. Aku juga mau menjemput dia bersama <br />Susan, karena ingin membalas kebaikan Susan ketika membimbing skripsi <br />ku. Susan banyak memperbaiki skripsiku, maklum pada saat itu aku <br />sedang ugal-ugalan karena putus cinta dengan Magda.<br /><br />Hendra menghantarkan aku pulang sebelum mereka pulang kerumahnya. <br />Hendra mengajak ku ketemu di diskotik malam minggu dimana kami <br />pernah bertemu sebelum dia berangkat ke London. <br /><br />Setelah mereka menghilang disudut ujung jalan, aku segera menuju <br />kerumah Magda ingin menemaninya karena dia tinggal sendiri dirumah.<br /><br />Seperti biasanya, dia berlagak marah. " Abang keenakan iya dengan ibu <br />Susan. Katanya menjemput om itu sore, kok sudah pukul sepuluh <br />tigapuluh baru datang!?<br /><br />" Aku diajak makan malam oleh suaminya."<br />" Jadi abang sudah makan? Kebetulanlah, aku lagi malas kedapur nih."<br />Aku tarik tangannya menuju keruang tamu. Aku menunjukkan oleh-oleh <br />yang baru saja diberikan Hendra. Magda menatapku heran. <br /><br />" Om itu mungkin salah ngasih. Ini pena mahal. Papi dulu punya, <br />tetapi hilang dicuri orang dari kantornya, " ujar Magda.<br /><br />" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujar <br />ku menggoda.<br />" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin." balasnya ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 11, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-17533707051360454562008-11-20T06:01:00.000+07:002008-11-20T06:01:00.525+07:00Dosenku Pacarku (80)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOE3BqAfnGhmvOF4xb6lL1hZUHhnSPa9mnSbgbwltTpfoEpksmMfPsdCa73vqa95uPmxiNxURldxphU9AJ-XB9VVY7UqGBaYSMsmx2Dr0ZYve9YQ1DBkZttMoCa2ewCwSxWzmsdPYMNa8/s1600-h/cinta.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 140px; height: 119px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhOE3BqAfnGhmvOF4xb6lL1hZUHhnSPa9mnSbgbwltTpfoEpksmMfPsdCa73vqa95uPmxiNxURldxphU9AJ-XB9VVY7UqGBaYSMsmx2Dr0ZYve9YQ1DBkZttMoCa2ewCwSxWzmsdPYMNa8/s200/cinta.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269812492588637458" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Power of Love"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=SELp8xfbzJQ&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />The whispers in the morning/Of lovers sleeping tight/Are rolling by <br />like thunder now/ As I look in your eyes/I hold on to your whole <br />body/And feel each move you make<br />Your voice is warm and tender/A love that I could not forsake<br /><br />*)'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for <br />me/I'll do all that I can/Lost is how I'm feeling lying in your <br />arms/When the world outside's too/Much to take<br /><br />That all ends when I'm with you/Even though there may be times/It <br />seems I'm far away/Never wonder where I am<br />'Cause I am always by your side<br /><br />*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for <br />me/I'll do all that I can<br />We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am <br />frightened<br />But I'm ready to learn/Of the power of love<br /><br />The sound of your heart beating/Made it clear/Suddenly the feeling <br />that I can't go on/Is light years away<br /><br />*) 'Cause I am your lady/And you are my man/Whenever you reach for <br />me/I'll do all that I can<br />We're heading for something/Somewhere I've never been/Sometimes I am <br />frightened<br />But I'm ready to learn/Of the power of love<br /><br />===================== 79 ===========<br />" Bang, jangan kelamaan disana, akhir bulan ini abang mau berangkat <br />ke Jakarta. Zung, tanyakan bapa tua kalau abang mau kerja di Medan, <br />aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)<br />====================================<br /><br />Sore hari sebelum Hendra kembali dari London, Susan menjemput ku <br />kerumah." Tadi ada perempuan mencari mu, katanya kalian ada janji. <br />Pesan ibu itu kalau abang sudah tiba, segera telephon" ujar ibu kost <br />ku. Malam itu aku kerumah Magda, aku khawatir malam itu Susan datang <br />menjemput ku.<br /><span class="fullpost"><br />" Magda, boleh aku nginap malam ini disini,?" tanya ku.<br />" Sejak kapan abang pernah ditolak menginap di rumah ini hah...!?. <br />Kapan abang tiba? Zung, seperti orang ketakutan. Ada apa," tanya <br />Magda.<br /><br />" Aku baru saja tiba, langsung kesini. Nanti aku beritahu kenapa aku <br />langsung kesini. Magda, aku lapar, sejak siang aku belum makan."<br />" Ambil saja sendiri kebelakang," jawab Magda<br /><br />" Magda....Magda...! " teriak maminya dari kamar.<br />Magda kesal mendengar teriakan maminya dari kamar, "Iya...iya mam, <br />aku sedang buatkan makan untuk orang yang kelaparan." jawab Magda <br />sambil menarik tangan ku ke dapur. <br /><br />"Abang ambil sendiri. Ayo sekarang abang teriak lagi." katanya <br />sambil bertolak pinggang.<br />" Magda, kok kesal sama aku. Kan mami yang teriak bukan aku. <br />Ah..nasib orang......" <br />Segera Magda menutup mulut ku sambil tertawa. Magda seakan tahu <br />ujung kalimat ku.<br /><br />" Iya..bang aku buatkan makanan mu. Abang makan disini saja. Tetapi <br />janji, ceritakan kenapa abang"melarikan diri'."<br /><br />Magda menunggui ku makan di dapur sambil berdiri. Sebelum habis <br />makan, mami Magda menemui kami kedapur. Lagi-lagi Magda mendapat <br />omelan, karena aku makan di dapur sambil berdiri. <br /><br />Aku kasihan melihat Magda kena omelan terus gara-gara ku. Aku juga <br />merasakan sikap kasih sayang inang uda, mami Magda, berlebihan <br />terhadap ku.<br /><br />Magda diam menunduk setelah diomelin maminya sembari membawa gelas ku <br />ke ruang makan, aku mengikutinya sementara mami masih berdiri di <br />dapur. " Inang uda mau kerumah om dokter dulu, kalian jangan ribut <br />terus," ujarnya<br /><br />Suasana sedikit terganggu. Aku berusaha menyejukkan hati ito ku <br />Magda. Aku beranjak dari meja makan menyimpan piring dan gelas ku. <br />Magda melarang ku, " Bang, tunggu dulu mami belum pergi. Abang senang <br />kalau aku diomelin lagi. Heran , aku tak pernah diomelin kalau aku <br />marah kepada adik Jontahn, sama abang kok kayaknya berlebihan, kenapa <br />iya?"<br /><br />" Aku juga merasa risih dengan sikap mami. Tetapi mungkin karena aku <br />dianggap tamu. Tamu itu adalah raja."<br />"Raja maho !" ketus Magda. <br /><br />" Ayo bang cerita, kenapa abang melarikan diri kesini mencari <br />makanan dan buat perkara."<br />" Sebelum aku tiba, ibu Susan datang kerumah. Susan mau mengajak aku <br />menginap dirumahnya malam ini untuk yang terakhir, karena besok <br />suaminya akan kembali dari London. Karena aku belum tiba dia menitip <br />pesan kepada ibu kost ku, supaya menghubunginya kalau aku sudah <br />tiba. "<br /><br />" Abang memang serius nggak mau lagi menginap dirumah ibu itu."<br />" Itu makanya aku datang kesini. Aku takut dia datang lagi menjemput <br />ku malam ini. Magda, aku masih merasakan hangatnya air mata ibu <br />ketika menasihati perihal hubungan ku dengan Susan. Tanpa aku sadari, <br />aku telah melukai hati dan mempermalukan ayah dan ibu ku. Aku memang <br />keterlaluan. Aku hanya memikirkan cinta...cinta tanpa pertimbangan <br />moral, pada hal cinta itu bukanlah segalanya.<br /><br />Tentang aku , Magda juga tahu, kalau aku paling nggak tahan melihat <br />air mata perempuan. Aku sering " jatuh oleh linangan air mata <br />perempuan". Itulah membuat ku hanyut dengan Susan. Magda maaf, aku <br />tidak ingin mengungkit masa lalu kita. <br /><br />Karena kelemahan ku itulah, Magda pernah menyebutku buaya, sama <br />halnya dengan Susan menyebut jenis reptil yang sama, buaya. " ujar <br />ku. "Tetapi, syukurlah kalau kamu belum pernah menyebutku ular." <br />imbuhku sambil ketawa kecut.<br /><br />" Jadi abang ikut ke bandara menjemput suaminya? Nggak merasa risih <br />abang berada diantara suami dan Susan yang pernah abang sayangi?.<br /><br />" Nggak juga. Karena aku sudah tekad, tidak akan berhubungan lagi <br />dengan Susan. Lagi, Hendra suami Susan sudah aku kenal, ketika ketemu <br />di diskotik. Juga waktu aku nginap dirumah Susan, aku bicara dengan <br />dia kok."<br />" Om itu tahu kalau abang nginap dirumahnya? Om itu nggak bilang apa-<br />apa.?"<br />" Nggak! malah senang." jawabku.<br /><br />Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan <br />kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin <br />tidur. Magda bergegas merapihkan kamar disebelah kamarnya. <br />( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 06, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-57593554738732008262008-11-19T05:57:00.001+07:002008-11-19T05:57:00.445+07:00Dosenku Pacarku (79)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPWGUsGuUQa81AmC3sGTGRljAon1ZJ5-XJNh4eUI2y8Wod9F8VJVq7DBZYdvyTq77RcwRlunsGfaajLjbbDuWoQrvEe568iO5mVmK4MIO22ivH0UDE7eIjwkJ70_1Zcq9GSFHAHiXObWc/s1600-h/love1.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 118px; height: 108px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPWGUsGuUQa81AmC3sGTGRljAon1ZJ5-XJNh4eUI2y8Wod9F8VJVq7DBZYdvyTq77RcwRlunsGfaajLjbbDuWoQrvEe568iO5mVmK4MIO22ivH0UDE7eIjwkJ70_1Zcq9GSFHAHiXObWc/s200/love1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269811770781822898" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Sihol na dirohangki"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=0hBrln2tf3M&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Sihol na dirohangki holan tu ho jala sasada ho/rinduku hanya pada mu, <br />hanya untuk mu seorang<br />holong na dirohangki holan tu ho ito pargaulan/kasih ku hanya hanya <br />pada mu baby<br />lungun ku ito lungunhu doi sa panghilalaan/rindu mu juga rindu <br />ku ,love each others<br /><br />janji na tabahen asa tongtong taringot hasian/ agar janji yang kita <br />padu senantiasa dalam ingatan<br />padan na pudun i sotung adong be namangose i/ sumpah yang kita rajut <br />jangan ada yang ingkar<br />anggiat lam saut sangkap ta ito na di rohangki/ kiranya niat hati <br />kita terujut sebagaimana dalam benak ku<br /><br />*)<br />sapala na marjanji uang be sirang/ kalau sudah berjanji jangan lagi <br />berpisah<br />molo naung marpadan unang be mose/ kalau sudah bersumpah jangan lagi <br />diingkari<br />ingkon sisada roha hita nadua au dohot ho/kita harus sehati, aku dan <br />diri mu<br />ho dohot ahu na ingkon saut/ engkau dan aku harus berpadu kasih<br />==================== 78 ============<br />" Hati-hati di jalan bang.!" ucap Susan<br />Satu beban berat terlalui tanpa harus menyakiti. Karena demikan <br />senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah <br />Magda memberi "laporan". ( Bersambung)<br />==================================<br /><br />" Zung, ada apa? Kata mu mau pakai motor sampai besok. Kenapa sudah <br />kembali? Wajah abang cerah sekali.!?"<br />" Magda, motor mu "menyelamatkan" ku. Tadinya Susan mengajak ku <br />menginap, tetapi aku beri alasan motor harus ku kembalikan malam ini, <br />akhirnya Susan "menyerah". Aku selamat Magda, beban berat ku <br />berkurang."<br /><span class="fullpost"><br />" Abang bilang apa sama ibu itu?"<br />" Aku nggak bilang apa-apa. Kebetulan suaminya pulang minggu depan. <br />Aku selamat. Aku juga sudah beritahu kalau akan ke Jakarta. Untuk <br />yang terakhir kali, aku nanti menemaninya menjemput suaminya ke <br />bandara Polonia.<br /><br />" Selamat bang ! sekarang tinggal masalah Maya. Oalah.. abang, tak <br />habis- habisnya masalah mu ," ucapnya sambil mengelus kepala ku.<br />"Zung kita ke dapur, bantuin aku masak. Bang, segeralah selesaikan <br />masalahmu dengan Maya, jangan biarkan berlarut-larut; nanti itu akan <br />menyiksa dirimu sendiri." ujar Magda.<br /><br />" Aku nggak ada masalah dengan Maya.! Om John "sibagur tano " itu <br />yang punya masalah. Aku juga kasihan kepada Maya dikekang seperti <br />anak kecil. Sudah sesuci apa rupanya om John itu, ?" kata ku geram.<br />" Apa itu " sibagur tano" bang. Aku nggak pernah dengar, " tanya <br />Magda cekikian.<br /><br />" Aku pun tak jelas. Itu jenis binatang purbakala dan hidupnya hanya <br />ada dekat comberan," jawab ku tertawa. " Siibagur tano sejenis kodok, <br />mukanya paling jelek diantara jenis kodok didunia ini." imbuhku.<br /><br />" Kok tega benar mengolok-olok om itu, dosa lho bang," ingatnya.<br />" Ah....nggak apa-apa, dosaku juga paling sebesar kodok. Dosa om itu <br />lebih besar, sebesar gajah hamil ," ujarku, disambut tawa Magda.<br />Sementara aku dan Magda asyik ngobrol, mami menjumpai kami ke dapur <br />sedang memasak. <br /><br />" Bah Magda ! kau biarkan ito mu motong sayur.? Keterlaluan kau <br />inang.!" hentak maminya.<br />Magda sewot, " mami jangan disini, kerjanya ngomel melulu. Memang <br />kenapa rupannya kalau si abang motong sayur? Nih..lagi bang, iris <br />kecil-kecil," perintahnya di depan mami, sambil menyerahkan bawang <br />merah.<br /><br />Mami, pergi meningalkan kami sambil geleng-geleng kepala.<br />"Magda nggak boleh seperti itu kepada mami," ingat ku.<br />" Halah...abang sok nasihati. Cepatan bawang merahnya," ujarnya <br />diiringi senyum. <br /><br />"Zung, aku sedih kalau abang jadi ke Jakarta. Nggak ada lagi teman ku <br />ribut. Nggak ada lagi bantuin aku motong cabe, sayur dan bawang," <br />ujarnya bergurau. " <br /><br />Sementara aku asyik motong bawang dia menggebrak meja dengan sendok <br />besar, " Bang! dengar nggak aku ngomong," suaranya menghentak <br />bergaya galak.<br />" Iya aku dengar, gara-gara kamu galak, tiada hari tanpa ribut. Maka <br />aku pergi jauh." balas ku, disambut gelak Magda.<br /><br />Aku dan Magda seharian diliputi rasa ceria, iya sebagai mantan <br />kekasih, tetapi kini lebih kental sebagai" ito".<br />Masih didapur, Magda mengajukan rencana setelah wisuda pergi wisata <br />ke danau Toba satu malam.<br /><br />" Kalau abang mau biar aku ajak Mawar. Nanti kita nginap di villa om <br />dokter."<br />Aku setuju usulannya. " Tetapi jangan langsung malam harinya, karena <br />orangtua ku datang menghadiri wisuda itu."<br />" Terserah kapan yang penting abang mau. Nggak apa-apa kalau Maya <br />ikut." ujarnya.<br /><br />" Magda, jangan kau buat perkara baru lagi , " ujar ku.<br />" Iya nggak usah kalau abang nggak mau," balasnya sambil menuju ruang <br />depan untuk menghubungi Mawar.<br /><br />Magda kembali kedapur, " Zung, kita jadi berangkat. Mawar senang, <br />pesannya hanya kita bertiga saja."<br />" Magda, beberapa hari nanti aku nggak bisa datang kesini, aku mu <br />pulang dulu. Orangtua ku pasti menunggu berita hasil sidang ku." <br /><br />" Zung, jangan kelamaan disana, akhir bulaan ini abang mau berangkat <br />ke Jakarta. Jangan lupa tanyakan bapa tua kalau abang mau kerja di <br />Medan, aku dan mami bantuin abang." ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 06, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-53604387995575170542008-11-18T08:13:00.006+07:002008-11-18T08:24:11.702+07:00Dosenku Pacarku (78)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj424iHeTBRPUnYImyU5xE3A5oNKwEyM0aisuFsmzckIORG89k27gr3TyWeCRYD_QQ6YofXxfy2EeI0ManiHnkOrGwCtH0pqhNS54UiZVqednMGE9IDkz8hwYZeTm1B0j2l3sIXpOh6O88/s1600-h/cinta4.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 119px; height: 98px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj424iHeTBRPUnYImyU5xE3A5oNKwEyM0aisuFsmzckIORG89k27gr3TyWeCRYD_QQ6YofXxfy2EeI0ManiHnkOrGwCtH0pqhNS54UiZVqednMGE9IDkz8hwYZeTm1B0j2l3sIXpOh6O88/s200/cinta4.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5269802198620445170" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Almost Lover"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=Nez7gsXBJtw&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />Your fingertips across my skin/The palm trees swaying in the wind <br />Images<br />You sang me Spanish lullabies/The sweetest sadness in your eyes <br />Clever trick<br />Well, I never want to see you unhappy/ I thought you'd want the same <br />for me<br />*)<br />Goodbye, my almost lover/Goodbye, my hopeless dream/I'm trying not to <br />think about you/Can't you just let me be?<br />So long, my luckless romance/My back is turned on you/Should've known <br />you'd bring me heartache<br />Almost lovers always do<br /><br />We walked along a crowded street/You took my hand and danced with me<br />Images/And when you left, you kissed my lips/You told me you would <br />never, never forget <br />These images <br />No/Well, I'd never want to see you unhappy/I thought you'd want the <br />same for me<br />[Chorus]<br />*)<br />I cannot go to the ocean/I cannot drive the streets at night/I cannot <br />wake up in the morning <br />Without you on my mind/So you're gone and I'm haunted/And I bet you <br />are just fine<br />Did I make it that/Easy to walk right in and out/Of my life?<br />*)<br />================= 77 ========<br />" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu <br />sambil mau liburan. Magda mau ikutan.?"<br />" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara <br />lemah.( Bersambung)<br />============================<br /><br />Mawar tidak jadi datang makan malam bersama kami. Setelah makan mami <br />Magda memberi nasihat kepada Magda dan aku. Magda menitikkan air <br />mata, dia memanggil lirih papinya dalam isak, maminya juga ikut <br />menitikkan air mata. <br /><span class="fullpost"><br />Aku bangkit dari kursiku dan memeluknya, " Magda, jangan menangis," <br />bujuk ku sambil mengelus kepalanya. Magda balas memelukku sambil <br />memanggil papinya. Aku juga tak kuasa menahan air mataku. <br /><br />Aku teringat ketika jenazah papinya masih di rumah,kala itu, Magda <br />berulang memanggil papinya dalam ratap, " Papi bangun, abang Tan Zung <br />datang. Papi bangun," tangisnya ketika aku datang melayat kerumahnya. <br /><br />Magda mengakihiri tangisnya ketika maminya mengingatkan: " Sudahlah <br />boru, mestinya kita bahagia atas keberhasilan mu. Mami sangat senang <br />melihat Magda, Mawar dan ito mu Tan Zung berhasil menyelesaikan <br />kuliah." <br />****<br />Esok hari menjelang siang, aku berangkat menemui Susan ingin <br />mengucapkan terimakasih sekaligus memberitahukan keberangkatan ku ke <br />Jakarta. Susan menyongsongku ke teras rumahnya dan berteriak, " <br />Selamat datang doctorandus Tan Zung," sambutnya sambil memeluk ku. <br />Kebetulan Zung, aku mau makan, mari duduk kita makan bersama," <br />ajaknya. <br /><br />Susan menggandeng tanganku ke meja makan. Saat makan, aku sampaikan <br />niat ku mau berangkat ke Jakarta akhir bulan. " Aku mau cari kerja <br />disana, " kataku.<br /><br />" Lho, dulu abang bilang mau kerja di tempat kerja papi almarhum?. <br />Kebetulan mingggu depan suami ku mau kembali dari London. Nanti kita <br />kekantor cabang isi lamaran, mereka butuh jurusan akuntansi. Zung, <br />gajinya lumayan besar jangan sia-siakan.!" ujarnya.<br /><br />Hatiku terasa terbang setelah memberitahukan suaminya pulang minggu <br />depan. Aku tak harus lagi "meralat" ucapan ku akan menikahinya. Aku <br />juga sudah nggak tertarik dengan tawaran bekerja di kantor almarhum <br />ayahnya meski gajinya termasuk paling besar dibandingkan dengan gaji <br />pegawai negeri sipil atau be-u-em-en lainnya. Susan terus mendesak ku <br />supaya minggu depan mengisi lamaran di kantor almarhum ayahnya juga <br />tempat suaminya berkerja. <br /><br />Menjelang akhir percakapan kami, Susan mengajak ku ikut menjemput <br />suaminya ke pelabuhan udara. Aku tak dapat mengelak permintaanya.<br />"Aku minta tolong, minggu depan menemani ku menjemput Hendra, <br />boleh?". tanyanya.<br /><br />Aku menyanggupi permintaannya. Permintaan terakhir, pikir ku. Aku <br />beritahukan kalau aku sudah pindah ke tempat ku semula. Selama makan <br />siang, tak ada lagi kata-kata cinta terucap dari mulut ku dan Susan. <br />Kecuali menjelang ketika aku minta ijin pulang. <br /><br />Dengan perasaan berat Susan membiarkan ku pulang sebelum senja. <br />Berulangkali dia membujuk ku untuk menginap, " Untuk yang terakhir <br />bang, sebelum suamiku pulang, " bujuknya.<br /><br />Aku menolak permintaan untuk menginap, aku berdalih mau mengembalikan <br />motor pinjaman ku. Susan tampak kecewa berat. Susan mendekati ku, " <br />Abang, berubah jauh dibandingkan sebelumnya. Kenapa?.Kamu punya pacar <br />baru?" <br /><br />" Nggak.! Aku janji motor akan ku kembalikan sebelum malam hari. <br />Mungkin lain waktu, aku datang lagi."<br />" Nanti nginap sebelum suamiku pulang iya bang!. Kita sama berangkat <br />dari rumah ini, " ujarnya.<br /><br />" Iya, aku lihat dulu. Mungkin aku pulang dulu sebelum aku berangkat <br />ke Jakarta. Tapi pasti aku ikut menjemput suami mu." ujar ku <br />meyakinkannya.<br /><br />" Aku jemput abang kerumah malam sebelum suami ku tiba, ?" tanyanya.<br />" Telephon dulu, mungkin aku belum tiba dari kampung." jawab ku.<br />Susan menghantarkan ku hingga kehalaman rumahnya dengan perasaan <br />kecewa. <br /><br />" Perubahan abang terlalu cepat, kenapa ? Karena abang sudah tamat <br />iya, ?" tanyanya.<br /><br />Ah...tembakan "duabelas pas" pikir ku. Meski harus berpisahaku aku <br />tetap bersikap santun. Berpisah tidak harus saling menyakiti. Aku <br />mengecup pipinya sebelum meninggalkannya. Susan memeluk ku. Aku <br />merasakan getaran tubuhnya.<br /><br />Aku segera mengakhirinya sebelum aku diajak kembali kerumah. Susan <br />melepaskan pelukannya dengan rasa kecewa. " Hati-hati di jalan <br />bang.!" ucap Susan<br /><br />Satu beban berat terlalui tanpa ada yang terluka. Karena demikan <br />senangnya, aku tidak langsung pulang kerumah. Aku menuju kerumah <br />Magda memberi "laporan". ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 06, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-47758839120830207982008-11-17T06:39:00.000+07:002008-11-17T06:39:00.713+07:00Dosenku Pacarku (77)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYK-8jZWbZRjlw1YYZeSpL2ncnD6QG_9KHu2bxsPn3ezfAQHw4-ps3_EpMFqLA9O-IAoJhL6UKJjM7r24NZsZw7zdMG46toqNxDjPwdDrjQfLoivNfvw-Sw_BZV8zEBSyS2A-In9WlVSc/s1600-h/love.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 106px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYK-8jZWbZRjlw1YYZeSpL2ncnD6QG_9KHu2bxsPn3ezfAQHw4-ps3_EpMFqLA9O-IAoJhL6UKJjM7r24NZsZw7zdMG46toqNxDjPwdDrjQfLoivNfvw-Sw_BZV8zEBSyS2A-In9WlVSc/s200/love.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5268353343427625250" /></a><br /><strong>"Untuk sebuah nama"</strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=znS3rVjXRrg&NR=1">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />Kupejam mata ini dikebisuan malam <br />oh mimpi bawalah dia dalam tidurku<br />untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar <br />oh mimpi dimana dia dambaan hati<br />*)<br />biarlah hanya dalam mimpi kita saling melepaskan rindu<br />biarlah hanya dalam mimpi kucumbui bayangan diri mu<br />kau satu segalanya bagiku diantara berjuta disana<br />kau saja belahan jiwa ini tak ingin yang lain disisku<br /><br />Untuk sebuah nama<br />Kupejam mata ini dikebisuan malam <br />oh mimpi bawalah dia dalam tidurku<br />untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar <br />oh mimpi dimana dia dambaan hati<br />*)<br />=================== 76 =============<br />Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa <br />lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak <br />segan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya <br />aku "melenceng".( Bersambung)<br />================================<br />Dengan kedekatan ku sebagai saudara mengharap, dia akan merubah <br />keputusan tidak akan menikah selamanya. Aku telah tulus melepaskannya <br />seandai Magda mempunyai pilihan lelaki lain.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Aku juga tak segan mengutarakan masalah pribadi ku tanpa ada maksud <br />mempengaruhi agar hubungan kami kembali. Kini, hanya aku ingin <br />menunggu waktu yang tepat membicarakan mengenai Maya. Kembali kami <br />berbicara mengenai hubungan ku dengan Susan.<br /><br />" Zung, perkuliahan kita sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu abang <br />takut kan. Jangan abang gantung perasaan ibu Susan. Segeralah abang <br />mengambil keputusan. Tetapi saran ku, akhirilah hubungan mu dengan <br />dia. Aku berani mengatakannya, karena ibu itu punya suami, apapun <br />alasannya, abang tak pantas menggunting dalam lipatan." ujar Magda <br />serius.<br /><br />" Iya, rencana ku besok hendak kesana. Boleh aku pinjam motor mu?"<br />" Nggak terlalu jauh naik motor kerumahnya.?" tanyanya.<br /><br />" Iya memang cukup jauh, tapi nggak apalah, biar ada alasan ku pulang <br />mengembalikan motor bila Susan menahan ku menginap dirumahnya. <br />Magda, entah kenapa aku paling sukar menolak permintaannya, itu <br />kelemahan ku yang selalu dimanfaatkan ibu Susan. <br /><br />Memang selama ini kalaupun aku nginap, kami tak pernah berbuat <br />melampaui batas. Aku dan Susan masih bisa menahan diri. Magda, <br />mungkin aku pinjam motor mu dua hari karena aku juga rencana mau <br />pindah dari rumah kost ku sekarang, menungu berangkat ke Jakarta <br />akhir bulan ini.<br /><br />" Abang pakai saja sesuai kebutuhan mu, nanti aku pakai mobil antar <br />mami kepasar atau ketempat lain. Abang serius mau ke Jakarta,?" <br />tanyanya pelan.<br /><br />" Iya, aku serius." jawab ku. Aku segera mengajak Magda pulang, aku <br />melihat ada perubahan dalam wajahnya ketika ku katakan akan berangkat <br />ke Jakarta akhir bulan. Memang akupun merasakan beratnya meninggalkan <br />kota Medan, kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dikota ini <br />aku mengenal indah dan pahitnya hidup bercinta. <br /><br />" Ada yang aku bicarakan dengan mu Magda, kita bicarakan dirumah <br />saja."<br />Magda merasa heran setelah aku mengajak pulang dan ingin membicarakan <br />hal yang serius, sementara aku akan berangkat ke Jakarta. Aku <br />menduga, pikirannya pasti mengenai hubungan kami lagi.<br /><br />Magda mengajak ku bicara di rumah, ketika aku mengambil tempat duduk <br />di teras. Dia mengajak ku ke dapur. Magda menyediakan minuman teh <br />hangat untuk kami beerdua. " Ada hal yang serius bang? " tanyanya <br />sambil menyeduh teh. Aku membantu dia mengangkat kedua gelas ke ruang <br />tamu. Magda duduk berhadapan dengan ku.<br /><br />" Magda, ketika aku pulang kampung, Sinta mendesak-desak ku berteman <br />dengan Maya. Awalnya aku nggak tertarik. Tetapi karena semua keluarga <br />termasuk ompung kita "komporin" akhirnya aku mau. Maya itu teman ku <br />sekelas ketika di es-de hingga di es-em-pe. Orangnya baik dan <br />cerdas seperti kamu."<br /><br />" Lalu kenapa dengan Maya?"<br /><br />" Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Maya. Yang menjadi masalah <br />adalah om dia. Ketika aku mengantar Maya pulang, om itu menunjukkan <br />rasa tidak senang dengan ku. Dia adalah dosen di salah satu fakultas <br />di kampus kita. <br />Dia mengetahui hubungan ku dengan Susan. Menurut Lisa kakak Maya, itu <br />alasannya melarang Maya berteman dengan ku. Hampir sebulan ini aku <br />tak pernah ketemu dengan dia, kecuali dengan kakaknya. Om nya selalu <br />mengawasi langkah Maya."<br /><br />" Nah....sekarang baru ketahuan, aku dan Mawar sudah tertanya-tanya <br />setelah pulang dari kampung abang seperti kehilangan semangat. <br /><br />Rupanya ini penyebabnya. Ooohh.....abang ku, aku kan sudah bilang <br />sebelum abang berangkat kekampung, jangan lagi "main api", yang satu <br />belum beres yang baru datang lagi."<br /><br />" Itulah alasannya, aku mau berangkat akhir bulan ini. Tadinya <br />rencana ku dua bulan mendatang."<br />" Zung, aku mau mendatangi Maya, apa pesan mu.?"<br />" Nggak usah lagilah, aku capek. Aku hanya ingin memberitahu sebelum <br />kamu tahu dari orang lain."<br /><br />" Jadi abang mau "melarikan diri" ?<br />" Nggak.! Aku hanya menenangkan diri sambil mau cari kerja."<br />" Bang, kenapa harus di Jakarta. Abang kerja di Medan saja. Kalau <br />abang berangkat, nggak ada lagi teman ku berantam. Aku serius, minggu <br />depan aku dan mami ke kantor gubernur, biar aku tanyakan bagian <br />personalianya."<br /><br />" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu <br />sambil mau liburan. Magda mau ikutan.?"<br />" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara <br />lemah.( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 05, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /><br /><br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-51315502447656920032008-11-16T06:35:00.000+07:002008-11-16T06:35:00.929+07:00Dosenku Pacarku (76)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9Tz3ckkf5NnM8MQl3_LRZhUzFC_u_TFgIhsZONURVizERVmpnsuFvAu3o94kfPovGp6eRY7gbo-xkMnwXYPMUMq0gw3H1g-277-uPcURrNKTuiKqsiO1V62hFaaIIPNKoZHck9Qnp-LE/s1600-h/cinta12.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 103px; height: 127px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9Tz3ckkf5NnM8MQl3_LRZhUzFC_u_TFgIhsZONURVizERVmpnsuFvAu3o94kfPovGp6eRY7gbo-xkMnwXYPMUMq0gw3H1g-277-uPcURrNKTuiKqsiO1V62hFaaIIPNKoZHck9Qnp-LE/s200/cinta12.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5268352659559379090" /></a><br /><strong>"Have You Ever Seen The Rain"</strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=tG6T7ljxZQo">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />Someone told me long ago/There's a calm before the storm,<br />I know; <br /><br />It's been comin' for some time./When it's over, so they say,/It'll <br />rain a sunny day,/<br />I know; <br /><br />*)Shinin' down like water./I want to know, have you ever seen the <br />rain?/I want to know, have you ever seen the rain<br />Comin' down on a sunny day?<br />Yesterday, and days before,/Sun is cold and rain is hard,<br />I know;<br /><br />Been that way for all my time./'Til forever, on it goes/Through the <br />circle, fast and slow,<br />I know;<br />It can't stop, I wonder.<br />I know;<br />*)<br />=================== 75 ===============<br />" Abang tenang saja, nggak usah gugup menjawab pertanyaan mereka, <br />apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya bukan main. Pertanyaannya <br />aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan mata kuliah dia. Ibu Susan <br />mantap bang, pertanyaannya sangat enteng." ujar Mawar. ( Bersambung)<br />======================================<br />Magda keluar ruangan lebih cepat dibandingkan dengan mahasiswa yang <br />diuji sebelumnya. Magda berlari kecil menuju kearah ku dan Mawar. <br />Magda memeluk ku, juga mengeluarkan air mata kebahagiaan. Dia <br />mengangkat wajahnya memandangku, " Bang, akhirnya perjuangan kita <br />nggak sia-sia." ujarnya.<br /><br /><span class="fullpost"><br />" Magda, kau lupa, nasib ku masih diujung tanduk. Aku belum diuji," <br />kataku datar.<br /><br />Magda terdiam mendengar ucapan ku. " Abang pasti lulus, pasti!. Nggak <br />usah gentar bang. Hadapi mereka dengan tenang. Ibu Susan mengajukan <br />pertanyaan sangat ringan." ujarnya memberi semangat.<br /><br />Magda dan Mawar terus memberi ku semangat sebelum giliran ku tiba. <br />Aku nggak sabaran menunggu giliran, mestinya giliran ku sudah tiba. <br />Magda mulai gelisah dia ke sekretariat menanyakan kapan giliran ku. <br /><br />Karyawan yang ditanyakan tersenyum menjawab Magda, " Gilirannya <br />diganti dengan yang paling akhir, karena namanya berawal huruf " Z". <br />Ini pasti kerjaan Susan pikirku, setelah Magda memberitahukan alasan <br />sekretariat mengundurkan giliranku yang paling akhir.<br /><br />Magda dan Mawar mengantarkan ku hingga kedepan pintu ruangan sidang. <br />Magda menghentak punggungku," tenang bang." ujarnya memberikan <br />semangat. <br /><br />Aku melihat Susan duduk diantara dosen penguji. Dia memandangi ku <br />hingga aku duduk dikursi"pesakitan". Susan mengawali pertanyaan, <br />segera ku sambar. Susan mengangguk. Susan meberi kesempatan kepada <br />dosen lainnya, semuanya kulahap. Terakhir Susan mengakhiri dua <br />pertanyaan, keduanya " aku kunyah habis". <br /><br />Aku lulus sangat memuaskan. Aku segera bangkit dari tempat duduk ku <br />dan menyalami Susan, " terimakasih bu." ucap ku. Aku juga menyalami <br />semua dosen penguji lainnya. Aku meninggalkan ruangan seperti <br />berjalan di udara karena kebahagian. <br /><br />Aku ingin terbang ke kampung memberitahu hasil ujian ku. Tadinya <br />kedua orang tuaku mau menghadirinya, tetapi karena nenek ku sedang <br />sakit, mereka tak tega meninggalkannya.<br /><br />Magda dan Mawar menyambut ku, keduanya memeluk ku, " Abang <br />lulus.....Magda menempelkan pipinya ke pipiku agak lama. Kan tadi aku <br />bilang akhirnya perjuangan kita tidak sia-sia," ujarnya sambil <br />menyeka air mata. <br /><br />Mawar mengajak aku dan Magda kerumahnya. Magda menyerahkan kunci <br />motornya, " Zung yang bawa," ujarnya.<br />Sebelum kerumah Mawar, kami mampir dulu kerumah Magda. Mami Magda <br />menyambut kami dengan rasa sukacita. Satu persatu kami diciumi, air <br />mata kebahagiaan mengiringinya, " Akhirnya kalian semua berhasil, <br />inang uda bangga," ujarnya pada ku.<br /><br />Mami mengingatkan Magda, Aku dan Mawar makan malam bersama. Segera <br />kami berangkat menuju rumah Mawar. Suasana dirumah Mawar sangat riuh, <br />seluruh keluarga dan ponakan berkumpul. <br /><br />Mawar memperkenalkan ku kepada kakak ipar dan seluruh keluarga. " <br />Oohh..yang ini namanya Tan Zung. Apa khabar mu adik , nama mu sering <br />kakak dengar tapi nggak pernah ketemu," ujar kakak Mawar yang paling <br />tua. <br /><br />Aku berbisik ke Magda, " Kita pulang saja, lebih baik kita dirumah <br />mu. Suasananya terlalu ramai, aku pusing," keluh ku.<br /><br />"Zung, kau cari perkara. Nanti Mawar marah. Sabar dikitlah bang, iya <br />nanti kita kerumah, tapi tunggu dulu sebentar," bujuknya.<br />" Magda, aku serius, kepala ku pusing aku mau istrahat. Aku kurang <br />tidur tadi malam."<br /><br />Magda memanggil Mawar dari dapur. Mawar tak keberatan aku pulang <br />duluan setelah melihat pisik ku agak lemah. Sebelum kerumahnya, aku <br />singgah di kedai kopi "aseng" ingin beli makanan pengganjal perut. <br />Aku baru sadar kalau sejak pagi aku hanya minum teh.<br /><br />" Ngapain kita kesini bang? Jangan, aku nggak mau, " ujarnya. dia <br />tetap dalam boncengan.<br />" Magda, aku lapar. Sejak pagi aku nggak makan, nggak selera, " <br />ujarku.<br /><br />" Kita makan pangsit di Selat Panjang saja. Aku juga lapar ," katanya.<br />" Zung, kali ini aku yang traktir, jangan pakai tersinggung segala. <br />Abang nanti kutinggal," ujarnya ketawa.<br /><br />Aku dan Magda agak lama di restaurant, kebetulan pengunjungnya agak <br />sepi. Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa <br />lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak <br />segan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya <br />aku "melenceng". ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 05, 2008<br /><br />Tan Zung<br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-49973714123660872682008-11-15T06:29:00.000+07:002008-11-15T06:29:00.835+07:00Dosenku Pacarku (75)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRIGAlsphlDIRrIsaVt1zDWIRaT9GrKG18XKLGznr1ClgwvtoTdC-qVSFkvSm9UlVKHREgD_IG9wVIUKtl7d1h2AGVvyjBVltwO2pJmkO9jGspBhwDXhM1Abwl5XUANXLCv66K-6pYX3E/s1600-h/cinta7.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 116px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRIGAlsphlDIRrIsaVt1zDWIRaT9GrKG18XKLGznr1ClgwvtoTdC-qVSFkvSm9UlVKHREgD_IG9wVIUKtl7d1h2AGVvyjBVltwO2pJmkO9jGspBhwDXhM1Abwl5XUANXLCv66K-6pYX3E/s200/cinta7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5268351556032377106" /></a><br /><strong>"From This Moment On"</strong><br /><br /><a href="">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />From this moment life has begun/From this moment you are the one<br />Right beside you is where I belong/From this moment on<br /><br />From this moment I have been blessed/I live only for your happiness<br />And for your love Id give my last breath/From this moment on<br /><br />I give my hand to you with all my heart/Cant wait to live my life <br />with you, cant wait to start<br />You and I will never be apart/My dreams came true because of you<br /><br />From this moment as long as I live/I will love you, I promise you this<br />There is nothing I wouldnt give/From this moment on<br /><br />Youre the reason I believe in love/And youre the answer to my prayers <br />from up above<br />All we need is just the two of us/My dreams came true because of you<br /><br />From this moment as long as I live/I will love you, I promise you this<br />From this moment/I will love you as long as I live/From this moment on<br />======================== 74 ================<br />Magda malah mengenyek ku, " kasihan... telephon aku kalau abang <br />rindu," ujarnya sambil memegang tangan ku.<br />" Aku tak butuh suara mu, aku ingin lihat wajah mu," ujar ku ketawa.<br />" Boleh bang, bawa saja foto copynya," balasnya bergurau.(Bersambung) <br />==========================================<br /><br />" Maaf bang, bagaimana urusan mu dengan ibu Susan? Abang serius tidak <br />mau berhubungan lagi dengan dia?"<br />" Iya. ayah dan ibuku sangat marah gara-gara hubungan ku dengan <br />Susan."<br />" Bagaimana mama tua tahu kamu pacaran dengan Susan?" tanya Magda.<br />" Ada teman sekampung tinggal dengan omnya di kampus, memberi tahukan <br />kepada Sinta. Sinta menceritakan kepada ibu."<br /><br /><span class="fullpost"><br />" Oh..Maya yang rambutnya panjang?" sahutnya.<br />" Bagaimana kamu kenal dengan dia?" tanya ku penasaran<br />" Aku dan Sinta beberapa kali ke rumahnya sebelum pernikahan. Dia <br />pendamping Sinta bukan,?" tanyanya meyakinkan.<br />" Iya dialah orangnya," jawab ku<br /><br />Ah..Medan kecil sekali. Kaki ku terpelintir di Sungai, ibu Ginting <br />ketemu Magda di pasar dan tak sadar membocorkan kepergian ku dengan <br />Susan. Bicara tentang Maya, secara kebetulan Magda mengenalnya lewat <br />Sinta.<br /><br />Magda menanyakan ulang keputusan ku tentang hubungan Susan. Aku <br />jelaskan aku akan kesana setelah wisuda. " Mau Magda menemani ku <br />kesana?"<br />" Maksud abang aku ikut mutusin pacar mu? Nggak lah.! Kalau cuma <br />sekedar jalan, aku dan Mawar mau." jawabnya, disambut ketawa Mawar.<br />**** <br />Waktu yang ditunggu tiba untuk mempertanggungjawabkan skripsi <br />dihadapan dewan penguji. Dari sejumlah mahasiswa dengan jurusan yang <br />sama, kelihatan yang paling siap adalah Magda. Tak sedikipun beban <br />tampak di wajahnya, selalu ceria jalan kian kemari menyapa teman-<br />teman mahasiswa lainnya, sementara aku dan Mawar duduk dipojok <br />ruangan seperti orang kedinginan. <br /><br />Sebelum memasuki ruangan sidang, Susan menemui ku, "Kapan kamu <br />kembali dari kampung," tanyanya.<br />" Aku cuma seminggu dikampung, karena aku, Mawar dan Magda membahas <br />ulang beberapa bab skripsi dalam menghadapi sidang nanti." jelas ku.<br /><br />Mawar mencubit lenganku, sementara Magda berjalan cepat menemui ku <br />setelah Susan meninggalkan aku dan Mawar.<br />" Ngapain ibu itu.?" tanyanya berbisik.<br />" Dia bilang, "kangen berat sama ku " ucap ku ketawa sekaligus <br />mengusir ketegangan.<br /><br />Magda tak puas dengan jawaban ku, dia bertanya lagi kepada Mawar.<br />" Mawar, ibu itu bilang apa?"<br />Mawar cekikan melihat ke ingintahuan Magda. " Ibu Susan menanyakan <br />kapan kembali dari kampung. Rupanya abang kita ini belum melapor sama <br />ibu itu." jawab Mawar.<br /><br />"Oalah abang, tega benar. Pada hal ibu Susan rindunya setengah mati," <br />Magda ngenyek.<br />" Magda hentikan dulu ocehan mu sebentar lagi giliran ku." kata ku.<br />Magda menjauh setelah dilihatnya aku merasa terganggu. " Bang tenang <br />saja, jangan panik," ujarnya meninggalkan ku.<br /><br />Mawar mendahului aku dan Mawar maju ke sidang. Aku hentak lengannya <br />memberi semangat. Magda duduk dekat ku menggantikan Mawar. Magda diam <br />malah perasaan ku semakin tegang. Aku awali pembicaraan ringan seakan <br />aku tak punya beban lagi menghadapi sidang. <br /><br />" Magda, tadi ibu Susan ngajak aku, Magda dan Mawar makan malam <br />dirumahnya," ujar ku bergurau.<br />Magda menyahuti ku dengan berguyon juga, " aku akan mengundang ibu <br />itu dan abang kerumah makan malam, " ujarnya tak serius.<br /><br />Sementara aku asyik bicara- menghilangkan rasa tegang- dengan Magda, <br />Mawar keluar dari ruangan sidang dengan wajah ceria. Mawar berlari <br />menuju kami dan merangkul Magda kemudian merangkul ku. " Aku lulus <br />dengan nilai sangat memuaskan bang,!" ujarnya berurai air mata <br />bahagia.<br /><br />Giliran Magda masuk ke ruangan sidang. Mawar memberiku masukan <br />menghadapi dosen penguji. " Abang tenang saja, nggak usah gugup <br />menjawab pertanyaan mereka, apalagi mengahadapi bapak "S" itu, soknya <br />bukan main. Pertanyaannya aneh-aneh, nggak ada hubungannya dengan <br />mata kuliah dia. Ibu Susan mantap bang, pertanyaannya sangat enteng." <br />ujar Mawar. ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 05, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-76381447027334224022008-11-14T10:27:00.001+07:002008-11-14T10:29:33.917+07:00Dosenku Pacarku (74)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtqOgIU4-GSWiUik7sDJOZ3eSmOIjDG6x3cL25YBnTCJlMJDgRsRPwlH5oxj1oMzsa6I67HprRFnZDgzawEhADJ4IxZFl6ierNHHYOyY0Z2ZKi09M0nrEAhgsU3RQ6elQeDeEiwanPHK0/s1600-h/cinta5.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 118px; height: 118px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtqOgIU4-GSWiUik7sDJOZ3eSmOIjDG6x3cL25YBnTCJlMJDgRsRPwlH5oxj1oMzsa6I67HprRFnZDgzawEhADJ4IxZFl6ierNHHYOyY0Z2ZKi09M0nrEAhgsU3RQ6elQeDeEiwanPHK0/s200/cinta5.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5268350010810896162" /></a><br /><strong>"Forever And For Always" </strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=om4s71i0J5Q">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />In your arms I can still feel the way you/want me when you hold me/I <br />can still hear the words you whispered/when you told me/I can stay <br />right here forever in your arms<br /><br />And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't no way—<br />/and there ain't not how/I'll never see that day....<br />[Chorus:]<br />'Cause I'm keeping you/forever and for always/We will be together all <br />of our day<br />Wanna wake up every/morning to your sweet face—always<br /><br />Mmmm, baby/In your heart—I can still hear /a beat for every time you <br />kiss me<br />And when we're apart,/I know how much you miss me/I can feel your <br />love for me in your heart<br /><br />And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't now <br />way—<br />and there ain't no how/I'll never see that day....<br />[Repeat Chorus]<br />(I wanna wake up every morning)<br />In your eyes—(I can still see/the look of the one) I can still <br />see/the look of the one who really loves me<br />(I can still feel the way that you want)/The one who wouldn't put <br />anything else in the world above me (I can still see love for me) I <br />can still see love for me in your eyes (I still see the love)<br />................<br />[Repeat Chorus (2x)]<br />I'm keeping you forever and for always/I'm in your arms<br /><br />============= 73 =============<br />Magda mengomel ketika buku-buku itu bertaburan di lantai, " abang sok <br />mau memangku orang, buku sajapun tak dapat abang pangku," ujarnya <br />sambil membantu ku mengangkat buku yang bercereran, Magda terus <br />mengoceh sambil berjalan ke teras. (Bersambung)<br />==============================<br /><br />Mawar bergabung dengan kami, sementara Magda masih uring-uringan. <br />Mawar sudah tahu tipe Magda, melihat wajah Magda, Mawar main mata <br />kepada ku. Mawar menyakan ku ketika Magda masuk kerumah, " kenapa <br />Magda? abang dan dia lagi ribut iya?<br /><br /><span class="fullpost"><br />" Iya, dia dimarahin sama maminya, karena Magda benta-bentak aku,?" <br />ujar ku sedikit keras supaya Magda mendengar.<br />" Nggak, nggak ada aku bentak-bentak. Abang pembohong ," teriak <br />Magda dari dalam rumah.<br /><br />Mawar hanya tertawa melihat "adegan" aku dan Magda. Aku berteriak <br />memanggil Magda, " Magda kesini, bab mana yang perlu abang bantu,?" <br />ujar ku menambah rasa kesalnya.<br />Magda segera keluar dari rumah, " abang mau ngajarin Magda? " <br />tanyanya kesal.<br /><br />Mawar segera nimbrung setelah melihat "pertikaian" ku dengan Magda <br />mulai memanas. " Ayolah, skripsi siapa dulu yang dibahas." tanya Mawar<br />" Magda duluan, biarkan aku dulu mengujinya." sambut ku.<br /><br />Magda segera mendekati ku, tanganya menjambak rambut ku pelan, " <br />huh...abang tangkang, jogal." ucapnya gemas.<br /><br />Susana cair setelah kepala ku jadi"korban". Magda tetap memimpin <br />setiap pembahasan, memang dia paling cerdas dintara kelompok belajar <br />kami. Semua kami merasa senang bila giliran dia menjadi "leader", tak <br />pernah sok tahu atau ngotot dan mau minta maaf kalau ada kekeliruan.<br /><br />Setelah diskusi kami berakhir, Magda mengahantarkan aku pulang ke <br />rumah kost ku. Sebelum meninggalkan ku, Magda menganjurkan supaya aku <br />terus mengulang apa yang kami bahas menambah dengan catatan <br />sebelumnya.<br /><br />" Magda, aku lupa bawa tongkat ku. Boleh kau antar besok.?"<br />" Aku sudah buang bang, serius ! Abang sudah bisa jalan seperti biasa <br />kok, jangan cengeng!" ujarnya<br /><br />*****<br />Beberapa kali malam minggu, aku dan Maya lalui tanpa pernah bertemu, <br />meski aku telah berusaha menghubunginya melalui kakaknya Lisa, <br />sementara aku benar-benar mempersiapkan diri menghadapi sidang meja <br />hijau. <br /><br />Malam terakhir diskusi seminggu menjelang sidang, Magda mengajak ku <br />dan Mawar ke restaurant tempat kami selalu rendezvous, dulu. Magda <br />tampak tanpa beban menghadapi sidang demikian juga dengan Mawar. <br /><br />Selama diskusi beberapa kali, Magda memperhatikan ku, menurutnya, <br />kecerian ku tidak seperti sebelumnya, pada hal aku berusaha agar <br />sikap ku tetap seperti semula.<br /><br />" Zung, abang hilangkan dulu yang menggangu pikiran mu. Aku tak tahu <br />apa yang ada dalam benak mu, tetapi aku melihat ada sesuatu yang <br />menggangu." ucap Magda sebelum pesanan kami datang.<br /><br />Mawar tertawa mendengar "ramalan" Magda. " Sejak kapan Magda jadi <br />juru ramal ? Tapi memang kok, lanjutnya, aku juga melihat abang <br />kurang semangat setelah kembali dari kampung, kenapa.? tanya Mawar.<br /><br />" Nggak ada masalah, selama ini kurang tidur mempersiapkan diri <br />menghadapi sidang," ujar ku menutupi kebohongan ku.<br />Magda tidak puas dengan jawaban ku, demikian juga dengan Mawar.<br /><br />" Abang mulai merasa jauh dengan kami ya?" ujar Magda.<br />" Sampai ujung usia, manalah aku lupa dengan persahabatan ku dengan <br />mu dan Mawar.!" jawab ku.<br /><br />Magda mengalihkan pembicaraan kami, mengenai rencana setelah wisuda. <br />" Kemungkinan aku bekerja di kantor Gubernur setelah aku lulus. Staf <br />biro personalia yang menggantikan papi telah berjanji kepada mami, " <br />ujar Magda.<br />Mawar juga sudah hampir pasti di kantor ayahnya, Komdak Sumut, <br />sementara aku akan mencari pekerjaan ke Jakarta.<br /><br />" Akhirnya, kita berpisah jauh, tak terasa perasahabatan kita sejak <br />es-em -a , akan berakhir setelah delapan tahun berjalan. Kenapa harus <br />ke Jakarta bang ? Kalau abang mau kerja di sini, aku dan mami akan <br />tanyakan nanti ke biro personalia." ucap Magda. <br /><br />" Aku akan diskusikan dulu dengan orang tuaku. Abang yang mengajak <br />ku ke Jakarta, ayah dan ibu menyetujuinya." ujar ku. <br />Dalam pembicaraan di restauran, kami diliputi perasaan bersedih, <br />karena perpisahan sudah mendekat.<br /><br />" Aku mungkin yang paling tersiksa, bila aku jadi berangkat ke <br />Jakarta. Aku tidak akan ketemu dengan mu lagi, berantuk setiap ketemu <br />dan tertawa," ujar ku, suaraku tersendat.<br /><br />Magda malah mengenyek ku, " Zung, kasihan... telephon aku kalau abang <br />rindu," ujarnya sambil memegang tangan ku.<br />" Aku tak butuh suara mu, aku ingin lihat wajah mu," ujar ku ketawa.<br />" Boleh bang, bawa saja foto copynya," balasnya bergurau. (Bersambung)<br /><br />Los Angeles. November 04, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-42166729696429522562008-11-12T06:57:00.001+07:002008-11-18T08:25:39.274+07:00Dosenku Pacarku (73)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir14RBkay1-IqaY2ETn3mmCaY1zZIAhyphenhyphenlGz2yT8Alk6gVDSmvOeqcQ0JgCFXxC5PSFJs3jeFvmotSa7bkinIpy_OF7Oj2TFMWbgZ-5v3bwZ07L9qYuc1z-QhpTcrC28d7z9au9gtq72AA/s1600-h/cinta11.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 112px; height: 117px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir14RBkay1-IqaY2ETn3mmCaY1zZIAhyphenhyphenlGz2yT8Alk6gVDSmvOeqcQ0JgCFXxC5PSFJs3jeFvmotSa7bkinIpy_OF7Oj2TFMWbgZ-5v3bwZ07L9qYuc1z-QhpTcrC28d7z9au9gtq72AA/s200/cinta11.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5267245260419266146" /></a><br /><strong>"Jangan Sampai Tiga Kali"</strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=J93vHMfLTFs">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br />Satu kali kau sakiti hati ini masih kumaaf kan<br />dua kali kau sakiti hati ini juga ku maafkan<br />tapi jangan kau coba tiga kali jangan oh jangan lah<br />cukuplah sudah cukuplah sudah jangan kau ulang lagi<br /><br />*) <br />sedari dulu aku sudah aku katakan siapa diri ini<br />sedari dulu sudah aku katakan janganlah kau sesali<br />tapi kini kau selalu menyakiti ku mengapa oh mengapa<br />hati bertanya mungkin ada orang lain yang kau sayangi<br /><br />kalau memang ada yang lain yang kau sayangi selain diriku<br />katakan sejujurnya jangan janganlah kau bersandiawara<br />aku tak mau aku tak mau kalaulah memang begini adanya<br />lebih baik berpisah dari pada nanti hati ini terluka<br />*) <br />================================<br />" Maaf aku terlalu merasa. Maya sakit apa? Ketika aku tinggalkan <br />malam itu, dia sehat, akupun tidak melihat ada gejala sakit. Kak, <br />katakan saja sesungguhnya apa yang terjadi dengan Maya." ( Bersambung)<br />===============72===============<br />" Ketika kamu pulang, tante ribut dengan om John. Tante nggak setuju <br />kalau om John mencampuri urusan ku dan Maya perihal berteman dengan <br />lelaki manapun, kecuali yang sudah bersuami. Om John ngotot, silahkan <br />Maya berteman dengan lelaki manapun asal bukan dengan Tan Zung." <br /><br /><span class="fullpost"><br />" Apa dasar keberatan om John aku berteman dengan Maya ?" tanyaku.<br />" Aku juga nggak tahu pasti, tetapi kemungkinan, karena dia tahu kamu <br />berhubungan dengan Susan." jawab Lisa.<br /><br />" Baiklah ! menurut kakak aku harus bagaimana,?"<br />" Aku mendukung hubungan kalian, nggak usah terlalu dipikirkan sikap <br />om John. Mungkin setelah Tan zung selesai sidang dan dia tahu kalau <br />kamu tidak lagi berhubungan Susan, om pasti berubah."<br /><br />" Jadi maksud kakak, aku dan Maya selama sebulan ini "puasa" dulu," <br />kata ku.<br />" Kan nggak lama itu, " ujar Lisa sambil mengajak ku pulang.<br />****<br />Magda heran melihat ku ketika tiba dirumahnya. " Abang bilang mau <br />tinggal di kampung dua minggu, kok baru seminggu sudah kembali, abang <br />rindu kepada Susan.?"<br /><br />" Iya aku rindu kepada kalian bertiga."<br />" Kok bertiga,?" tanya Magda serius<br />" Magda, Susan dan tongkat ku."<br /><br />Magda tak dapat menahan ketawanya, " Aku sudah bakar tongkat abang." <br />ujarnya masih ketawa.<br />" Iya aku tahu itu, aku mencium baunya hingga kekampung. Paling tidak <br />sekarang, aku mau melihat abunya."<br /><br />Seperti biasanya, maminya Magda menyambut ku hangat. Aku bercerita <br />tentang pernikahan Sinta, sebelumnya aku menyampaikan salam dari <br />kedua orang tuaku. Magda bersemangat menanyakan pesta pernikahan <br />Sinta.<br /><br />" Abang dapat sahabat baru disana?" tanya Magda.<br />Maminya segera meninggalkan kami setelah mendengar pertanyaan Magda <br />dan berujar, " ehhh tahe borungkon/ oalah...putriku ini"<br /><br />" Iya aku ketemu, tetapi dia sekarang sedang di pasung," ujar ku.<br />" Zung serius?"<br />" Serius lah, tak kau lihat abang lemas tak bergairah."<br />" Oalah nasib mu bang. Ada perempuan bebas, abang memasungkan diri. <br />Sekarang abang sudah bebas, sahabatmu yang terpasung, kasihan.!" <br />ucapnya berpura-pura sedih.<br /><br />" Magda, jangan kamu tambahkan penderitaan ku. Telephon lah Mawar <br />biar kita mulai diskusi."<br />" Diskusi tentang perempuan yang terpasung?" tanyanya ngenyek.<br />" Magda bilang mau belajar, mengulang, kok sekarang bicara mu <br />ngelantur.?"<br /><br />" Iya, mana buku abang, pena juga nggak punya.?"<br />" Kan kau punya. Apa bedanya buku ku dengan buku mu." sahut ku<br />" Nggak, abang pulang ambil buku, catatan dan skripsi mu." balasnya <br />lagi dengan setengah berteriak.<br /><br />Mami Magda kembali keruangan tamu menemui aku dan Magda sambil geleng-<br />geleng kepala, " kapan kalian bisa damai. tiap ketemu pasti ribut."<br />" Si abang buat gara-gara. Mau belajar tapi nggak bawa apa-apa, enak <br />saja si abang." katanya kesal.<br />"Apa bedanya dengan buku mu, namanya belajar bersama itu harus <br />akuran." ujar maminya.<br /><br />Magda pergi melengos mendengar pembelaan maminya kepada ku. Magda <br />menelephon Mawar supaya bergabung dengan kami. " Mawar kesini, bapak <br />Tan Zung sudah datang. Bawa buku mu." ucapnya ditelephon.<br /><br />Aku geli mendengar Magda berucap " bapak Tan Zung "<br />" Bagaimana bu, sudah boleh kita mulai,?" tanya ku.<br />" Si Susan ibu mu bukan aku," balasnya masih merasa kesal <br />meninggalkan aku diruang tamu.<br /><br />Magda keluar dengan membawa sejumlah buku, tampak dia keberatan <br />menahan beban dalam pangkuannya . Aku menyusul ingin menolongnya <br />tetapi dia tidak mau melepaskan satu bukupun aku pegang.<br />" Berikan sama ku sebagian, atau aku pangku kau berikut buku-bukunya <br />ke teras, mau?" ancam ku.<br /><br />" Huh...nih, abang," ujarnya seraya menyerahkan semua yang ada <br />ditangannya. Magda mengomel ketika buku-buku itu bertaburan di <br />lantai, " abang sok mau memangku orang, buku sajapun tak dapat <br />abang pangku," ujarnya sambil membantu ku mengangkat buku yang <br />bercereran, Magda terus mengoceh sambil berjalan ke teras. <br /><br />(Bersambung)<br />Los Angeles, November 04, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /><br /><br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-21993875017061560602008-11-11T06:54:00.000+07:002008-11-11T06:54:00.208+07:00Dosenku Pacarku (71)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQWlatF3ICJf20AmplMUnFi6tBc2mgjSGIeT3YUELDVVpFn2NuI4Y7Xt4MVMojNjiWcalYrrPFat2vYilIOTki1oLDaT2h_StuQpZb-5T3O5CTo4r1IxrVmPTFmlMKyb1P6XTbWgQXlBA/s1600-h/cinta-biru.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 131px; height: 87px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQWlatF3ICJf20AmplMUnFi6tBc2mgjSGIeT3YUELDVVpFn2NuI4Y7Xt4MVMojNjiWcalYrrPFat2vYilIOTki1oLDaT2h_StuQpZb-5T3O5CTo4r1IxrVmPTFmlMKyb1P6XTbWgQXlBA/s200/cinta-biru.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5266841815317180290" /></a><br />Tung holan ho hasian tinodo ni rohan ku<br />Tung holan ho do hasian sinolom ni matang ku<br />Ho do sian sa sude nasa natarbereng ahu<br />Hasudungan ni rohangki<br /><br />Aut tung gaor poe galumbangi ingkon do laengean ku<br />Ai tung rahis poe dalan i ingkon do jururan ku<br />Asa tung dilambungmi au nian ale ito da hasian<br /><br />Sai torang ma songon langit <br />sai tiur songon rondang ni bulan<br />Mula jadi nabolon oloi pnagidoan<br />Patulus angka angan-angan<br />Sai unang hami sirang so sirang ni hamatean i 2 x<br /><br />================== 70 ==============<br />Tanpa aku sadari tangan ku menopang dagu, menatap hampa ke depan. <br />Maya mengagetkan ku ketika dia kembali dari dapur sambil membawa <br />minuman untuk ku, " bang, pikirin apa " tanyanya. ( Bersambung)<br />===================================<br />Setelah makan siang dengan Maya, kami berangkat ke kebun. Anganku, <br />kisah percintaan kami akan berlangsung langgeng, ah....angin sepoi <br />menyambut aku dan Maya, bernaung dibawah pohon durian sambil berucap <br />kata cinta. <br /><br /><span class="fullpost"><br />Ketika mulai melangkah, dihalaman rumah sejumlah anak-anak sekolah <br />minggu berkerumun sambil memanggil Maya, minta ikut pula. Memang Maya <br />selama pulang kampung selalu ikut mengajar anak-anak sekolah minggu. <br />Ah... "pukimbenya" semua ini, kata ku dalam hati, kesal. <br /><br />Maya melihat perubahan sikap ku atas kehadiran anak-anak sekolah <br />minggu. <br />"Bang sebentar aku "amankan" dulu mereka ," katanya. Maya menggiring <br />muridnya kerumah sembari memanggil adiknya.Satu bocah laki diantara <br />muridnya merasa cemburu, dia marah-marah kepada Maya: " Kak, nggak <br />boleh pergi dengan abang itu. Kakak tadi janji mau main sama aku," <br />katanya merengek. Maya berhasil membujuknya, sibocah pergi tapi <br />memplototin ku, "abang jelek," katanya kesal.<br />*****<br />Sehari sebelum kembali ke Medan, kedua orang tua mendahului "sidang <br />meja hijau" ku. Pertanyaan Ibu lembut tetapi menusuk. <br /><br />" Ibu kira kalau sudah sekolah tinggi, perilakunya sudah <br />semakin "tinggi" tetapi ternyata kau jadi tinggi hati. Tak lagi kau <br />pikirkan sopan santun berpakaian. <br /><br />Dulu, kamu yang paling rajin bawa " buku ende" ke gereja. Kemarin <br />jangankan "buku ende' pakaian mu pun seperti anak pasaran yang nggak <br />punya pendidikan." sentil ibu .<br /><br />Usai "nyanyian" ibu, ayah langsung menohok dengan sederet <br />pertanyaan; "Bagaimana urusan mu dengan ibu dosen mu? Jadinya kau <br />nanti meja hijau? Setelah kau purtus dengan pacar mu dulu, kau mabuk-<br />mabukan, patentang-patenteng seperti kebanyakan uang.!"<br /><br />Bagai berbalas pantun, selesai ayah, ibu melanjutkan sentilannya. <br />" Yang tak ada lagi anak gadis yang dapat kau pacarin? Kok, pacaran <br />sama perempuan yang masih bersuami. Hancur sudah nama baik kami gara-<br />gara kamu. Barangkalai kalau kau pacaran dengan janda, kami tidak <br />terlalu menanggung malu, walaupun aku dan ayahmu tidak akan setuju <br />kalau kau pacaran dengan janda," ujar ibu.<br /><br />Aku tak berani mengangkat wajah menatap ayah dan ibu setelah aku <br />habis "dikuliti" malam itu. Tak ada yang perlu dikoreksi. Setelah <br />mohon maaf, aku jelaskan semua "kehancuran ku", setelah putus dengan <br />Magda, kemudian kenapa aku berteman dengan Susan. <br /><br />Diakhir "persidangan" malam itu, ibu menitikkan air matanya sambil <br />berujar," Zung, kami memberangkatkan kamu sekolah dengan keringat <br />darah. Kami bersusah payah menyekolahkan mu dengan harapan kamu <br />menjadi orang yang patut dicontoh adik-adik mu...."<br /><br />Belum selesai ibu mengakhiri kalimatnya, aku memeluk dan menciumi <br />wajahnya dengan sesunggukan. Aku hapus airmatanya dengan kedua tangan <br />ku, " Ibu, aku janji akan berubah. Doakan aku, bulan depan aku maju <br />ke meja hijau. Kalau aku lulus, ayah dan ibu harus datang menghadiri <br />wisuda ku." ujar ku.<br /><br />Ayah menanyakan hubungan ku dengan Maya, " selama seminggu ini kau <br />selalu dengan Maya. Bagaimana kelanjutannya?" tanya ayah. <br /><br />" Boleh kau berteman dengan siapapun. Alai unang salpu-salpu hatam/ <br />jangan kamu asal membuat janji." kata ibu mengingatkan. Aku jadi <br />teringat dengan janji ku menikahi Susan, kemudian menyesalinya.<br /><br />" Aku dan Maya masih berteman biasa," ucapku<br />" Berteman biasa kau bilang, pakaian mu pun sudah disetrikanya, <br />setiap hari kau dilayani makan, pulang larut-larut malam. Aku pun <br />dulu pacarannya sama ibu mu sebelum nikah. Na godang kecet mu/ banyak <br />kali cengkunek mu" ujar ayah ketawa, disambut gelak ibu ku.<br /><br />Mengakhiri pembicaraan kami malam itu, kembali ibu mengingatkan <br />dengan pesan pamungkasnya, "jangan kau sakiti hati perempuan dengan <br />janji kosong."<br />****<br />Satu jam sebelum kami berangkat ke Medan, Maya telah datang ke rumah <br />diantar oleh adiknya laki. Sebenarnya, Maya akan kembali ke Medan <br />minggu depannya. Maya mempersingkat kunjungannya di kampung setelah <br />di beritahu kalau aku hanya berkunjung selama seminggu. <br /><br />Sementara kami asyik bicara, ibu menyelah sambil menyerahkan "buku <br />ende/kidung jemat". Maya tersenyum melihat ku ketika ibu <br />menyerahkannya. <br /><br />Setelah ibu menjauh, aku bicara pelan ke telinga Maya, " kata ibu ku, <br />nanti di dalam bus kita nyanyi bersama dari buku ende ini." Maya <br />hanya tersenyum sambil mencubit paha ku.<br /><br />Ke dua orang tua ku turut memberangkatkan kami setelah bus menjemput <br />kami. Selama perjalanan yang menghabiskan waktu enam jam itu, tak <br />banyak yang kami bicarakan. Maya tak kuasa menahan kantuknya setelah <br />sebelumnya aku dan Maya menikmati sinar rembulan hingga menjelang <br />subuh. <br /><br />Aku merebahkan wajahnya ke pangkuanku setelah beberapa lama bersandar <br />di atas dadaku. Sesekali aku mengecup pipinya setelah <br />melihat"tetanga" pada tertidur. <br /><br />Maya terjaga ketika aku menggerai rambut yang sama panjangnya <br />dengan rambut Magda. Semoga rambut Maya tidak menjadi "korban" kedua, <br />bisik hatiku. Maya meletakkan tangan ku diatas pipinya dan menatap ku <br />dengan mata kuyu. Kembali Maya memejamkan matanya sementara tanganku <br />masih diatas pipinya masih dalam gemgamannya. <br /><br />Sopir bus yang kebetulan teman sekampung sengaja memutar lagu-lagu <br />bernuansa cinta, lembut, menghantarkan mata ku mulai redup. Maya <br />bangun, duduk dan merapikan rambutnya yang baru saja ku gerai. <br /><br />Tangannya meraih wajah ku dan menindihkan pelan kesisi lengannya. " <br />Bang, gantian, istrahatlah sebelum kita sampai," ucapnya.<br />Maya tersenyum dan membiarkan ketika rambutnya ku gerai menutupi <br />wajah ku.( Bersambung)<br /><br />Los Angeles, October 30 , 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-39247790635555251422008-11-10T08:41:00.002+07:002008-11-10T08:51:22.891+07:00Dosenku Pacarku (70)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4lZlb7rIgdQd7DmEP8f8HWDIvkYE0z3hpCbaaV05Xs5uCEeXCnXasxTTKmq61Tk19xi_uug9BpmI67eu3Ci6aLREtpNQEPlian6jq43voXzkFO9oT8l27LWhyphenhyphenSRwkIkyDGJ_P5OT_m4Y/s1600-h/cinta7.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 116px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4lZlb7rIgdQd7DmEP8f8HWDIvkYE0z3hpCbaaV05Xs5uCEeXCnXasxTTKmq61Tk19xi_uug9BpmI67eu3Ci6aLREtpNQEPlian6jq43voXzkFO9oT8l27LWhyphenhyphenSRwkIkyDGJ_P5OT_m4Y/s200/cinta7.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5266840394828372402" /></a><br /><strong>I Wanna Love You Forever</strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=9MA1rDxaq88">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />You set my soul at ease /Chased darkness out of view /Left your <br />desperate spell on me <br />Say you feel it to /I know you do /I've got so much more to give <br />This can't die, I yearn to live /Pour yourself all over me /And I'll <br />cherish every drop here on my knees <br /><br />CHORUS <br />I wanna love you forever /And this is all I'm asking of you /10,000 <br />lifetimes together /Is that so much for you to do? /Cuz from the <br />moment that I saw your face /And felt the fire in your sweet embrace <br />I swear I knew. /I'm gonna love you forever <br /><br />My mind fails to understand /What my heart tells me to do /And I'd <br />give up all I have just to be with you <br />and that would do /I've always been taught to win /And I never <br />thought I'd fall /Be at the mercy of a man <br />I've never been /Now I only want to be right where you are. <br /><br />CHORUS <br />In my life I've learned that heaven never waits no /Lets take this <br />now before it's gone like yesterday <br />Cuz when I'm with you there's nowhere else /That I would ever wanna <br />be no /I'm breathing for the next second I can feel you /Loving <br />me ... I'm gonna love <br /><br />CHORUS <br />=========== 69 ===============<br />Aku menuruti ajakannya dengan satu pertanyaan dalam hati, akankah <br />aku mendapatkan kembali cinta tulus seperti pernah ku peroleh dari <br />Magda. Bila iya, aku akan mengakhiri petualangan cinta setelah kandas <br />dengan Magda. Mawar bagi ku masih sebuah "misteri", dingin dan kabur. <br />( Bersambung)<br />=============================<br />Malam itu, kedua orang tua Maya menyambut ku hangat, mereka <br />membiarkan aku dan Maya di ruang tamu. Pembicaraan kami mulai masuk <br />ke wilayah asmara. <br /><br /><span class="fullpost"><br />Di selah percakapan, aku kembali mengajukan beberapa pertanyaan <br />secara langsung perihal hubungannya dengan lelaki. Aku tak mau <br />terjebak, kelak, menjadi labuhan cinta perlariannya.<br /><br />Maya mengaku jujur, bahwa dia belum pernah menjalin hubungan serius <br />dengan seorang lelaki, aku sangat mempercayai pengakuannya. Maya juga <br />mengajukan sejumlah pertanyaan perihal hubungan ku dengan Magda dan <br />Susan. <br /><br />Aku mengaku jujur perihal hubungan ku dengan Magda selama lima tahun <br />kemudian berakhir. Dengan Susan ? Aku tak mau lagi tersandung yang <br />kedua kali dengan pengakuan jujur seperti kepada Magda. Cukup ku <br />jelaskan bahwa aku pernah jatuh cinta dengan Susan beberapa saat.<br /><br />Tak ada perubahan ekspresi wajahnya ketika aku menjelaskan perihal <br />hubungan ku dengan Magda dan Susan. Dinginnya malam mengakhiri <br />pembicaraan ku dengan Maya. Maya tak keberatan ketika aku memberi <br />kecupan di keningnya. Maya membalas kecupan di bibir ku.<br /><br />Dia mendekap ku erat seakan tak membiarkan ku pulang meninggalkannya <br />sendirian dalam peraduan malam. Aku bisikkan ketelinganya, "besok <br />kita ulang lagi.!" <br /><br />Maya mencubit lengan ku sembari meletakkan wajahnya diatas dadaku, <br />seakan ingin mendengar degup irama ketulusan, entahlah kalau masih <br />ada yang tersisa. <br />***<br />Esok paginya, Maya datang menjemput ku ke gereja, sementara aku masih <br />terbaring lemah karena pulang terlalu larut malam. Ibu memberitahu <br />kalau Maya telah menunggu ku diruang tamu. <br /><br />Ibu menyentil ketika aku menolak ikut ke gereja, " rupanya kalau <br />sudah mau sarjana tak perlu lagi ke gereja iya.?"<br /><br />Ibu membiarkan Maya menemui ku ke kamar, " Kalau abang nggak ke <br />gereja, Maya juga nggak ke gereja,!" ancamnya.<br />" Kegereja kok tergantung dengan aku.?"<br />" Bang.. Aku ngga ada teman.!" jawabnya<br />" Ke surga juga sendiri-sendiri, " ujarku. Baiklah, lanjutku, aku <br />mau ke gereja tapi aku bebas memilih pakaian ku.<br /><br />Maya tersenyum mendengar persyaratan ku, ingat kejadian kemarin <br />ketika menghadiri ibadah pernikahan Sinta. <br /><br />Ibu keberatan setelah melihat pakaian yang aku kenakan, " makin lama <br />makin nggak karuan kau "amang". Kok nggak bisa lagi kau bedakan <br />pakaian ke gereja dan ke kedai tuak ," ujar ibu ku nelangsa.<br /><br />Maya langsung menarik lenganku ke pintu kamar, " Zung, sudahlah <br />dengar kata namboru. Namboru juga senang kalau abang dilihatnya <br />rapi." ujar Maya.<br /><br />" Ke surga juga nanti telanjang," gurau ku pelan,takut kedengaran ibu.<br />" Kita belum mau ke surga bang," balasnya.<br />****<br />Setelah pulang dari gereja, aku dan Maya ingin pergi menjauh dari <br />kampung tempat kami tinggal. Aku rindu kebun, tempat ku dulu dan <br />rekan seusiaku " menjarah" durian, manggis dan rambutan usai pulang <br />sekolah. Aku ingin bersama Maya menikmati suasana alam, jauh dari <br />keriuhan yang sangat membosankan. <br /><br />Aku mengajak Maya, " mau menemani ku ke kebun, " tanyaku.<br />" Mau, tetapi kita makan dulu." jawabnya.<br /><br />" Mau makan di kedai tuak.? tanyaku bergurau. Maklum di kampung tidak <br />ada restaurant atau rendezvous, "persembunyian" pengurai cinta.<br /><br />Maya mengajak makan dirumahnya. " Mama, masak arsik untuk abang." <br />ujarnya tersenyum.<br /><br />" Heh...Maya dapat bocoran darimana kalau aku "arsik maniak ? Dari <br />Sinta iya? Jawab dulu sebelum kita kerumah mu," desak ku.<br /><br />" Aku tahu dari ompung. Kemarin aku disuruhnya masak arsik untuk <br />abang, tapi aku nggak bisa. Aku suruh mama memasak."<br />" Jadi, kamu bilang arsik itu untuk ku?"<br />" Iya, kenapa rupanya bang. ! ?"<br /><br />" Aku nggak enak sama mama kamu. Ini urusannya jadi serius, " ujar ku.<br />" Nggak jugalah. Hanya makan siang kok. Ayolah biar kita ke kebun," <br />ujarnya tersenyum.<br /><br />Ajakan makan siang yang tak dapat dihindari, meski hati ku tidak <br />merasa plong. Ini juga ulah "ompung napitpit", aku mengumpat dalam <br />hati, sambil mengikuti langkah Maya. <br /><br />Aku merasa lega setelah mama Maya meninggalkan kami makan berdua. <br />Bayangan wajah Magda dan Susan masih muncul dalam pikiran ku. Tanpa <br />aku sadari tangan ku menopang dagu di meja makan, menatap hampa ke <br />depan. Maya mengagetkan ku ketika dia kembali dari dapur sambil <br />membawa minuman untuk ku, " bang, mikirin apa " tanyanya. <br />(Bersambung)<br /><br />Los Angeles, October 30 , 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-58428493668099210912008-11-08T02:17:00.002+07:002008-11-08T02:19:54.392+07:00Dosenku Pacarku (69)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhar8amcREsDNz4cUsC0qb5u6KUIt61oR4ppMt-V5kpRIERuNJAJ6b8qv18soSHil-3sL2q756VDQtS-Hf_8NeAfwYR84zGsnoV-nWj131Ar3HF4cGyI0ye5qXnWp1zcAeL9gzYphYgpIQ/s1600-h/love.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 116px; height: 106px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhar8amcREsDNz4cUsC0qb5u6KUIt61oR4ppMt-V5kpRIERuNJAJ6b8qv18soSHil-3sL2q756VDQtS-Hf_8NeAfwYR84zGsnoV-nWj131Ar3HF4cGyI0ye5qXnWp1zcAeL9gzYphYgpIQ/s200/love.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265997401852471346" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Bunga Mawar"</span><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=ITNupfRijGg"><br />Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />O bunga Mawar kau idaman hati /yang ku puja-puja selalu<br />Ingin hatiku oh memetik diaku/tapi apa daya tak sampai<br /><br />O bunga nan rupawan/rindu hati siang dan malam<br />Hasrat ku ingin berdua selamanya<br />kemana ku mengadu bulan bintangpun tak tau<br />Cinta ku hanyalah satu kekasih ku<br /><br />O bunga Mawar kau idaman hati /yang ku puja-puja selalu<br />Ingin hatiku oh memetik diaku/tapi apa daya tak sampai<br /><br />O bunga nan rupawan/rindu hati siang dan malam<br />Hasrat ku ingin berdua selamanya<br />kemana ku mengadu bulan bintangpun tak tau<br />Cinta ku hanyalah satu kekasih ku<br /><br />========= 68 ==============<br />Aku berusaha menolak, tetapi Maya bersikeras mengajak ku. Akhirnya <br />aku mengalah lagi dengan bujukannya, dan aku tak ingin <br />mempermalukannya dihadapan orang banyak. ( Bersambung)<br />=================================<br />"Tingkah" Maya mengundang perhatian para undangan yang menghadiri <br />acara itu. Benar, penilaian ku tak salah, Maya kini bukanlan lagi <br />Maya yang aku kenal dulu. Secara tidak langung --dihadapan orang <br />banyak-- Maya "memproklamirkan" kedekatannya dengan ku, sementara aku <br />belum siap. <br />***<br /><span class="fullpost"><br />Aku tidak menyangka kalau puluhan teman Sinta dan suaminya sengaja <br />datang dari Medan menghadiri pernikahannya. Ini juga salah satu <br />alasannya aku merasa betah mengikuti acara resepsi. <br /><br />Maya terus memperhatikan ku ketika aku duduk dan berbicara ditengah <br />gadis-gadis molek. Maya tampaknya sedikit gelisah melihat gadis-gadis <br />itu terkekeh-kekeh bersama ku. <br /><br />Satu diatara gadis itu malah "over acting", beberapa kali <br />membisikkan sesuatu dekat ketelinga ku, seakan kami sudah berkenalan <br />lama. Maya segera bergabung dengan kami, dia terpaksa duduk agak jauh <br />dari ku, karena gadis-gadis teman Sinta duduk mengitari ku. <br /><br />Maya mengeluarkan jurus "mengusir" gadis-gadis itu dari sekitarku. <br />Dia mendekat dan berbisik ke telinga ku seraya tangannya menggemgam <br />tangan ku. <br /><br />Tanpa diperintah, gadis disebelah ku langsung hengkang memberi tempat <br />duduknya kepada Maya. Satu persatu gadis-gadis sekitarku pergi <br />meninggalkan aku dan Maya duduk bersanding. <br /><br />Setelah beberapa lama kami duduk bersanding, aku menyuruh Maya <br />kembali mendampingi pengantin, tetapi dia menolak, berdalih, masih <br />ada teman pendamping lainnya melayani pengantin. <br /><br />Lagi-lagi aku dan Maya menjadi perhatian para undangan khususnya <br />keluarga dekat; ketika Maya secara khusus sibuk mempersiapkan makanan <br />ku, terpisah dengan makanan orang banyak.<br /><br />Aku ingin menghindar dari perhatian orang banyak. Aku mengajaknya <br />pindah kesudut ruangan, tetapi Maya menolak. Sejumlah keluarga dekat <br />Maya dan keluarga ku "setor muka" dan mencari perhatian ku.<br /><br />Mereka secara bergantian mengantar minuman dan sejumlah makanan <br />ringan, diantaranya" lampet". Hampir semuanya keluarga -khususnya <br />perempuan--mencubit lengan ku sambil senyum pertanda senang dan <br />seakan setuju melanjutkan hubungan ku dengan Maya. Dalam hati ku <br />berkata....."ratu-ratu kompor bersileweran".<br /><br />Selesai makan, Maya mengajak ku menggati pakaiannya ke rumah. Aku <br />coba menolak dengan dalih kaki ku yang masih sakit.<br />" Kita jalan pelan saja bang, " ujarnya seraya menarik lengan ku, <br />mesra. Ah...akhirnya aku kini benar-benar jatuh dalam "pencobaan".<br /><br />"Zung, sebentar aku bilangin dulu sama Sinta,"ujarnya sambil <br />meninggalkan ku. Sinta menoleh kearahku dan tersenyum setelah Maya <br />berbisik ke telinganya.<br />****<br />Maya dan Sinta membujuk ku agar aku mau menghadiri malam perpisahan <br />Sinta dengan anak-anak muda sekampung, juga sahabatnya dari Medan.<br /><br />Maya dan Sinta tak mempan, akhirnya mereka minta "bantuan" kepada ibu <br />ku. Sebelum disuruh ibu, aku langsung bergegas mengikuti Maya dan <br />Sinta sambil memplototin keduanya. <br /><br />Sinta tahu betul kalau aku selalu " bertekuk lutut" kepada ibu. <br />Malam itu, "master of ceremony " memprovokasi undangan untuk <br />mendaulat ku bernyanyi dengan Maya. Dengan perasaan terpaksa aku <br />memenuhi permintaan undangan setelah Sinta dan suaminya memaksa <br />ku "turun". <br /><br />Lagu ku mengalun sendu, bayang-bayang wajah Magda dan Susan muncul <br />silih berganti bersama puing-puing cinta yang tercecer. <br /><br />Meski Maya telah memberi perhatian khusus sejak pagi hingga malam <br />pada acara pemuda, Maya --sementara ini-- belum mampu sepenuhnya <br />memompa semangat ku menyongsong duka, karena aku segera memadamkan <br />api asmara dengan Susan.<br /><br />Maya mengajak ku kerumahnya meski sudah larut malam. Aku menuruti <br />ajakannya dengan satu pertanyaan dalam hati, akankah aku mendapatkan <br />kembali cinta tulus seperti pernah ku peroleh dari Magda. <br /><br />Bila iya, aku akan mengakhiri petualangan cinta setelah kandas dengan <br />Magda. Mawar bagi ku masih sebuah "misteri", dingin dan kabur. <br />( Bersambung)<br />Los Angeles, October 30 , 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-33257072623771227932008-11-05T06:29:00.003+07:002008-11-08T02:20:18.305+07:00Dosenku Pacarku (68)<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjauzCgnl-cfNofa22LkJxZXK3bxRP0ohqfB2ywFYZOBn6yhcte5y-rPwsmIVtMus3f8r2RNJqwkbn2fJJtKJsj5D0gcdtP0JwGlCTEfM4HYHpTlhlTirsmp0BRA15KiaGEnbc0FNMZWwc/s1600-h/cinta.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 140px; height: 119px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjauzCgnl-cfNofa22LkJxZXK3bxRP0ohqfB2ywFYZOBn6yhcte5y-rPwsmIVtMus3f8r2RNJqwkbn2fJJtKJsj5D0gcdtP0JwGlCTEfM4HYHpTlhlTirsmp0BRA15KiaGEnbc0FNMZWwc/s200/cinta.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5265996717442158978" /></a><br /><span style="font-weight:bold;">"Manduda Bayoni"</span><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=8GxHfJsemnU">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />Mau dengarnya, silakan klik disini...<br /><br />Rap hita nadua hasian manduda bayon i/kita berdua kasihku "manduda" <br />pandan <br />Rap hita nadua hasian tu parmahanan i/kita berdua kasih ku mengembala<br />Laos hu galmit ma ito da hurum i/ sembari ku elus pipimu<br />mengkel suping ho tu ahu hasian/ engkau tersenyum pada ku kasih<br />Holan ho na ma ito/ hanya dikau kasihku<br />holan hoi nama ito bunga di ateate ki./ hanya dikau bunga di dalam <br />kalbu<br /><br />Pos do rohami tu au ito songoni au tu ho/ Engkau percaya terhadapku <br />demikian juga daku<br />songon aek tu a ma uas i/ bagaikan air pada orang yang dahaga<br />sihol hi tu ho ito/rindu ku pada mu<br /><br />Molo so pajumpang ahu dohot ho/ bila aku tak ketemu dirimu <br />mar sahali sadari / sekali dalam sehari<br />Sai busisaon ahu sai busisa on ahu/ Aku gelisah, aku gelisah<br />alani holong hi tu ho /karena kasih ku pada mu<br /><br />Ias do holong mi tu ahu ito/cinta mu tulus pada ku, kasih<br />songon bontar ni bajumi/ bagai putih baju mu<br />Ndang hasuhatan burjumi lagu mi tu ahu ito/ tidak terukur kebaikan mu<br />pada ku kasih<br /><br />Ingkon ho nama ito/ingkon ho nama ito /lao ho parmaen ni da inang i. <br />2 X / Hanya engkau yang layak menjadi mantu ibunda.<br /><br />================== 67===========<br />Maya diam ketika ku tanyakan siapa pacarnya sekarang, malah <br />bertanya, mengenai hubungan ku dengan Magda. Jawab dulu pertanyaan <br />ku, baru aku menjawab pertanyaan mu, " siapa lelaki beruntung yang <br />mendampingi mu.?" ( Bersambung)<br />=================================<br /><br />" Nggak ada." jawabnya singkat.<br />" Hubungan ku dengan Magda telah berakhir. Maya mau pacaran dengan <br />ku,?" ujar ku berguyon.<br />Maya "keok" wajahnya menunduk, modalnya hanya senyum. Aku tahu dia <br />tak akan mampu "ber manuver" seperti Magda, Mawar dan Susan.<br /><br /><span class="fullpost"><br />Sekampung tahu, kalau urusan berpacaran, Maya "zero kilometer". Malam <br />ini ketemu pula sama lelaki yang" kilometernya" sudah hampir kembali <br />ke zero lagi." <br /><br />Aku mengulang pertanyaanku seakan serius,"mau nggak?. Maya tak <br />menjawab hanya memandang ku kemudian menunduk sambil menikmati <br />makanannya.<br /><br />Sebelum dia menjawab " iya atau tidak", segera kua alihkan <br />pembicaraan kepesta pernikahan Sinta esok paginya. Sungguh, saat <br />itu, aku belum terpikir untuk "menenun " lembaran baru. <br /><br />Sepertinya, hati mulai jenuh berurusan dengan api asmara yang <br />menghanguskan, apalagi dalam waktu dekat aku harus mengahadapi <br />masalah baru, "bercerai" dengan Susan. Aku juga ingat pesan <br />Magda, "jangan ada lagi korban baru." <br /><br />Makan malam kami akhiri tanpa ada "komitmen" antara aku dan dia, <br />meski aku merasakan, Maya menaruh perhatian pada ku.<br />****<br />Ibu menegur ketika melihat ku belum berkemas setelah bangun pagi. Aku <br />tak bergairah pergi ke pesta pernikahan Sinta. Tidak hanya ibu <br />menegurku, semua keluarga termasuk tamu dirumah "mengeroyok" ku agar <br />segera berkemas.<br /><br />Milhat aku bergeming dengan keroyokan mereka, tanpa sepengetahuan ku <br />ompung pergi menjemput Maya ke rumah. Maya datang bersama ompung. <br />Maya "pasang badan" dan membujuk ku agar segera berkemas. <br /><br />" Zung, sebentar lagi acara pemberkatan, ayolah bang, temani Maya, " <br />bujuknya.<br />" Berangatlah kalian, aku menyusul." jawab ku.<br /><br />Maya tak bergerak dari tempatnya berdiri dan terus membujuk ku di <br />dukung oleh ibu. Akhirnya aku mengalah, segera aku bangkit meski <br />perasaan dihinggapi rasa malas. <br /><br />Aku melihat Maya masih dirumah, ah....dia menunggui ku selesai mandi <br />seraya bercakap-cakap dengan ibu. Ibu agak lemas, tak bergairah, <br />ketika melihatku mengenakan pakaian kemeja lengan pendek tanpa dasi. <br />Maya mendekati ku," Zung, kok ke gereja pakaiannya seperti itu. Abang <br />marahan dengan Sinta,?"<br /><br />" Nggak, apa hubungannya pakaian ku dengan Sinta.?"<br />Ibu mendekatiku dan berujar, " Kamu nggak menjaga perasaan paman mu. <br />Paman mu juga akan kesal kepada ibu dan ayah, dikira kami tidak <br />mengingatkan mu." ujar ibu lembut.<br /><br />Lagi-lagi aku mengalah menuruti "kemauan" ibu dan Maya untuk <br />mengganti kemeja dan memakai dasi. Maya mengajak ku jalan bersama <br />diiringi senyum dikulum dan menyanjung ku, " Zung tampak semakin <br />gagah dengan pakaian seperti itu." ujarnya.<br /><br />" Gagah kata mu, nggak tahu perasaan ku tersiksa dengan pakaian <br />seperti ini. Aku tak suka. Tapi demi kau aku rela," balas ku. Aku tak <br />menyadari kalimat terakhir membuat hatinya berbunga-bunga.<br /><br />" Maya pergi duluan dengan ibu, aku belum dapat berjalan dengan <br />sempurna. Nanti kita ketemu di gereja." ucap ku.<br />" Kita sama sajalah bang, aku nanti mendampingi abang jalan."<br /><br />" Hari ini, Maya mendampingi Sinta bukan aku," ucap ku.<br />" Iya, aku tahu bang, ayolah, " ajaknya ambil menggandeng tangan ku.<br />Pagi ini Maya sedikit lebih "agresif", tidak seperti yang aku kenal <br />dulu, pemalu dan pendiam. <br /><br />Aku coba lagi "mengusirnya": "Maya duluanlah, kamu kan pendamping <br />Sinta, nanti kamu di tungguin."<br />" Nggak. Aku sudah katakan kepada mereka, nanti ketemu di gereja, " <br />jawabnya.<br /><br />Aku berusaha menutupi langkah ku yang masih pincang dengan berjalan <br />pelan dengan Maya. Jarak rumah ke gereja hanya sekitar seratus meter.<br /><br />Selama prosesi acara pernikahan dalam gereja, pikiran ku tak fokus. <br />Pikiran dan hati masih terganggu dengan hubungan ku dengan Susan.<br /><br />Sementara acara berlangsung, Maya sesekali melirik kearah ku, tak <br />sengaja kami bersua mata. Selesai acara pemberkatan nikah, Maya <br />memisahkan diri dari rombongan pengantin saat undangan memberi ucapan <br />selamat kepada kedua pengantin dan keluarga. <br /><br />Maya menjemput ku dari kursi dan menggandeng lengan ku menuju depan <br />mimbar tempat keluarga menerima ucapan selamat. Aku berusaha menolak, <br />tetapi Maya bersikeras mengajak ku. Akhirnya aku mengalah lagi dengan <br />bujukannya, dan aku tak ingin mempermalukannya dihadapan orang <br />banyak. ( Bersambung)<br />Los Angeles, October 30 , 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-12342248054195915202008-11-04T06:13:00.000+07:002008-11-04T06:13:00.436+07:00Dosenku Pacarku (67)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwJCU-ZHMBIXYIJGKf-VWlNbFqTSdsxWq-42IIqcgCOJ6ZSd8ecHzKRHoLzwzMkm1cySku0uxIhNP3BmuBiVCnYQX1ph1ZVItqJTsLjSYXlepP3F7XpqCPSh5Ns0-kTwaa8IlbzayoXNE/s1600-h/cinta3.jpg"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 120px; height: 112px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwJCU-ZHMBIXYIJGKf-VWlNbFqTSdsxWq-42IIqcgCOJ6ZSd8ecHzKRHoLzwzMkm1cySku0uxIhNP3BmuBiVCnYQX1ph1ZVItqJTsLjSYXlepP3F7XpqCPSh5Ns0-kTwaa8IlbzayoXNE/s200/cinta3.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264233690170551666" /></a><br /><strong>"I Wanna Love You Forever"</strong><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=9MA1rDxaq88">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />You set my soul at ease /Chased darkness out of view /Left your <br />desperate spell on me / Say you feel it to /I know you do /I've got <br />so much more to give / This can't die, I yearn to live /Pour yourself <br />all over me /And I'll cherish every drop here on my knees <br /><br />CHORUS <br />I wanna love you forever /And this is all I'm asking of you /10,000 <br />lifetimes together /Is that so much for you to do? /Cuz from the <br />moment that I saw your face /And felt the fire in your sweet embrace <br />I swear I knew. /I'm gonna love you forever <br /><br />My mind fails to understand /What my heart tells me to do /And I'd <br />give up all I have just to be with you <br />and that would do /I've always been taught to win /And I never <br />thought I'd fall /Be at the mercy of a man <br />I've never been /Now I only want to be right where you are. <br /><br />CHORUS <br />In my life I've learned that heaven never waits no /Lets take this <br />now before it's gone like yesterday <br />Cuz when I'm with you there's nowhere else /That I would ever wanna <br />be no /I'm breathing for the next second I can feel you /Loving <br />me ... I'm gonna love <br /><br />CHORUS <br /><br />================= 66 ==========<br />" Aku cuma cerita sedikit. Aku juga tahu dari Maya ( bukan nama <br />sebenarnya ). Om dia dan Susan sama-sama dosen di kampus abang."<br />" Ah...kalian bocor halus semua, kuping pakai antena bercabang <br />seribu," keluh ku. (Bersambung)<br />==============================<br />" Bang, Maya nanyain mu terus. Dia tahu kalau abang sudah putus <br />dengan Magda."<br />" Apalagi nih, Sinta, "jangan antarkan aku dalam pencobaan", aku <br />sedang "senu " ini." ucap ku.<br /><br /><span class="fullpost"><br />" Ompung juga senang sama dia, abang kan tahu ompung " hempot", tiada <br />hari tanpa "komporin" Maya. Ompung "napitpit"*) juga tahu; katanya, <br />kalau abang mau dengan Maya, dia akan berikan satu ekor sapinya untuk <br />pesta abang. Eh...Zung, besok pakai jas, Maya pendamping ku." ucapnya.<br /><br />" Sinta, aku nggak ada jas. Besok aku ngga datang ke pesta mu. <br />" lanteung" kalian semua," ucapku geram.<br /><br />" Bang kok marah sama ku? Aku cuma beritahu. Mestinya abang bilang <br />terimakasih," balasnya ketawa.<br /><br />Baru saja rasa kesal kutumpahkan kepada pariban ku Sinta, <br />ompung"napitpit" datang dengan Maya. Oalah..sempurnanya "pencobaan " <br />ini, yang satu belum selesai, kini ditambah lagi dengan "masalah" <br />baru, Maya.<br /><br />Maya, perempuan cantik , cerdas tetapi pendiam, teman satu kelas <br />ketika es-em-pe. Dia dilahirkan dan dibesarkan ditengah keluarga <br />religius, kebetulan kakeknya adalah seorang pendeta pertama dan <br />pendiri gereja di kabupaten. <br /><br />Abang-adik ayahnya serta namboru/bibinya termasuk keluarga berhasil <br />dalam segi pendidikan, semuanya sarjana. Karena keberhasilan keluarga <br />ini, juga karena keluarga religius, lelaki sekitar agak <br />enggan "bermain api" dengan keturunannya. <br /><br />Suatu waktu ketika penamatan es-em-pe, dengan gaya "maluku"( malu-<br />malu kucing) menghampirinya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi nggak <br />jadi, keburu mamanya datang. <br /><br />Keinginan itu tak pernah terpenuhi, kebetulan sejak es-em-a jarang <br />ketemu dan aku telah mempunyai teman Magdalena. Kalau kebetulan <br />pulang sama saat liburan semesteran, Maya tidak pernah keluar rumah, <br />hanya ketemu di gereja dan itu berlangsung hingga dia menyelesaikan <br />sarjana.<br />Maya menyelesaikan sarjananya lebih awal, sementara aku masih <br />menghadapi sidang meja hijau bulan berikutnya.<br /><br />Ompung memanggil ku dengan semangat, "Zung , salam dulu" pariban "mu <br />ini, sekolahnya sudah selesai."<br />Aku mengalihkan pembicaraan,"ompung, mana sapinya.?"<br /><br />" Bereslah itu, ompung sudah siapkan untuk pesta mu." ujar ompung<br />Maya hanya tersenyum mendengar percakapan aku dan ompung. <br />"Zung, kapan datang," tanyanya Maya mengawali pertemuan kami.<br /><br />Malas juga menjawab pertanyaan basa-basinya, hati ku juga tawar <br />karena dia sudah tahu hubungan ku dengan Susan. Aku pingin tahu <br />sejauh mana dia mengetahui hubungan ku dengan Susan.<br /><br />Maya tidak menolak ketika tangannya ku gandeng berjalan keluar rumah. <br />Hatiku merasa geli, melihat ompung napitpit mengembangkan senyumnya <br />sambil meremas kedua tangannya tanda rasa senang.<br /><br />" Maya, kamu mengenal Susan?" tanyaku ketika kami sudah diluar. Wajah <br />Maya sedikit berubah dengan pertanyaanku.<br />" Nggak, kenapa.?" <br />" Kata Sinta, kamu tahu hubunganku dengan Susan?"<br />" Oh..iya, aku cuma dengar dari percakapan teman-teman om dirumah. <br />Mereka tidak tahu kalau abang aku kenal."<br /><br />"Apa yang mereka bicarakan?"<br />" Aku nggak tahu persis, aku dengan sambil lalu saja, kebetulan nama <br />mu disebut-sebut." ucapnya.<br />" Benar kamu nggak tahu apa yang mereka bicarakan mengenai hubungan <br />ku dengan Susan?.<br /><br />" Iya..aku nggak tahu." jawabnya.<br />" Baiklah , aku punya hubungan dengan Susan karena dia dosen <br />pembimbingku. Kebetulan akhir-akhir ini aku sering ke rumahnya."<br />" Katanya, suaminya sedang keluar negeri?." tanya Maya.<br />"Iya, itu jugalah sebabnya aku sering kesana bantuin Susan sekaligus <br />supir pribadi." jelasku.<br /><br />Aku kembali mengajak Maya kerumah bergabung dengan keluarga. Daripada <br />seisi rumah "ribut", aku duduk berdampingan dengan Maya. Tapi Maya <br />tidak akan pernah mau memulai pembicaraan, itu sifatnya dari dulu, <br />pendiam. "Kompor" kiri kanan sudah "menyala", apalagi ompung ku.<br /><br />" Maya, bikin dulu teh untuk Tan Zung," perintah ompung ku<br />Maya segera bergegas ke dapur menuruti permintaan ompung. Menghindari <br />ocehan lanjutan dari ompung, aku segera menyusul Maya ke dapur.<br /><br />" Maya kalau nggak keberatan tolong siapkan makanan untuk ku, aku <br />lapar." Aku membantunya mempersiapkan makanan, dengan membagi tugas; <br />aku mempersiapkan piring dan cangkir, Maya mengisi piring dan cangkir <br />yang telah kusiapkan.<br /><br />"Aku masih kenyang." ujarnya setelah melihat aku siapkan dua piring <br />dan cangkir."<br />"Jadi, maksud mu kamu "menonton" ku makan sendirian, iya nggak <br />usahlah,? " ujarku sedikit kecewa.<br /><br />Maya mengalah. Dia duduk bersama ku menikmati makan malam sambil <br />bernostalgia ketika masa es-de dan es-em-pe, sedikit mulai nyerempet <br />mengenai kisah-kasih asmara. <br /><br />Maya diam ketika ku tanyakan siapa pacarnya sekarang, malah bertanya, <br />mengenai hubungan ku dengan Magda.<br /><br />Jawab dulu pertanyaan ku, baru aku menjawab pertanyaan mu, " siapa <br />lelaki beruntung yang mendampingi mu.?" ( Bersambung)<br /><br />Los Angeles, October 29, 2008<br /><br />Tan Zung<br />====<br />*). ompung napitipit = panggilan untuk nenek -ibu ayah ku- br <br />napitupulu. tdk jelas kenapa panggilan seperti itu.<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-703956740814881454.post-81946293226234349672008-11-03T08:06:00.001+07:002008-11-03T08:09:47.684+07:00Dosenku Pacarku (66)<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTDSCCXuGwKwxX3Wm0jhKUFuxA1MFYfKKU_rDDpsk6I_KzKyb3WeU_vbWKa6ExEHA5vem5d3NIwVLiJ7A_VMeD3JuqgkYrE5IZyMNBwsTCNnspQDQNsoDIpFKpY7QU6QY6LpyC9hNGlnU/s1600-h/cinta1.jpg"><img style="float:right; margin:0 0 10px 10px;cursor:pointer; cursor:hand;width: 119px; height: 119px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTDSCCXuGwKwxX3Wm0jhKUFuxA1MFYfKKU_rDDpsk6I_KzKyb3WeU_vbWKa6ExEHA5vem5d3NIwVLiJ7A_VMeD3JuqgkYrE5IZyMNBwsTCNnspQDQNsoDIpFKpY7QU6QY6LpyC9hNGlnU/s200/cinta1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5264231876522192882" /></a><br /><br /><a href="http://www.youtube.com/watch?v=8rPD7Kr4qp4">Mau dengar lagunya, klik disini...</a><br /><br />Sudah kubilang jangan kau petik mawar yang penuh berduri<br />Sudah kubilang jangan kau dekati api yang membara<br />Jangan `kan tertusuk nanti/jangan kau `kan terbakar nanti<br />Jangan kau bawa diri mu dalam mimpi<br /><br />Jangan..jangan lagi jangan sayang/ Kau deraikan lagi air mata di <br />pipimu<br />Jangan jangan lagi..jangan sayang/kau nyanyikan lagi simponi yang <br />menyayat kalbu<br /><br />Sudah kubilang jangan kau petik mawar yang penuh bwrduri<br />Sudah kubilang jangan kau dekati api yang membara<br />Jangan `kan tertusuk nanti/jangan kau `kan terbakar nanti<br />Jangan kau bawa diri mu dalam mimpi<br /><br />Jangan..jangan lagi jangan sayang/ Kau deraikan lagi air mata di <br />pipimu<br />Jangan jangan lagi..jangan sayang/kau nyanyikan lagi simponi yang <br />menyayat kalbu<br /><br />================ 65 ================<br />" Namboru..! memang aku piala bergilir," ucap ku nyegir. Seperti <br />biasanya namboru menyambut ucapanku dengan ketawa lepas, seraya <br />menyerahkan satu envelope berisi sejumlah uang. <br />" Nih, titipan ibu Susan, bapak dapat rejeki dari kiri-kanan. Tetap <br />hati-hati bapak, pilihan hanya satu." ujarnya mengingatkan. ( <br />Bersambung )<br />==================================<br /><br />Beban ku semakin bertambah setelah membuka envelope titipan Susan <br />berisi sejumlah uang. Pemberian seperti ini paling aku tak suka, <br />juga ketika berteman dengan Magda dan dia tahu itu. Magda pernah <br />kelimpungan kena damprat karena membayar makanan kami tanpa <br />sepengetahuan ku. <br /><br /><span class="fullpost"><br />Hampir saja aku membuang envelope titipan Susan ke tong sampah, aku <br />benar-benar tersinggung; meski barangkali dia memberi dengan tulus <br />hati. Aku serba salah, dikembalikan pasti dia tersinggung, ku simpan <br />dia mungkin mengira aku menerima dengan ikhlas, dan harus pula <br />mengucapkan terimakasih, huh....! <br /><br />Semalaman mata sukar terpejam memikirkan jalan terbaik untuk <br />mengakhiri hubungan ku dengan Susan, kini ditambah pula dengan <br />pemberian sejumlah uang. <br />***<br />Aku merasa "surprise " melihat Magda datang sendirian mengenderai <br />mobil untuk menghantarkan ku ke teminal. Tampak wajahnya segar,pagi <br />itu bibirnya dilapisi lipstick tipis, biasanya dia ber make-up bila <br />kami berpergian ke pesta. Di dalam mobil aku memujinya, " Magda, pagi <br />ini kamu segar dan manis sekali, aku senang melihat bibir mu...ehh <br />maksud ku lipstick mu. " pujiku.<br /><br />" Nggak dua-duanya bang," ujarnya menggoda.<br />" Halah....kami beraninya di dalam mobil, coba kamu ngomong dirumah <br />ku "habisi" kau." kataku gemas.<br /><br />Magda tak melayani ucapan ku, dia mengalihkan pembicaraan kami dengan <br />tertawa. Setelah tiba diterminal, dia mengusulkan supaya aku tidak <br />usah pakai tongkat.<br /><br />" Zung, nggak usah pakai tongkat, nanti mamatua kaget melihat abang, <br />jalannya pelan-pelan saja. Biar aku bawa tonngkatnya kerumah." <br />ujarnya.<br />" Iyalah....kalau Magda rindu, pandang saja tongkat ku pelepas rindu <br />mu." <br /><br />" Rindu maho. Magda bakar nanti tongkat ini." ucapnya ketawa.<br />" Bagusss...setelah kau bakar pemiliknya kini giliran tongkatnya." <br />ujar ku.<br />" Oalahh..ito Zung, bicaranya selalu bermuara ke laut," balasnya <br />sambil melirik ku.<br /><br />Setibanya di terminal, tak sedikit pun Magda merasa rikuh membantu ku <br />turun dari mobil, menenteng tas dan memegang lengan ku. Magda masih <br />setia menunggu ku hingga jadual keberangkatan bus. <br /><br />Dalam percakapan di ruang tunggu, tak ada lagi kata-kata bersentuhan <br />dengan cerita tentang cinta. Aku dan Magda saling ngenyek soal <br />tingkah laku masa-masa lalu, kamipun menjadi perhatian dari calon <br />penumpang lainnya karena keceriaan kami.<br /><br />Magda mengecup pipi ku ketika akan berpisah, dia masih membantu ku <br />berjalan hingga kedalam bus.<br />" Zung, salam sama mamatua, bapa tua dan adik-adik, juga untuk Sinta. <br />Jangan "nakal" dikampung." ujarnya tersenyum. <br /><br />****<br />Aku tiba di kampung setelah melewati perjalanan yang sangat <br />melelahkan dan membosankan. Suasana ramai menyambutku termasuk Sinta <br />dan calon suaminya, kebetulan mereka sedang berkeumpul dirumah ku.<br /><br />Melihat aku berjalan agak pincang, Sinta, membantu ku jalan, " Aku <br />pikir abang nggak datang. Kalau tadi nggak datang akan ku pecat <br />sebagai pariban. Apa khabar ibu Susan,?" tanya Sinta pelan.<br /><br />" Sinta, jangan kau buat perkara, sekali lagi kau tanyakan itu, aku <br />akan gigit bibir mu didepan calon suami mu, mau?" ancam ku. <br />" Aku kan bertanya pelan bang," jawabnya sedikit menghindar, takut <br />ancaman ku benar-benar terjadi.<br /><br />Aku mulai gelisah, Sinta pasti sudah cerita sama ibu, pikirku. Memang <br />mulut pariban ku ini kayak "ember" kalau menyangkut pacar ku. Cerita <br />dari A hingga Z lengkap dengan titik komanya pasti sampai kepada ibu <br />ku, namborunya. Aku tinggal menunggu waktu "pengadilan" kedua orang <br />tua ku, runyam sudah. Semangat ku jatuh pada titik dibawah nol, <br />minus. <br /><br />"Sinta, kau sudah cerita sama ibu.? Darimana kamu tahu hubungan ku <br />dengan Susan," tanya ku pelan..<br /><br />" Aku cuma cerita sedikit. Aku juga tahu dari Maya ( bukan nama <br />sebenarnya ). Om dia dan Susan sama-sama dosen di kampus abang."<br />" Ah...kalian bocor halus semua, kuping pakai antena bercabang <br />seribu," keluh ku. (Bersambung)<br /><br />Los angeles, October 29, 2008<br /><br />Tan Zung<br /><br /></span>simsonhttp://www.blogger.com/profile/07791483788134981581noreply@blogger.com0