Dosenku Pacarku (63)


"Private Emotion"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Every endless night has a dawning day/Every darkest sky has a shining
ray/And it shines on you baby can't you see/You're the only one who
can shine for me
[ CHORUS: ] /It's a private emotion/that fills you tonight/And a
silence falls between us
As the shadows steal the light/And wherever you may find it
Wherever it may lead/Let your private emotion come to me/Come to me

When your soul is tired and your heart is weak/Do you think of love
as one way street/Well it runs both ways, open up your eyes/Can't you
see me here, how can you deny
[ CHORUS ]
Every endless night has a dawning day/Every darkest sky has a shining
ray/ It takes a lot to laugh as your tears go by
But you can find me here till your tears run dry
[ CHORUS ]
============================= 62 ==================
" Magda, sungguh aku tak tahu sebelumnya.?"
" Seperti aku katakan tadi, memang, abang tak mampu lagi melihat
relung hatiku yang pernah bergelora menyatu dengan gelora cinta mu
selama lima tahun.!" (Bersambung)
===============================================
" Magda, aku mengaku jujur terhadap mu perihal hubungan ku dengan
Susan, karena aku masih merasakan keterpautan hati meski dalam sukma
yang terluka."

" Bang, mestinya dalam sukma yang terluka tidak lagi menorehkan luka
baru. Zung, sempurna sudah luka dalam bingkai siksa yang abang
ukirkan dalam tatanan hidupku. Aku tidak lagi menemukan ketulusan
hati mu setelah mengikatkan diri dengan perempuan lain.!"

" Magda, untuk yang terakhir, aku mengharap, kaau akan memaafkan ku.
Sungguh aku tak mengerti, ternyata masih ada "relung" yang tesisa
diantara hatimu yang terluka."

" Sejak abang menabur benih cinta dalam sudut-sudut sukma ku, tidak
satu "akar ilalang" ku biarkan tumbuh meski benih cinta yang abang
taburkan telah aku tuai dalam dera tak berkesudahan, hingga kini.
Zung, aku terus memaafkan mu, mungkin, itu sebabnya abang menganggap
rendah atas ku."

" Magda, aku tak pernah menggangap rendah diri mu, hanya saja aku
tidak dapat"membaca"dengan sempurna relung hatimu, karena aku selalu
dihantui rasa bersalah."

" Zung, kesalahan yang sama terulang dalam bentang waktu yang
berbeda, bukan.!?"
" Iya, mungkin ini kesempatan akhir menuju niat tulus --lima tahun--
yang tertunda."

" Kesempatan apalagi yang abang harap. Apa mungkin dua matahari
terbit dalam waktu bersamaan.?"
" Iya, aku kan sudah katakan, mau membatalkan niat pernikahan ku
dengan Susan. Kini aku sadar, janji menikahi Susan adalah keputusan
emosional."

" Bang, aku ini perempuan, masih punya hati dan perasan. Tadinya aku
tak setuju hubungan mu dengan Susan, karena aku tak terpikir kalau
abang dan Susan belum melangkah jauh. Bukankah abang juga pernah
menjanjikan hal yang sama ( dulu) mau menikahi ku? Tetapi akhirnya
berujung tanpa bayang dalam lorong gelap dan berliku.

Tadinya aku masih mengharap, sepercik cahaya akan tersembul
didalamnya, namun lolongan serigala menyambut ku diujung lorong
kebinasaan itu. Zung, jangan biarkan lagi " serigala" itu mencabik-
cabik korban baru."

" Magda, aku juga korban kecerobohan ku. Tetapi aku harus membatalkan
niat untuk menikahinya. Itu jalan terbaik untuk masa depan ku, meski
Magda tidak lagi memaafkan ku. "

" Zung belajarlah dari masa lalu, bukankah abang kerap mengatakan
masa lalu mengajar dan menghantarkan kita menyongsong mentari pagi?
Ketika itu, aku sangat marah dan cemburu karena Sinta bersandar
diatas dadamu sepulang dari kampung.

Abang mengingatkan ku, akupun sadar. Sejak itulah aku belajar dan
lebih-hati-hati dalam melangkah bersama dengan mu. Bukankah sejak
kejadian itu abang telah melihat dan merasakan ketulusan hati serta
dewasaanku ? Kemudian tanpa aku sadari badai maut menerpa diriku dari
seseorang yang aku dambakan. !?"

" Iya...Magda aku mengerti itu," ucap ku tak bergairah. " Magda,
kenapa tadi malam mencium pipiku dan menangis sesunggukan ketika
meninggalkan kamar ku?"

" Aku mencium mu pertanda aku masih mengasihi mu sebagai seorang
teman, dan aku menangisi kenapa aku dan abang harus berjumpa dalam
bentangan waktu yang cukup lama, kemudian kita akhirnya mengingkari
keindahan itu hanya dalam sekejap.

Bang, aku masih mencintai mu sebagai teman. Abang tak usah mengaharap
(lagi)lebih dari situ."

"Magda, tangisan dan air matamu menyiksa ku akibat kecerobohan ku
dulu.!"
" Zung, bujuk rayumu tak mampu lagi meruntuhkan dan mencairkan
kebekuan hati ku." ( Bersambung)

Los Angeles. October 23, 2008

Taz Zung




Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (62)


When A Man Loves A Woman"

Mau dengar lagunya, klik disini...

When a man loves a woman/Can't keep his mind on nothing else
He'll trade the world/For the good thing he's found
If she's bad he can't see it/She can do no wrong
Turn his back on his best friend/If he put her down

When a man loves a woman/Spend his very last dime
Tryin' to hold on to what he needs/He'd give up all his comfort
Sleep out in the rain/If she said that's the way it ought to be

Well, this man loves a woman/I gave you everything I had
Tryin' to hold on to your precious love
Baby, please don't treat me bad .............

======================== 61 ====================
Aku juga kangen dengan Sinta. Magda mau menyaksikan kebahagian
mereka menerima berkat pendeta dan orang tua. Aku mau melihat Sinta
disuap oleh suami didepan undangan, seperti yang abang janjikan,
dulu, kepada ku." (Bersambung)
===============================================

Aku terhenyak dan berujar pelan, " Magda, tadi kamu bilang tak usah
lagi mengungkit masa lalu. Tetapi kenapa Magda sendiri yang
mengingkari ucapan mu?.

Magda meletakkan kembali kopi yang telah diseduhnya keatas meja, "
Zung, aku tadi bilang, jangan mengingat kepahitan masa lalu."
" Tetapi itu bagian dari kepahitan masa lalu. Nanti juga ada
waktunya, Magda akan mengalaminya entah dengan siapa.!"

"Justru itulah abang. aku ingin menyaksikan sahabat lama ku Sinta
menikmati kebahagian itu. Karena bagi ku sendiri hal itu sesuatu
yang mustahil akan terjadi.!" ucapnya serius.

" Jangan ngomong seperti itu. Tadi kamu katakan, telah melupakan
kepahitan masa lalu, kok sekarang malah memendam."ujar ku lagi
mengingatkannya.

" Zung, Magda tidak memendam apapun dan kepada siapapun. Kalau aku
dendam, ngapain aku mau ikut abang ke kampung."
" Jadi maksud mu, Magda tidak akan menikah selamanya.?"
" Sebagaimana abang tanyakan."

" Kenapa...? Mengapa keputusan mu "sepahit" itu.?"
" Itu adalah jawaban yang ku peroleh dalam kehingan jiwa dan hati
yang bening. Entah kelak, mungkin ada malaikat yang mampu mengubah
keputusan ku.!"

" Tidak, itu bukan keputusan dari hati yang bening. Itu hanya
keputusasaan.!" suaraku menghentak.
" Sejak kapan abang mampu melihat kebeningan hati seseorang.?"
" Nah..lagi, Magda, ternyata kau masih menaruh dendam.!" ucapku.

" Aku nggak dendam, sungguh.! Bang, lima tahun, lebih dari cukup aku
dan abang merasakan kenikmatan cinta. Kemudian kenikmatan itu
berakhir diujung pengharapan yang terluka. Aku telah menerima dengan
ikhlas dan itu membuatkan semakin dewasa.

Aku salut melihat abang, dalam waktu relatif singkat dapat melupakan
perjalanan panjang yang sangat indah itu, kini "mencicipi" madu
segar, bahkan mau menikah. Abang mau mengundang ku nanti pada
pernikahan mu dengan ibu Susan.?"

Aku bergegas meninggalkannya di dapur, tak tahan mendengar kalimat-
kalimatnya menohok tajam. Magda menahan ku dengan memegang lenganku.
" Kenapa abang ? Tersinggung? Ada yang salah dengan ucapan ku.? "

Aku tak memperdulikan ucapannya, segera ku melepaskan gemgaman
tangannya dan melangkah keruang makan.

"Tunggu, aku aku bawakan kopi ini ke depan, sebentar aku bantu abang
jalan."
Magda mendahului ku jalan ke ruang tamu, kemudian kembali menemui
dan memapah setelah mencium pipi ku.

" Bang nggak merasakan kehangatan jiwa ku sejak kemarin pagi.?. Abang
tak mampu lagi melihat relung hatiku yang pernah bergelora menyatu
dengan gelora cinta mu?

Memang, pernah abang mengingatkan ku, cinta tidak selalu berakhir
dengan pernikahan, dulu aku menolak pandangan mu itu. Tetapi
akhirnya aku menerima dan mengakui kebenarannya. Bang, duduklah,
tampaknya abang kelelahan berdiri," ucapnya.

Aku heran melihat Magda begitu dewasa saat berbicara dan menahan
emosinya pagi itu. Apalagi setelah dia mengajak ku duduk bersama,
sepertinya aku dan dia tidak pernah mengalami luka yang mendalam.
Tetapi hatiku resah dengan keputusannya, tidak akan menikah.

"Zung, aku juga salah mengharap, setelah pertemuan kita, aku, Mawar
dan abang, di restauran minggu lalu. Aku merasakan ketersiksaan mu
atas perpisahan kita, sehingga abang melampiaskannya mabuk-mabukan di
discotik.

Aku tak tega melihat abang membunuh dirimu secara perlahan-lahan.
Sejak saat itu dan atas bujukan Mawar sahabat kita, kebencianku
berubah terhadap abang.

Ternyata aku dan Mawar salah menilai. Abang bukan lagi seperti yang
kami kenal sebelumnya. Abang sudah terlalu jauh melangkah, dan
pengakuan jujur mu tadi malam, mau menikah, membuat keputusan akhir,
tak ada satupun lelaki yang aku dapat percayai."

" Magda, sungguh aku tak tahu sebelumnya, karena selalu dihantui rasa
besalah.?"

" Seperti aku katakan tadi, memang, abang tak mampu lagi melihat
relung hatiku yang pernah bergelora menyatu dengan gelora cinta mu
selama lima tahun.!" (Bersambung)
Los Angeles. October 22, 2008

Taz Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (61)


" Every Little Thing You Do"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Hello, let me know if you hear me/Hello, if you want to be near/Let
me know/And I'll never let you go
Hey love/When you ask what I feel, I say love/When you ask how I
know/I say trust/And if that's not enough

It's every little thing you do/That makes me fall in love with
you/There isn't a way that I can show you
Ever since I've come to know you/It's every little thing you say/That
makes me wanna feel this
There's not a thing that I can point to/'Cause it's every little
thing you do

Don't ask why/Let's just feel what we feel/'Cause sometimes/It's the
secret that keeps it alive But if you need a reason why
[Chorus]
Is it your smile or your laugh or your heart?/Does it really matter
why I love you?/Anywhere there's a crowd, you stand out
Can't you see why they can't ignore you/If you wanna know/Why I can't
let go/Let me explain to you
That every little dream comes true/With every little thing you do

It's everything, everything you do/That makes me fall in love with
you/It's everything, everything you say/That makes me feel this way

=================== 60 ==========
" Oya...ya..ya.. aku dibantu tapi dibawah tekanan, repressive."
ucapku. Magda goyang-goyang kepala mendekatkan wajahnya ke wajah ku,"
sejak berteman dengan ibu Susan, otak abang dijejalin apa iya? Kok
mengeluh melulu.!?.( Bersambung)
===================================
***
Makan bersama siang itu diwarnai rasa ke keluargaan yang sangat
kental. Inang uda ku, mami Magda, mengurai silsilah kekerabatan
orangtua yang melahirkannya--kakek Magda--dengan aku punya kakek.

Magda menyimak serius, tidak seperti dulu ketika paman mengurai
silsilah yang sama, Magda tidak perduli bahkan pernah marah ketika
aku panggil ito, pada hal itu sesuai dengan urutan silsilah.

" Bang Tan Zung, jadi pulang besok?" tanya Magda.
" Tunggu pulih benarlah kakinya," usul mami Magda.
" Mungkin hari Jumat, karena kebetulan besoknya Sinta putrinya paman
akan nikah."

" Eh...inang uda hampir lupa. Tolong nanti sampaikan tumpak/kado ku
sama Sinta. Sampaikan salam sama ito, ayahnya Sinta, katakan inang
uda nggak bisa datang."
" Magda mau ikut,?" tanyaku iseng.

" Kalau mami kasih, aku mau, tetapi aku ajak Mawar. Boleh aku pergi
mam.?" tanya Magda.
" Terserah Magda tapi tanya dulu Mawar kalau dia punya waktu." ucap
mami Magda.

Segera Magda menghubungi Mawar melalui telephon setelah maminya
memperbolehkannya dia ikut. Tidak begitu lama, Magda meletakkan
gagang telephonnya, "Mawar nggak bisa mam, dia pergi ke Siantar
dengan maminya.!" ujarnya kesal.
" Iya sudahlah inang, lain kali saja." ujar maminya.

****
Selesai makan siang, mami Magda meninggalkan kami berdua di dalam
rumah. " Mami mau pergi ke kantor papi, ada yang mau ditandatangani.
dari sana nanti mau kerumah om dokter. Magda jangan nakal kamu sama
ito mu." ujar maminya sambil meninggalakn meja makan.

Sepeninggal inang uda, Magda memandangi ku dan bertanya, " sejak
kemarin, kenapa kok mami ngebelaian abang terus? Heran.!"

Memang, seharusnyalah orang yang terabaikan dan tertindas harus
dibela, dan mami tahu itu.
" Bang, aku serius. !" Aku nggak suka dengar lagi kata-kata
terabaikan dan tertindas.Memang siapa yang mengabaikan dan menindas
abang,!?"

" Magda.!" Makanya, abang jangan dimarah dan dicaci maki lagi. Aku
mau bermalam disini, karena aku menganggap mami dan Magda adalah
keluarga. Dan aku salah mengharap, kalau Magda mau membantu
dari "ketersesatan" ku, ternyata kata makian yang aku peroleh.

Tetapi nggak mengapa, abang juga tak dapat memaksa Magda untuk
membantuku. Barangkali saja, Magda masih memendam kesalahan ku dulu."

" Magda tidak ada dendam kepada abang. Aku sudah mengubur masa-masa
pahit yang menyakitkan itu. Kalau aku masih ada dendam, ngapain Magda
mengajak abang kesini. Bang, memang kadang kala, masa indah kita dulu
tak dapat kulupakan walaupn berakhir tragis.

Tetapi, percayalah, kepahitan masa lalu, aku tetap berusaha
melupakannya.Seperti ucapan abang tadi malam, semuanya terjadi diluar
kehendak kita, situasi saat itu belum berpihak pada ku , sehingga
abang pun mengambil kesimpulan yang salah atas Magda." ujarnya lembut.

"Terimakasih Magda, maaf, selama ini aku telah salah duga."
" Sikap abang seperti itu kan membuat kita seperti ini. Abang saja
yang tidak percaya pada Magda. Tapi, sudahlah bang, kok kita jadi
ngomongin yang telah berlalu. Abang, sudah mau pulang atau mau
kubuatkan teh atau kopi?"

" Aku mau "Manson" kalau ada," jawab ku bergurau.
" Iya, aku ambilkan sebentar," balasnya, dia meninggalkan ku di meja
makan.

" Magda, tunggu aku mau ikut."
Magda membantuku berdiri dan memapah ku ke dapur. "Bang, "Manson"
nggak ada, ini rumah bukan discotik, abang mau kopi atau
teh."tanyanya dengan tertawa.

"Apa saja aku mau. Tetapi aku juga akan seduh buat mu. Ito Magda mau
kopi atau teh, "? gurau ku.
" Nggak usah bang, aku nanti buatkan sendiri." jawabnya.

" Aku juga nggak usahlah, abang juga buat bisa buat sendiri." balasku.
" Ini juga bentuk pemaksaan kehendak. Ini sendoknya, gulanya buat ku
sedikit saja bang." ujarnya Magda tertawa.

"Ngomong-ngomong, Magda serius ikut kekampung kalau tadinya Mawar ada
waktu.?"
" Iya seriuslah, maka aku langung telephon Mawar. Aku kan tadi
bilang, aku telah melupakan semua "kejahatan" abang. Aku juga kangen
dengan Sinta. Magda mau menyaksikan kebahagian mereka menerima
berkat pendeta dan orang tua. Aku ingin melihat Sinta sahabat ku,
pariban mu, disuap oleh suaminya didepan para undangan, seperti yang
pernah abang janjikan, dulu, kepada ku." (Bersambung)

Los Angeles. October 22, 2008

Taz Zung

Baca Selengkapnya......

Eksperimen Anak-anak


Eksperimen Anak-anak
Oleh: Mula Harahap

Ketika masih kecil Henry Ford--penemu produksi mobil dengan sistem ban berjalan itu--pernah membendung selokan yang mengalir di dekat rumahnya sehingga menimbulkan banjir besar. Entah apa yang ada di kepala Henry Ford waktu itu. Mungkin dia hanya sekedari ingin tahu apa akibatnya kalau selokan dibendung.

James Watt penemu mesin uap itu pernah merebus air di dalam ketel tanah liat dan menutup semua lubang pada ketel tersebut juga dengan tanah liat. Akibatnya tentu bisa dibayangkan: ketel itu meledak dan memporak-porandakan dapur ibunya..

Thomas Alva Edison pernah duduk mengerami sejumlah telur ayam. Tentu saja telur ayam itu tidak sempat menetas karena Thomas Alva Edison sudah keburu dianggap gila oleh ibu dan tetangganya

Anak-anak memang selalu ingin mengetahui jawaban dari banyak hal. Kadang-kadang jawaban itu bisa diperoleh dari orang dewasa yang lebih mengetahui. Tapi tidak semua orang dewasa mau secara sabar menjawab pertanyaan anak-anak yang acapkali memang sepele, aneh atau menjengkelkan itu. Karena itu--di samping mengajukan pertanyaan--anak-anak juga suka melakukan eksperimen.

Saya pernah terkejut menemukan stoples berisi beberapa ikan mas koki di dalam freezer kulkas. Tentu saja air di dalam stoples itu telah menjadi es dan semua ikan mas koki “stucked” di dalam es tersebut. Ketika saya bertanya kepada anak laki-laki saya mengapa ia melakukannya, maka jawabannya hanyalah, "Saya hanya mau tahu, kalau ikan ditaruh di dalam kulkas, dia akan jadi apa?"

Ketika saya masih anak-anak maka salah satu eksperimen yang saya ingat pernah saya lakukan ialah yang berkaitan dengan kantor pos. Dulu saya kepingin tahu apakah tukang pos mau mengantarkan surat yang saya kirim ke nama dan alamat saya sendiri. Tapi karena saya takut dimarahi oleh tukang pos, maka pertama-tama saya mengirim surat ke nama dan alamat saya dengan menyertakan nama dan alamat rekaan. Eh, ternyata surat itu sampai.

Kebehasilan dengan eksperimen pertama membuat saya menjadi lebih berani. Saya mengirim surat dengan nama dan alamat si penerima tercantum jelas, tapi nama dan alamat si pengirim dikosongkan. Eh, ternyata surat itu sampai juga.

Akhirnya saya semakin berani. Saya mengirim surat dengan nama dan alamat si pengirim maupun si penerima sama dan tercantum jelas, yaitu nama dan alamat saya sendiri. Surat itu saya pos-kan disebuah kotak surat dekat sekolah. Selama dua atau tiga hari saya menunggu dengan harap-harap cemas.

Eh, bukan main gembiranya saya, ketika surat itu sampai juga dan ternyata tukang pos tidak marah. Tapi Ayah--yang ketika surat itu tiba sedang berada di rumah--justeru marah kepada saya, "Apakah kau tidak punya pekerjaan lain yang lebih penting selain mengirim surat kepada dirimu sendiri, hah?" katanya.

Anak-anak memang memiliki "reasoning"-nya sendiri yang acapkali tidak bisa dipahami oleh orang dewasa. Karena itu pertanyaan Ayah tak pernah saya jawab. Tapi saya sangat berharap bahwa saat ini di alam baka sana Ayah juga sedang bermain "internet". Dan biarlah catatan ini menjadi jawaban atas pertanyaan yang diajukannya lebih dari 45 tahun yang lalu itu, yaitu bahwa anak lelakinya ini tidaklah se-iseng dan se-gila yang diduganya [.]

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (60)


"Please Forgive Me"

Mau dengar lagunya, klik disini...

It still feels like our first night together/Feels like the first
kiss and/It's gettin' better baby/No one can better this/I'm still
holding on and you're still the one

The first time our eyes met it's/the same feelin' I get
Only feels much stronger and I/wanna love ya longer/You still turn
the fire on

So If you're feelin' lonely.. don't/You're the only one I'd ever want
I only wanna make it good/So if I love ya a little more than I should
Please forgive me I know not what I do/Please forgive me I can't stop
lovin' you
Don't deny me

This pain I'm going through/Please forgive me/If I need ya like I do
Please believe me/Every word I say is true/Please forgive me I can't
stop loving you
Still feels like our best times are together/Feels like the first
touch

We're still gettin' closer baby/Can't get close enough I'm still
holdin' on
You're still number one I remember/the smell of your skin
I remember everything/I remember all your moves
I remember you/I remember the nights ya know I still do

One thing I'm sure of/Is the way we make love/And the one thing I
depend on
Is for us to stay strong/With every word and every breath I'm prayin'
That's why I'm sayin'...

================= 59 ============
Magda tersenyum simpul, ketika aku keluar dari kamar mengenakan
pakaian hampir sama seperti yang dia kenakan, jeans dan t-shirt
warna, yang dia belikan waktu ulang tahun ku sebelum hubungan kami
putus. ( Bersambung)
===============================
Tiba-tiba namboru berceloteh dari dapur ketika aku dan Magda hendak
pergi, " Bah...pakaiannya sama, cantik sekali. Bapa nggak usah pakai
tongkatlah biar kelihatan gagah. Apalagi bergandengan dengan inang ku
itu." ujarnya cengengesan.

Magda setuju usulnya, " Iya, bang nggak usah pakai tongkatlah, nanti
aku bantuin kalau abang jalan."
Dia ngoceh lagi, " Jalannya, pelan-pelan saja bapa, biar kayak
pengantiiinnn...!"

Magda tersenyum mendengar ocehannya, sambil memegang lengan ku
melangkah keluar rumah. Magda permisi kepada namboru, " Iya..iya
inang, hati-hati di jalan, jaga bapa itu jangan sampai jatuh. Jangan
biarkan bapa main bola lagi."

Magda tak kuasa menahan ketawa mendengar "jabir'nya tante
ku, "Iya..iya namboru, aku jagain dia supaya nggak main bola dan
nggak mandi lagi di sungai."

"Abang cerita sama namboru, kalau kaki abang terkilir karena main
bola?"
" Iya, pengakuanku sama seperti kepada mami, hanya kepada Magda aku
berkata jujur." jawabku.

"Magda, sepertinya kaki ku sudah agak baikan. Biarkan aku yang bawa
motornya."
" Nggak ah, nanti aku dimarahin mami. Abang malu dibonceng iya.?"
tanyanya.

" Nggak...iya sudah, tapi nanti aku bisa pegangan di tubuh mu?"
" Terserah, tapi jangan salahkan aku kalau ibu Susan marah kepada
abang."

" Boleh mampir sebentar ke kantor ibu Susan? Aku ada yang perlu."
ujarku menguji hatinya.
" Serius ini, aku antar abang kesana.?"
" Magda berani?"
" Demi sahabat, aku antar sekarang, tak peduli kalau Susan marah."
Magda sungguhan, kami menuju kampus. Dia parkirkan motor agak jauh
dari kantor Susan.

" Ah...ternyata Magda takut juga, kok parkirnya jauh sekali, lagi,
manalah aku tahan jalan sejauh itu."
" Maaf bang, aku nggak sadar kalau kaki masih sakit. Aku bukan takut,
aku juga mau pergi dengan abang menemuinya."

Magda parkir persis depan kantor Susan. Tak merasa canggung, Magda
menuntunku ke depan ruangan Susan. Magda mengetuk ruangan Susan, tak
ada jawaban. Sebenarnya, aku tahu, saat itu Susan nggak ada di
ruangannya, hari ini dia masuk kantor pada siang hari. Aku hanya
menguji keberaniannya.

" Kita pulang saja, mungkin dia masih dirumah," ujar ku.
" Mau aku antar ke rumahnya,?" ucap Magda nantang.
" Nggak usah, rumahnya terlalu jauh, kakiku teras pegal,"ujar ku
berdalih.

" Bilang saja, abang ketakutan."
"Iya, aku takut. Soalnya kita masih mahasiswanya. Kecuali sudah
tamat, aku nggak perduli."

" Kalau abang takut, kenapa ngajak aku mengantarkan abang kesini.?"
" Aku hanya menguji keberanian dan kesetiaan seorang sahabat."
"Sesudah itu apa.?"

" Iya itu, yang aku bilang tadi malam di " hall way" itu.!"
"Nggak ada hal lain yang dibicarakan bang.?"
" Nggak ada, selama aku bersama dengan mu, iya pembicaraan seputar
disitu saja."

" Ayo bang, pulang, atau abang naik "sudako" (*) saja," ucapnya
ketawa.
" Nggak ah... sama saja kita , nanti kamu habisi ikan arsik ku."
ucapku.Aku minta kunci motor dari Magda," Nanti kalau sudah diluar
kampus, kamu yang bawa.

Aku malu dilihatin orang, kok lelaki dibonceng sama perempuan."
ujarku. Magda menolak memberi kunci, karena kaki ku belum pulih
sempurna.

Aku membujuknya, akhirnya dia menyerahkan kunci motornya.
Magda terus menyuruh ku berhenti setelah keluar dari kampus, "bang,
akulah yang bawa," bujuknya.
Aku meneruskannya, dia mencubit paha dan pingganku supaya aku
berhenti, aku tak memperdulikan, hingga akhirnya dia diam sendiri.
***
Maminya mengomel kepada Magda setelah melihat aku membawa
motor, "Kenapa bukan kau inang yang bawa motornya, kaki ito mu masih
sakit." ujarnya setelah kami tiba teras rumah.

Magda bertolak pinggang sambil mengomel," Apa tadi aku bilang hah..!?
Abang "jugul", senang kalau aku diomelin terus sama mami..!" ujarnya,
sambil mencubit lenganku kuat, perih.

"Abang , jalan sendiri saja, aku nggak mau bantuin." katanya kesal
sambil melepaskan tangannya dari lengan ku.

" Ya tertindas lagi, nggak cukup di cubit, sekarang dibiarkan jalan
sendiri. Pada hal, Magda yang melarang ku membawa tongkat, kini tak
aku tak diperdulikan.!" keluh ku.

Magda tak tega mendengar keluhan ku, dia membantu ku tetapi berpura-
pura marah, " makanya jangan bandal, dengar omongan orang biar jangan
ditindas," ujarnya tersenyum sambil melingkarkan tanganku ke
pinggangnya.

" Oya...ya..ya.. aku dibantu tapi dibawah tekanan, repressive."
ucapku.

Magda goyang-goyang kepala mendekatkan wajahnya ke wajah ku," sejak
berteman dengan ibu Susan, otak abang dijejalin apa iya? Kok mengeluh
melulu.!?.( Bersambung)

Los angeles, October 16,2008

Tan Zung

(*) Sudako: sejenis mobil kecil yang berfungsi angkutan umum.

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (59)


"You're in my heart"

Mau dengar lagunya, klik disini...


I didn't know what day it was/When you walked into the room/I said
hello unnoticed/You said goodbye too soon
Breezing through the clientele/Spinning yarns that were so lyrical/I
really must confess right here/The attraction was purely physical

I took all those habits of yours/That in the beginning were hard to
accept/ Your fashion sense, beardsly prints
/I put down to experience
The big bosomed lady with the dutch accent/Who tried to change my
point of view
Her ad lib lines were well rehearsed/But my heart cried out for you

Chorus:
You're in my heart, you're in my soul/You'll be my breath should i
grow old/You are my lover, you're my best friend
You're in my soul
My love for you is immeasurable/My respect for you immense/You're
ageless, timeless, lace and fineness
You're beauty and elegance

You're a rhapsody, a comedy/You're a symphony and a play
You're every love song ever written/But honey what do you see in me
(chorus)
You're an essay in glamour/Please pardon the grammar/But you're every
schoolboy's dream
You're celtic, united, but baby i've decided/You're the best team
i've ever seen
And there have been many affairs/Many times i've thought to leave
But i bite my lip and turn around/'cause you're the warmest thing
i've ever found

========================= 58 ===========
" Abang boleh datang, terbang. Aku tungguin abang dikamar mandi.!"
jawabnya membalas gurauanku.
Ah....wajahnya kuyu, mata sembab, tapi hatinya masih berbunga-bunga.
Aku semakin bingung "menterjemahkan" semua kejadian sejak tengah
malam hingga pagi ini, ada apa diantara tangis dan tawa.?(Bersambung)
=======================================

Kedatangan Inang uda dari pasar membuyarkan "scenario" yang rencana
akan aku mainkan pagi ini, " Sudah bangun kau amang. Sampai pukul
berapa kalian tidur tadi malam.?" tanya mami Magda.

"Agak malam inang uda, keasyikan cerita kampus," jawabku.
"Sudah bangun itonya.?" tanyanya.
" Sudah, ito sedang mandi.!"

Inang uda mencegah, ketika aku mau membantu mengangkat barang
belanjaannya dari beca. Dari teras, aku mendengar inang uda menegur
Magda, " Kenapa nggak kau buatkan teh sama ito mu.?"

" Iya mam, tadi aku mau buatkan, tapi abang bilang nanti dulu."
Takut aku memprotes kebohongannya, Magda buru-buru keluar menemuiku,
jari telunjuknya ditempel di depan bibirnya, pertanda, abang diam.
Aku merasa geli melihat tingkahnya. Tidak lama kemudian, Madga
membawa secangkir teh dengan dua potong roti .

"Magda, kamu nggak pernah tawarkan teh sama ku sejak aku bangun,
malah kamu membiarkan ku sendiri duduk bengong di teras ini."

" Bang, sebagai sahabat, harus memaklumi situasi ketika sahabatnya
kepepet." ujarnya menirukan "nasihat" ku memaknai sahabat, tadi
malam.

Aku memandangi kujur tubuhnya menegenakan sepasang pakaian yang aku
pilihkan dulu ketika merayakan ulang tahunnya setahun sebelum pisah;
jeans dan t-shirt dengan gambar setangkai bunga mawar didepan.
" Kenapa memandangi ku seperti itu bang.?" ujarnya sambil mengambil
tempat duduk disampingku, dia menghadapku.

" Aku hanya teringat seseorang. Ketika itu dia merajuk besar, bahkan
hampir nggak jadi merayakan hari ulang tahunnya karena aku datang
terlambat. Sahabatku itu terus diam selama perjalanan menuju
Canton,Kesawan ketika ingin membeli sepasang pakaian.

Sebelumnya dia berujar padaku, mau merayakan ulang tahunnya secara
sederhana dan pakaian sederhana. Aku mengusulkan, agar kami
berpakaian yang sama; jeans dan t-shirt. Awalnya dia menolak, tetapi
akhirnya dia setuju usulanku.

Ketika itu aku memang berjanji akan datang pukul sembilan tepat,
tetapi karena kemacetan di jalan, aku terlambat lima menit. Aku tiba,
wajahnya cemberut, aku minta maaf ketika itu , tetapi dia diam terus
hingga kami berangkat.

Selama dalam perjalanan dia tak mau memandang ku di dalam beca
seperti biasanya. Karena kesal, aku ingin meloncat mau bunuh diri
melihat tingkah teman ku itu."

Magda tertawa lepas, " Kok mau bunuh diri, meloncat dari atas becak
pula, itu namanya bunuh diri ecek-ecek bang.!"
"Terserah dibilang ecek-ecek, yang pasti kan ada kata bunuh dirinya,
pertanda rasa kesal." balasku.

"Siapa dia itu bang, kok menjeng amat, terlambat lima menit langsung
merajuk.?" tanyanya.
" Magdalena Elisabeth, mantan kekasih Tan Zung yang kini sedang
terabaikan." Jawab ku.

" Nggak ah.., abang mengada-ngada, ceritanya tidak seperti itu.
Magdalena Elisabeth waktu itu marah, bukan merajuk, karena orang yang
bernama Tan Zung itu matanya jelalatan melihat perempuan sedang
berlalu di depan rumah, di depanku pulak lagi.

Iya.. jelas marahlah si Magda Elisabeth itu. Di depannya saja sudah
mata jelalatan, apalagi dibelakangnya." ujarnya serius.

" Si Magda saat itu terlalu cemburuan, sebenarnya Tan Zung hanya
melihat rambut perempuan itu, kebetulan panjangnya seperti rambutnya
Magda."

" Memang, yang namanya Tan Zung itu paling bisa mencari-cari jawaban,
mau menang sendiri." ujarnya mengukir senyum.

Magda mengoreksi cerita dulu, memang dia benar seratus persen. Aku
sengaja poles ceritanya, memancing, kalau dia masih tertarik kisah
lama kami. Aku mulai mencium wewangian semerbak bunga malam berkuncup
pagi. Setelah menghabiskan serapan pagi, aku minta tolong kepada
Magda untuk mengantarkan aku pulang kerumah, mandi dan tukar
pakaian.
****
Seperti biasa, namboru menyambut ku "heboh" apalagi karena aku datang
dengan perempuan, "bapa nginap lagi....?"

Bapa nginapnya bergiliran iya," ucapnya pelan diiringi tawa setelah
Magda keluar dari kamar ku.

" Namboru...! Nanti kedengaran sama dia, nggak enak." tegur ku.
" Makanya aku bicara pelan, supaya nggak kedengaran....eeehhh "bapa
on nian," balasnya sambil ketawa ngakak meninggalkan kamar ku.

Magda tersenyum simpul, ketika aku keluar dari kamar mengenakan
pakaian hampir sama seperti yang dia kenakan, jeans dan t-shirt, yang
dia belikan waktu ulang tahun ku sebelum hubungan kami putus.
( Bersambung)

Los angeles, October 16,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (58)


"Please don't tell me how the story ends"

Mau dengar lagunya, klik disini...

This could be our last goodnight together/We may never pass this way
again/ Just let me enjoy `til it's over or forever/Please don't tell
me how the story ends

See the way our shadows come together/Softer than your fingers on my
skin/ Someday this may be all that we'll remember of each
other/Please don't tell me how the story ends

( 2 X) Never's just the echo of forever/Lonesome as the love that
might have been
Just let me go on loving and believing `til it's over/Please don't
tell me how the story ends
Please don't tell me how the story ends......

======================= 57============
Magda mengangkat wajahnya menatapku, dia menggelengkan kepalanya, "
nggak bang, nggak lagi, biarlah kita tetap berhubungan sebagai teman
biasa. Bang, ayo kita tidur, nanti mami bangun." ujarnya sambil
melepaskan pelukannya.(Bersambung)
=======================================

Magda menuntunku kekamar, semangat ku hilang setelah dia menolak
niatku kembali merajut hubungan dengannya. Magda menghantarkan ku
hingga ketempat tidur, aku merebah tanpa gairah.

Kembali Magda membuat aku bingung, sebelum meninggalkan kamar, dia
mencium pipiku ku diiringi linangan air mata, kali ini tanpa
sepenggal kata.

Aku merasakan getarangan tangannya ketika memegang wajah ku sambil
mencium kening ku. Magda berlutut disisi tempat tidur, " bang maafkan
aku iya.!" pintanya sendu. Tak lama kemudian dia bangkit, dia kembali
mencium kening ku seraya berujar, " malam baik bang, selamat bermimpi
indah."

Sebelum meninggalkan ku, Magda menutupi seluruh tubuh ku dengan
selimut di iringi senyuman, tangannya melap air mata yang aku tak
sadari mengalir perlahan. Senyumannya berubah menjadi tangisan,
ketika meninggalkan kamar ku, sepertinya ada cetusan perasaan yang
tak dapat diungkapkannya.

Ah..seandainya aku bisa berjalan sempurna, tak akan kubiarkan dia
meninggalkan ku dengan linangan air mata. Magda menutup pintu kamar
ku, mulutnya menahan isak.

Aku tak habis pikir, apa yang dia tangisi. Ketika aku membujuknya
merajut kembali hubungan kami, dia menggelengkan kepala dan berkata,
tidak!. Ah..sebuah misteri cinta yang selalu muncul diantara suka dan
luka.

****
Aku tidak menemukan inang uda, mami Magda, ketika aku bangun dari
peraduan malam. Kini aku merasa tersiksa, karena tongkat ku ditinggal
di ruang teras. Aku meyusuri ruangan dengan tertatih-tatih, tangan ku
topangkan ke dinding sambil berambat menuju ruangan teras.

Tak lama kemudian, aku melihat Magda muncul di pintu kamarnya,
wajahnya kuyu sementara matanya masih tampak sembab, pakaiannya masih
sama seperti tadi malam.

Aku bersikap ramah dan menyapanya, " Ito, nggak jadi ke pasar ?"
tanyaku sambil melangkah menuju ruang teras. Segera Magda menyongsong
dan membantu ku, dia langsung memeluk tubuh ku yang hampir
sempoyongan.

"Ini semua gara-gara kamu." ujarku ketika dia menahan tubuh ku.
" Kenapa bang, kok pagi-pagi sudah marah?.
" Iyalah, tadi malam, tongkat kau suruh tinggalkan diteras, akhirnya
seperti ini, aku tersiksa."

"Kenapa nggak abang bangunkan Magda.?"
" Manalah aku tahu, jika Magda masih ada dikamar. Kalau aku tahu,
nggak usah di ketuk, aku langsung tidur bersama mu."

" Enak saja, memang aku ibu Susan."
" Memang bukan.! Tapi apa bedanya kamu dengan Susan, sama-sama
perempuan yang jatuh cinta kepada ku."

" Zung, nanti aku benar-benar lepaskan pegangannya."
" Terserah kamu, memang nasib orang lemah seperti ini, selalu
tertindas!"
" Oalah..bang, pagi-pagi kita sudah ribut. Kapan kita damainya
bang.!?"

" Jika, hati ketemu hati, mata ketemu mata, mulut ketemu... " sebelum
mengakihir kalimat ku, tiba-tiba tangannya membekap mulut ku.

" Nah kan ? Ini juga bentuk penindasan, bicarapun aku tak bebas,
mulut ku di bungkam, ekspresi di berangus." ucapku, setelah Magda
melepaskan tangannya dari mulutku. Aku mempererat peganganku di atas
bahunya. Magda menatap, dia masih memapahku hingga ke ruang teras.

" Sudah selesai "pidato"nya bang? ucapnya setelah aku duduk.
Magda permisi dan meninggalkan aku, "Aku mau mandi dulu bang."
ucapnya.

"Perlu ditemani ?" ujarku bergurau.
" Boleh bang, tapi abang jangan pakai tongkat dan kaki.!"
" Maksud mu apa.?"
" Abang boleh datang, terbang. Aku tungguin abang dikamar mandi.!"
jawabnya membalas gurauanku.

Ah....wajahnya kuyu, mata sembab, sepertinya hati masih berbunga-
bunga. Aku semakin bingung "menterjemahkan" semua kejadian sejak
tengah malam hingga pagi ini, ada apa diantara tangis dan tawa.?

( Bersambung)
Los angeles, October 16,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (57)


" Way Back Into Love"

Mau dengar lagunya, klik disini...

I've been living with a shadow overhead /I've been sleeping with a
cloud above my bed /I've been lonely for so long /Trapped in the
past /I just can't seem to move on

I've been hiding all my hopes and dreams away /Just in case I ever
need them again someday /I've been setting aside time /To clear a
little space in the corners of my mind

All I want to do is find a way back into love /I can't make it
through without a way back into love/Oh oh oh
I've been watching but the stars refuse to shine /I've been searching
but i just don't see the signs
I know that it's out there /There's got to be something for my soul
somewhere

I've been looking for someone to shed some light /Not somebody just
to get me through the night
I could use some direction /And I'm open to your suggestions
All I want to do is find a way back into love /I can't make it
through without a way back into love
And if I open my heart again /I guess I'm hoping you'll be there for
me in the end /Oh oh oh

There are moments when I don't know if it's real /Or if anybody feels
the way I feel /I need inspiration /Not just another negotiation
All I want to do is find a way back into love /I can't make it
through without a way back into love

And if I open my heart to you /I'm hoping you'll show me what to
do /And if you help me to start again
You know that I'll be there for you in the end/Oh oh oh

=============== 56 ===========
Aku kembali menuju teras rumahnya dan meletakkan kertas yang berisi
pemberitahuan itu diatas meja teras dibebani batu kecil. ( Bersambung)
==============================

Tubuhku mengigil menahan dinginnya malam, aku lupa memakai jacket
dari rumah. Aku melangkah meninggalkan teras menuju pinggir jalan
menunggu becak.

Beberapa kali aku mengangkat tanganku memanggil becak, tetapi selalu
gagal. Tubuh semakin gemetar menahan terpaan hembusan angin malam.

Aku mengangkat tangan ku memberi aba-aba kepada tukang becak yang
berlalu di jalan seberang. Tukang becak memutar kearahku. Saat
bersamaan, aku mendengar suara Magda memanggil, ketika mau naik
keatas becak.

Dia berlari cepat kearah ku," Abang, mau kemana?" tanyanya sambil
menghalangi ku naik keatas beca. Magda menyuruh tukang beca pergi, "
maaf pak , biar aku nanti yang antar" ujarnya kepada tukang becak.
Magda membuka "sweater"nya, menutupi tubuhku yang sedang menggigil
kedinginan.

Aku menolak ketika Magda membujuk kembali kerumah, aku bersikeras
mau pulang. Tetapi hati ku luluh setelah melihat kedua matanya
memerah di bawah redupnya sinar lampu jalan, tampaknya dia baru
menangis.

Magda membujuk ku lagi, " Ayo bang, nanti abang sakit, udaranya
terlalu dingin, " ujarnya sambil menuntun ku kembali ke rumah.
Magda memaksa masuk ke rumah ketika aku berhenti dan duduk di bangku
teras, " Bang...kita kerumah saja, abang kedinginan, ayo bang,"
bujuknya.

Magda meninggalkan ku, dia masuk kerumah tanpa sepatah kata. Sejenak
dia muncul, membawa air hangat, " bang minum dulu, abang
kedinginan, " ujarnya sambil mendekatkan kemulutku. Magda meletakkan
gelas diatas meja, ketika aku tak mau menerima air hangat yang
disuguhkannya.

" Maaf bang, aku telah melukai hati mu. Aku sangat menyesal dengan
ucapanku tadi."
" Nggak ada yang perlu di maafkan, Magda benar, aku tidak lebih dari
seekor buaya yang menjijikkan. Untuk bicara denganmu pun, ternyata
aku tak layak.

Aku mengira Magda adalah sahabat ku yang dulu, aku telah mengakui
keteledoranku dengan jujur kepada mu, tetapi Magda malah memaki ku.
Aku berpikir, tak ada lagi artinya aku bersahabat dengan mu. Itu
makanya aku putuskan pulang malam ini. Entah kenapa pula Magda
menemui aku ke pinggir jalan.

" Bang, aku nggak bisa tidur, aku sangat menyesal dengan sikap dan
ucapan ku. Tadi aku mendengar abang masuk kekamar adik Jonathan, aku
pikir abang mau tidur.

Aku datang ke kamar abang, tetapi aku tidak melihat di dalam kamar.
Aku juga tidak melihat di teras, maka aku keluar mencari abang. Aku
tahu, abang marah kepada ku, tapi jangan menyiksa diri seperti itu."

" Apa kepentingan mu bila aku menyiksa diri bahkan bila mati
sekalipun? Untuk apa kamu mencariku kekamar, mau memaki-maki lagi.?"
"Nggak bang, aku mau minta maaf."

" Iya sudah, kamu sudah minta maaf, boleh aku pulang.?"
" Jangan bang, besok pagi mami akan kecarian. Abang boleh marah sama
Magda, terserah abang mau apakan, tetapi jangan sakiti hati mami.
Kan, mami mau masak ikan arsik khusus untuk abang."

" Ini akibat ulah mu sendiri."
" Iya...iyaaa bang, aku sudah mengaku salah. Zung, kita tidur iya,"
bujuknya sambil mengangkat tubuhku dari kursi.

Suasana terasa teduh, aku mengikuti ajakannya, tidur. Aku bangkit
dari kursi, "bang nggak usah bawa tongkatnya, tinggalkan saja
disini." ujarnya. Magda menaruh tanganku berpegangan diatas bahunya.
Magda, mau "menebus dosa" pikirku .

Di "hall way" aku menghentikan langkah ku, dia diam menatapku. Aku
beranikan menciumnya, Magda tidak menolak, aku menyandarkan tubuhku
ke dinding menjaga keseimbangan.

Magda berbisik ditelingaku, "maafkan aku bang. Aku tidak mau lagi
melukai hatimu, cukuplah aku yang terluka," ujarnya menahan isakan.
Aku mengusap kepalanya dengan lembut dan berujar, " lupakanlah masa
lalu yang menyakitkan itu, mari kita mulai lembaran baru."

Magda mengangkat wajahnya menatapku, dia menggelengkan kepalanya, "
nggak bang, nggak lagi, biarlah kita tetap berhubungan sebagai teman
biasa. Bang, ayo kita tidur, nanti mami bangun." ujarnya sambil
melepaskan pelukannya.(Bersambung)

Los angeles, October 16,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (56)


"I knew I loved you"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Maybe it's intuition/But some things you just don't question/Like in
your eyes/I see my future in an instant
And there it goes/I think I've found my best friend/I know that it
might sound more than a little crazy/But I believe

I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I loved you before I met you/I have been waiting all my life

There's just no rhyme or reason/Only this sense of completion/And in
your eyes/I see the missing pieces
I'm searching for/I think I've found my way home/I know that it might
sound more than a little crazy/But I believe

I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I loved you before I met you
I have been waiting all my life/(add the whos here)
A thousand angels dance around you/I am complete now that I've found
you/(and the whos here)

I knew I loved you before I met you/I think I dreamed you into life/I
knew I loved you before I met you
I have been waiting all my life/(and the whos here)
Repeat chorus 3x with chorus

=================55 =================
" Magda, kau keterlaluan, Aku bukan buaya dan Susan bukan bangkai.
Aku dan dia manusia waras." kataku sengit
" Nggak, kalian berdua manusia pesong." ucapnya tak kalah sengit.
===================================

Mendengar suara gaduh di teras, mami Magda membuka jendela,
menjulurkan kepalanya kearah kami, "apa yang kalian ributkan.!?"
Magda diam, takut didamprat lagi, soalnya malam ini aku
jadi "bintang" dirumah Magda.

Aku menjawab inang uda, maminya Magda, " Aku tadi cerita buaya inang
uda, Magda langsung berteriak ketakutan." ucapku, sementara kaki
Magda menendang keras tumit ku dibawah meja, takut aku
melaporkan "kenakalan" nya.

" Dimana , kenapa buayanya," tanya maminya.
" Di Sungai Deli, kemarin sore ditangkap ramai-ramai oleh warga
setelah diumpan dengan bangkai kucing." jawab ku. Kulihat wajah Magda
lega diakhir ceritaku kepada maminya.

" Magda, suara mu jangan terlalu keras, ini sudah larut malam," ingat
maminya.
Magda menundukkan kepalanya diatas meja sambil ketawa, setelah
maminya menutup jendela. Tiba-tiba tangannya mencubit tanganku, "
abang kok bisa secepat itu mengarang cerita," ucapnya masih tertawa.

" Itu datang sendiri, apalagi kalau kepepet. Tadi aku melihat wajah
mu ketakutan setelah mami menegur kita. Iya aku terpaksa "melindungi"
mu, sebelum kamu kena damprat.

Biar aku " buaya", masih punya hati, tak tega melihat sahabat
ketakutan, itulah aku dan sebenarnya kamu tahu itu, dan itulah arti
persahabatan, melindungi ketika sahabatnya dihantaui rasa takut."
kataku sambil menahan tangannya dalam gemgaman ku.

Magda segera menarik tangannya, sambil berujar, " Sudah
siap "khotbahnya" bang ? Aku mau tidur.!"

"Magda, penyakitmu masih seperti dulu, cepat merajuk. Magda sendiri
tak membantah apa yang aku katakan. Berarti aku benar, kan? Kenapa
Magda jadi sewot sendiri?"

" Kalau abang masih terus mengoceh, besok, aku nggak mau belanja ikan
untuk arsik mu itu."

" Yang menyuruh mu mami, bukan aku. Manalah mungkin seperti
aku "sanggup" menyuruhmu, apalagi untuk makanan kesenangan ku,
ahh...mimpinya itu." ucapku. Magda mulai " kehilangan akal"
menghadapi gocekan bola liar yang dilemparkan nya kepada ku.

" Baiklah Magda, sebelum kamu pergi tidur, apa jalan keluar yang
harus aku perbuat. Sekali lagi aku katakan, aku mencintai ibu itu,
bahkan kemarin malam aku berjanji mau menikahinya. Aku hanya terbawa
perasaan atas "penderitaan"nya."

" Zung, berjanji menikahi isteri orang ? Taruh dimana hati mu bang?
ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, kemudian meletakkannya
diatas meja, aku mendengar nafasnya sengal.

" Nggak tahulah, sejak aku jauh dari mu, otak dan hatiku mengembara
kemana-mana dan semakin bego."

Magda masih tertunduk diatas meja. Aku diam, menunggu dia tenang
mengendalikan perasaannya. Perlahan Magda mengangkat kepalanya dan
bangkit dari kursi. Aku melihat kedua matanya memerah," abang salah
sasaran, aku bukan orang yang pas untuk menjawabnya. Aku juga korban
dari cintamu dalam perjalanan panjang yang kita rajut bersama.

Bagaimana aku mampu memberi mu jalan keluar.?" Abang mengalami
kesulitan membuat suatu keputusan dengan seseorang yang baru
berhubungan beberapa minggu.?" Bukankah abang dengan gampang telah
memutuskan kisah cinta yang kita bina selama lima tahun.?"

" Magda, lupakanlah masa lalu, berulangkali aku telah minta maaf .!"
" Iya, aku hanya mengingatkannya. Bang, aku tidak setuju abang
berhubungan dengan dia, karena ibu Susan masih mempunyai suami,
ternyata abang tidak hanya mencintainya. Maaf, aku tak mampu lagi,
apalagi mendengar pengakuan abang akan menikahinya.

Seandainya abang jatuh cinta dengan perempuan yang belum mempunyai
suami, bahkan nikah dengan perempuan itu, aku tak akan mencampurinya,
itu mutlak hak abang. Cukup? Sudah bisa aku tidur bang.!?" tanyanya,
suaranya tersendat.

Magda mengulang permohonannya untuk meninggalkan ku. Aku tetap diam,
menatap hampa wajahnya. Magda juga menatapku, kemudian tertunduk,
mengangkat wajahnya lagi menatapku.

" Maaf bang, kalau aku tak dapat membantu mu malam ini, juga mohon
maaf kalau Magda tadi bicara kasar kepada abang. Selamat malam bang,
Magda mau tidur, " ucapnya sambil meninggalkan aku duduk diam membisu.

Aku tak lagi menghalanginya pergi, kecuali menghela nafas panjang.
Aku duduk merenung cukup lama, sementara udara semakin dingin,
arlojiku menunjukkan waktu tengah malam. Dibantu tongkat ku, aku
masuk ke rumah setelah tak menemukan secarik kertas disekitar teras.

Aku masuk ke kamar Jonathan, adiknya Magda. Aku melihat kamarnya
telah ditata rapih. Segera mengambil secarik kertas dan
menuliskan "note' singkat , " Magda aku pulang."

Selesai menuliskannya, kembali menuju teras rumahnya dan meletakkan
kertas yang berisi pemberitahuan itu diatas meja teras dengan
membebani batu kecil. ( Bersambung)

Los angeles. October 15,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (55)


"To Be With You"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Hold on little girl/Show me what he's doone to you/Stand up little
girl/A broken heart can't be that bad/When it's through, it's
through /Fate will twist the both of you /So come on baby come on
over /Let me be the one to show you

I'm the one who wants to be with you/Deep inside I hope you feel it
too/Waited on a line of greens and blues/Just to be the next to be
with you

Build up your confidence/So you can be on top for once/wake up who
cares about /Little boys that talk too much/I seen it all go
down /Your game of love was all rained out/So come on baby, come on
over/ Let me be the one to hold you
[Chorus]
Why be alone when we can be together baby/You can make my life worth
while/And I can make you start to smile

================ 54 ===============
Sebelum aku mengakhiri pengakuan ku, tiba-tiba Magda mempoloti ku dan
berdiri mau meninggalkanku. Segera aku menahannya, Magda meronta, aku
hampir terjatuh dari kursiku, untung Magda segera menahan tubuhku.
(Bersambung)
==================================

Suara ku pelan membujuknya, "Magda, dengar dulu, aku belum selesai.
Magda boleh pergi, setelah mendengar penjelasanku, duduk lah. Tolong
bersabar sebentar, duduk lah Magda. Sebagai seorang sahabat harus
rela membantu sahabat yang sedang menderita, seperti aku."

" Abang menderita? Huh...abang telah "menikmati"nya, malah sekarang
ngaku- ngaku menderita. Kemarin dulu, abang janji mau mmenjauhinya,
bertemu seharian langsung menginap dirumahnya. Sekarang, baru saja
berpisah dengannya, abang ngaku menderita. Ada apa dengan mu bang."
tanyanya sambil duduk berhadapan dengan ku.

"Entahlah, aku terbawa perasaan atas pengakuan kehidupan rumah
tangganya."

" Ibu itu menceritakan mengenai rumah tangganya kepada abang.? Bah,
hebat kalilah abang dimata ibu itu."
" Magda, mau mendengar kisahnya nggak ? Sebenarnya aku sudah janji
tak akan menceritakan kepada siapapun."

" Abang, gimana nih.! Sudah janji nggak mau menceritakan kepada
siapapun, kok malah cerita. Abang lama-lama kayak orang pesong."
ujarnya dengan ketawa sinis.

" Apa yang salah dengan kata-kataku. Aku berjanji kepada ibu itu,
tidak akan menceritakan kepada siapapun, cukup dengan diriku. Magda
tidak siapa-siapa, kau adalah diriku."
" Bah, hebat kali abang, ulang lagi kalimatnya bang."

" Kau adalah diriku, titik."
" Nggak, aku adalah ito mu, titik." balasnya.

" Itu yang aku maksudkan, kita kan masih punya hubungan darah dari
mami mu dan ibuku, mama tuamu." ucapku tak kalah.
" Dasar abang tanjung katung, tak pernah mau kalah." katanya
pelesetin namaku, sambil menendang kaki ku dibawah meja, pelan,
kebiasaan lama kami "kambuh".

" Magda, ternyata ibu Susan itu menderita, sejak dia menikah dia tak
pernah memperoleh nafkah batin dari suaminya. "
"Ibu Susan mengaku kepada abang?"

"Iya, kalau nggak darimana aku tahu."
" Lalu apa hubungannya dengan "affair" abang dengan kisah ibu itu."
"Aku merasa iba dengan penderitaannya. Selama ini, aku, Magda dan
Mawar mengangap ibu itu binal, karena sudah mempunyai suami tetapi
punya "affair"dengan aku."

" Lalu, abang mengambil kesempatan atas "kehausan" nya.?"
" Nggak juga, aku hanya merasa iba dan merasa bersalah atas "stigma"
binal yang kita lebelkan pada dirinya. Dia juga perempuan normal
seperti Magda, butuh kasing sayang dari seorang pria normal.
"Maksud abang, suaminya bukan pria normal.?"

" Iya, dia tak punya kemampuan memberi nafkah batin isterinya."
" Ohhh... itu alasannya, kenapa abang sering menginap dirumah ibu
itu. Dan setelah abang puas, kini mau meninggalkannya? Abang manusia
kejam, tak punya perasaan. Cukup aku bang yang menjadi korban mu,"
ujarnya dengan bibir bergetar.

" Magda, terlalu sensitif. Aku tak pernah mengorbankan siapapun,
termasuk kamu. Situasi yang membuat kita seperti itu. Maafkan aku,
lupakanlah masa lalu." ucap ku.

Mulutkupun ikut bergetar mengenang "siksa" yang aku berikan
kepadanya. Aku melanjutkan kalimatku yang terputus karena aku dan dia
terhanyut masa lalu yang menyakitkan.

" Magda, aku mengaku jujur, meski aku tidur bersama dengan Susan aku
tak pernah mencemari tubuhnya, aku hanya mencintainya, wajar kan ?"

" Wajar kata abang?. Wajar berselingkuh dengan perempuan yang telah
bersuami? Abang tidak mencemari tubuhnya, tetapi abang telah
mencemari ikatan pernikahannya, tahu.!?"

Aku pikir, abang punya kelainan. Dulu waktu ke Jakarta, tidur dengan
biduan band kapal, sekarang tidur dengan isteri orang, abang masih
mengatakan wajar. Aku bilang itu kurang ajar.!"

" Magda..! Tetapi aku tidak mencemarinya, " ucap ku dengan suara agak
meninggi.

Magda mengimbangi suara ku, " kali pertama aku mendengar, buaya
menolak bangkai."
" Magda, kau keterlaluan, Aku bukan buaya dan Susan bukan bangkai.
Aku dan dia manusia normal." kataku sengit
" Nggak, kalian berdua manusia pesong." ucapnya tak kalah sengit.

(Bersambung)

Los Angeles. October 15,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (54)


"Answer"

Mau dengar lagunya, klik disini....

I will be the answer/At the end of the line/I will be there for you
Why take the time/In the burning of uncertainty/I will be your solid
ground
I will hold the balance/If you can't look down

If it takes my whole life/I won't break, I won't bend/It will all be
worth it
Worth it in the end/Because I can only tell you that I know
That I need you in my life/When the stars have all gone out
You'll still be burning so bright

Cast me gently/Into morning/For the night has been unkind/Take me to a
Place so holy/That I can wash this from my mind/And break choosing
not to fight

If it takes my whole life/I won't break, I won't bend/It will all be
worth it
Worth it in the end/Because I can only tell you that I know
That I need you in my life/When the stars have all gone out/You'll
still be burning so bright

Cast me gently/Into morning/For the night has been unkind

================ 53 ==============
Aku hanya mau memainkan "bola"yang sudah diumpannya melambung.
Tinggal bagaimana aku memainkannya, yang pasti aku harus melibatkan
dia malam ini. ( Bersambung)
===============================

" Zung, merokok lagi? Sejak kapan lagi abang berbuat bodoh? Sejak
pacaran dengan ibu Susan!? Nggak, aku tak mau menolong abang jalan ke
teras. Nggak.., aku nggak mau.!" teriaknya.

Sejenak mami Magda menghentikan percakapannya, setelah mendengar
teriakan putrinya, " Magda, kenapa harus teriak, bantu dulu itonya,"
bujuk maminya.

" Nggak, mami saja yang bantuin si abang, aku nggak," ujarnya
meninggalkan aku sendiri dimeja makan. Maminya hanya geleng-geleng
kepala melihat tingkah putrinya Magda.

Aku pikirkan jurus baru, malam ini Magda yang melambungkan bola dan
dia harus ikut bermain dengan ku, pasti. Aku hafal mati karakter
mantan pacarku ini, tidak tegaan. Aku bangkit dari kursi meja makan,
melangkah pelan ditopang tongkat ku.

Inang uda ku, maminya Magda, memperhatikan ku melangkah pelan,
terseok. Kembali dia menghentikan percakapan dalam telephon dan
memanggil Magda. Magda keluar dari"persembunyian".

Didepan maminya, dia membantuku, tetapi setelah di "hall way" menuju
pitu teras dia melepaskan tangannya, Magda kembali meninggalkan ku
menapak sendiri menuju teras.

Tak sengaja aku terhempas ke pintu hampir jatuh. Magda berlari
mendapatkan ku, juga maminya. Magda didamprat maminya, " Kenapa kau
nggak mau bantu ito mu. Bagaimana tadi kalu ito mu jatuh," tegur
mamanya dengan suara tinggi.

Magda menatap ku dengan rasa bersalah, dia meraih tangan ku,
dilingkarkan ke atas bahunya. Magda menuntunku sambil mengomel, "
huh...gara-gara rokok abang, aku kena damprat. Apalagi maunya bang,
mau nyalain rokoknya ...hah?" ucapnya ketus sebelum dia meninggalkan
ku.

Segera ku tahan tangannya, dia meronta. Aku tidak mau
melepaskannya, " tunggu Magda, kau nggak boleh pergi, kau tunggu
abang disini, " ucapku dengan suara menahan teriak.

" Bang, aku nggak tahan bau rokok." ucapnya, suaranya pelan, dia
tidak meronta lagi.

" Kau boleh periksa seluruh kantong ku, kalau Magda menemui sebatang
rokok, kau boleh membantingkan kursi ini di kepala ku," ucapku.
" Serius, abang nggak merokok ? Kenapa tadi bilang mau merokok ?"
tanyanya sambil mengusap kepala ku.

" Tadinya aku bergurau, kamu langsung tanggapin serius, akhirnya kamu
terima ganjarannya, didamparat sama "queen"," jawabku.
" Abang puas aku kena damprat.?"
" Puaslah, sudah lama pula aku nggak melihat wajah mu "kerucut"
seperti itu."

Magda meninggalkan ku, dia merasa kesal "di asapin" kata-kata. Segera
aku pukulkan tongkat ke pinggangnya, " jangan pergi dulu, aku mau
bicara serius mengenai Susan."

Magda merampas tongkat ku, dia mengetukkan ke pundak ku, pelan, "
Sejak dari dulu abang selalu " trouble maker " nggak berubah."
ujarnya sambil menjewer kuping ku.

" Sejak kapan ? Maksudmu sejak lima tahun lalu?" tanyaku. Magda tidak
sadar, aku mulai mengumpan bola kearahnya.
Magda diam, berdiri di dekatku. Ku raih tangannya dan memberanikan
mencium tangannya, " Magda, duduklah, aku mau "share" dengan mu
tentang ibu Susan. Seperti aku katakan didalam kamar ku tadi pagi,
bantu aku dari ketersesatan ku."

Aku kini terperosok dalam "game" yang tadinya aku tak duga. Aku hanya
mengukuti kata hatiku tanpa pertimbangan moral, seperti Magda tuding
atas ku. Magda, aku mengatakan jujur, aku sudah beberapa malam tidur
dirumahnya..."

Sebelum aku mengakhiri pengakuan ku, tiba-tiba Magda mempoloti ku dan
berdiri mau meninggalkanku. Segera aku menahannya, Magda meronta, aku
hampir terjatuh dari kursiku, untung Magda segera menahan tubuhku.

(Bersambung)
Los angeles, October 15,2008

Tan Zung




Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (53)


More than words

Mau dengar lagunya, klik disini...


Saying I love you/Is not the words I want to hear from you/It's not
that I want you not to say/But if you only knew/How easy /it would be
to show me how you feel/ More than words/Is all you have to do to
make it real/Then you wouldn't have to say
That you love me, yeah/Cause I'd already know.

What would you do (what would you do)/If my heart was torn in
two /More than words to show you feel
That your love for me is real/What would you say/If I took those
words away/Then you couldn't make things new/Just by saying I Love You
(Just saying I love you, saying I love you)/More than words/(Just
saying I love you, saying I love you)

Now that I've tried to (now that I've tried to)/Talk to you and make
you understand/All you have to do is
Close your eyes and just reach out your hand/And touch me/Hold me
close don't ever let me go/More than words/Is all you ever needed me
to show/Then you wouldn't have to say/That you love me, yeah/Cause I
already know/(Just saying I love you, saying I love you)/More than
words/[Repeat till fade]

==================== 52 ===================
Tetapi syukurlah, maminya tidak menyimak apa kata putrinya, Magda.
Hmm... dalam hatiku, tambah satu " peluru" selain tongkat, untuk
membayar utang "ketegaan" ku, dulu.(Bersambung)
================================

Mami Magda menanyakan kenapa lagi kaki ku. Aku menjawab dengan
berbohong sambil memelototin Magda, " Terpelintir ketika main bola
inang uda."

Mendengar jawabanku, Magda berlari berjingkat-jingkat masuk kerumah
sambil tertawa menutup mulutnya. Maminya membantu ku masuk kedalam
rumah, " Magda, bantu dulu ito/abang nya." seru mami Magda.

Magda segera kembali menemui aku dan maminya, wajahnya memerah
menahan tawa karena bohong ku. Kenapa Magda tertawa, ada yang lucu? "
tanya maminya sambil menuntunku.

" Nggak mam, aku tertawa karena tadi abang bilang kakinya terpelintir
karena main bola." jawabnya, Magda ikut menuntunku dari sisi kiri.

Aku "gemetaran" juga menunggu lanjutan jawabannya, jangan-jangan
Magda membuka tabir kebohonganku lagi, sekaligus membalaskan rasa
sakit hati dan dendamnya.? Tapi, apa iya dia tega "mencabik-cabik" ku
dihadapan maminya.?" Aku cubit pinggulnya pelan, isyarat, tolong
jangan permalukan aku.

" Kenapa ketawa kau inang, itonya sedang sakit malah ketawa?"
" Aku tertawa, karena abang "nggak tahu diri" mam."

" Apanya mulut kau itu, sama ito kok ngomongnya sembarangan,!" tegur
maminya.
" Iyalah mam, abang kan belum lama mengalami kecelakaan, kaki abang
belum pulih benar, kok malah main bola.!?"

Huhhh...hati ku lega, aku mengira, Magda akan mengahabisi ku dengan
membuka tabir kebohongan ku, "good job" Magda dalam hatiku. Kalau
saja inang uda, maminya Magda, tak disampingku, sudah pasti aku
hadiahi dia satu ciuman di pipinya, sebagai ucapan terimakasih.
***
Magda menyediakan makan malam kami bertiga- inang uda, aku dan
Magda. "Adik mu Jontahan sudah dua hari dirumah om dokter," ucap
inang uda ketika kami duduk di meja makan.

Aku mencoba "mengungkit" kenangan lama ketika almarhum ayah Magda
mengajak ku makan malam dimeja yang sama, "inang uda nggak ada
arsik," tanyaku sambil tertawa.

" Oala si abang, nyari yang ngga ada. Memang masaknya gampang, "
selah Magda.

" Besoklah amang iya, aku masak arsik. Magda, besok pagi kau belanja,
itonya mau makan arsik."
" Nggak ah, aku banyak kerjaan, kok abang ngerepotin.?"
" Magda, kau keterlaluan. Kan ito mu baru sekali ini minta." ucapnya
marah.

" Inag uda, aku cuma bercanda, lain kali saja, lagi, aku lusa mau
pulang, ibu ku pintar masak arsik kok." ujar ku.

" Idihh... langsung merajuk. Iya..iya ito eh..abang aku besok
belanja, aku akan beli ikan mas segudang.!" ucap Magda sambil
mendekatkan wajahnya ke arahku, disambut tawa
maminya,"eeehh...borungkon/putriku" ini.

" Malam ini, disini saja tidur amang, adik mu Jonathan baru pulang
besok lusa," ujar mami Magda.
" Bang, tempat tidur Jonathan berantakan, abang rapihkan sendiri."
sela Magda.

" Nggak usah dengarin dia amang, banyak kali "cengkunek" ito mu itu."
ucap maminya.
" Mam, lihat abang itu, makannya nggak selera, pikirannya melayang
entah keman-mana. Benar kan bang?" ucapnya centil.

" Sesekali marahin ito mu itu, kalau keterlaluan." ujar maminya
dengan mimik serius.

" Manalah aku berani"macam-macam" kepada abang itu kalau mam nggak
ada disini, ditimpuknya pula aku." ucapnya diiringi tawa berderai.

Aku hanya tersenyum menikmati percikan air dan aliran sungai yang
baru saja meliuk "membelah" jantungku, sejuk, sepertinya juga dengan
Magda.

Sementara kami menikmati makan malam diselingi percakapan ringan,aku
ingin segera kami bubar dari meja makan. Aku sedang berpikir
bagaimana aku mengajak Magda ke teras, berbicara sekaligus"memarahi"
karena ulahnya mengungkap kisah kasih ku dengan Susan kepada maminya.

Dering telephon mengakhiri percakapan sekaligus makan malam kami.
Mami Magda meninggalkan kami menjawab telephon. Aku memohon Magda
memapah ku ke teras, meski sebenarnya aku bisa berjalan sendiri
dibantu dengan tongkat.

" Magda tolong bantu aku ke teras, mau merokok sebelum tidur,"
ujarku. Sebenarnya aku nggak pernah menyentuh rokok lagi sejak dia
melarangku beberapa tahun sebelum hubungan kami putus. Aku hanya mau
memainkan "bola"yang sudah diumpannya melambung.

( Bersambung)

Los angeles, October 14,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (52)


"All Coming Back To Me"

Mau dengar lagunya, klik disini....

There were nights when the wind was so cold/That my body froze in
bed/If I just listened to it/Right outside the window
There were days when the sun was so cruel/That all the tears turned
to dust/And I just knew my eyes were/Drying up forever /I finished
crying in the instant that you left/And I can't remember where/or
when or how/And I banished every memory/you and I had ever made

But when you touch me like this/And you hold me like that/I just have
to admit/That it's all coming back to me

When I touch you like this/And I hold you like that/It's so hard to
believe but/It's all coming back to me/(It's all coming back, it's
all coming back to me now)

There were moments of gold/And there were flashes of light/There were
things I'd never do again
But then they'd always seemed right/There were nights of endless
pleasure/It was more than any laws allow
Baby Baby

If I kiss you like this/And you whisper like that/It was lost long
ago/But it's all coming back to me/If you want me like this/And if
you need me like that/It was dead long ago/But it's all coming back
to me/It's so hard to resist

And it's all coming back to me/I can barely recall/But it's all
coming back to me now/But it's all coming back
There were those empty threats and/hollow lies/And whenever you tried
to hurt me................

======================== 51 ================
Semangatku pulih seketika mendengar ajakannya, tak percuma mandi
disungai meski medatangkan malapetaka, dari sana inspirasi ku
muncul "melumpuhkan" hati mantan kekasihku. Oh...sungai....(selesai)
==========================================

"Nggak apa-apa, kayaknya kaki ku langsung sembuh, tapi tolong aku
bantu bangkit dari tempat tidur ini" ucapku ku bersemangat.

" Lho, katanya nggak apa-apa, kok malah minta tolong. Gaya abang dari
dulu tak berubah, sok menjeng, padahal sudah berteman dengan ibu-
ibu," ujarnya sambil meraih pergelangan tanganku.

" Manalah bisa langsung berubah, dari lima tahun dengan mu ke tiga
minggu dengan ibu Susan," ujar ku menggoda.
" Bang....yang sudah..sudahlah, nggak usah diingat lagi."
" Hanya itu yang aku ingat sekarang, entahlah nanti masih ada yang
tersisa dala sel otak ku."

" Semua serba salah sama abang, di diamin dibilang aku masih marah,
disahutin, malah ngelantur kemana-mana." ujarnya, tangannya memegang
tubuhku pada posisi berdiri.

" Ngelantur? Nggak juga, aku masih dalam jalur. Aku hanya
mengingatkan saja. Magda mersa risih atau malu diingatkan? tokh nggak
ada yang dengar."

" Ada bang."
" Siapa ?"
"Tongkat ini." jawabnya ketawa sambil menyerahkan tongkat penyanggah
kaki ku.

" Hei tongkat, kaulah jadi saksi apa yang aku dan Magda bicarakan,
dikamar ini. Cukup simpan dalam hatimu, tak usah berbicara kepada
siapapun, kecuali kepada teman perempuan ku yang masih ada disini,
itupun kalau diminta.

Meski aku dan kau tongkat baru bersahabat puluhan jam, engkau tahu
apa dalam hatiku sejak siang tadi bukan?. Kau mendampingi ku ditempat
tidur ini dan kau menjadi saksi ketika aku memeluk bingkisan dari
seseorang yang pernah aku kasihi dan sakiti, kepada mama tuanya yang
adalah ibu ku.

Tongkat, kau pastilah melihat ku, merenung dan mengeluarkan air mata
hingga membasahi bantal ku, aku yakin itu, kau melihat ku menitikkan
air mata meski tidak diringi sedu-sedan, bukan.?!"

Magda terduduk dipingir tempat tidur, setelah mendengar "pat gulipat
ku", ternyata masih manjur.

" Abang, maunya apa ?" tanyanya lembut sambil duduk disisi tempat
tidurku.
" Nggak apa-apa, aku cuma bicara kepada "sahabat" setia yang baru
terjalin puluhan jam, tongkat ini. Dia tak pernah berontak dan marah
apalagi dendam, meski aku antukkan ke benda keras, padahal dia telah
banyak membantu ku."

" Zung, aku nggak mengerti maunya abang apa !?" Kok bicaranya harus
melalui tongkat itu?"

" Tanyalah tongkat ini, dia akan bercerita banyak terhadap mu.!"
jawabku hampir memeluknya. Tapi aku takut dia langsung pulang
meninggalkan ku dan tongkat " media" baru bagi ku. Bak kata "bandit
Siantar men", kapas pun bisa jadi duit untuk bayar utang, apalagi
tongkat.????

" Zung, jadi ikut kerumah nggak.?" tanyanya sambil berdiri memegang
lengan ku.
" Ayolah, dari tadi aku dan tongkat ku sudah siap, Magda malah duduk,
kayak menungggu sesuatu."

" Halah..abang ngaco. Abang, permisi dulu sama ibu itu." usulnya
sambil membantu langkah ku keluar dari kamar.
Tante/Bibi menghantarkan aku dan Magda ke halaman rumah diiringi
senyuman "usil".

"Hati-hati bapa dijalan, nanti bapa nginap? Jangan lupa bawa
tongkatnya pulang," ujarnya iseng, entah apa pula maksudnya.
Magda setuju usulanku, aku duduk diatas boncengan.

Sepanjang perjalanan menuju rumahnya,aku tak berani
memegang "gonting"nya, aku serba kikuk, pegang sisi pahanya aku belum
berani, terpaksalah aku duduk kaku di atas boncengan motornya.
Aku menundukkan kepala, lebih tepatnya , menyembunyikan kepala
dibelakang tengkuknya, malu dilihatin orang, sepertinya aku baru
merasakan naik motor, kaku.
*****
Inang uda, maminya Magda, menyambutku diteras samping rumahnya. "
Kenapa lagi kau amang/nak" tanyanya sambil memelukku. Aku terharu
atas sambutannya.

" Apa khabar angkang/kakak dikampung. Bagaimana skripsi mu, sudah
selesai?"
Magda langsung menyambar pertanyaan maminya, " Sudah pasti selesailah
mam, sekarang abang bersahabat akrab dengan ibu dosen kami, ibu itu
juga dosen pembimbingnya si abang.!" ucapnya sambil menatap ku
diiringi senyuman.

Aku terdiam, kaget luar biasa. Magda membuka aib ku kepada maminya.
Tetapi syukurlah, maminya tidak menyimak apa kata putrinya, Magda.

Hmm... dalam hatiku, tambah satu " peluru" selain tongkat, untuk
menebus "dosa"ku, dulu.(Bersambung)

Los angeles, October 14,2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (51)


Boasa dung Saonari
(Dewi Marpaung)

Mau dengar lagunya, klik disini...

Ditonga ni borngin i, hundul ma sasada ahu/Hu ida bulan i tung mansai
uli..ho. hooo( Ditengah malam, aku duduk sendirian/Aku melihat
rembulan indah nian ..hoo)
Tung tompu mai muse naso panagaman ki/Huida rupami dibulan i da hasian
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga/ Aku melihat wajahmu di rembulan
oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu/Holong ni rohami, alai ndang
hujakhon i( Padahal dulu engkau berkata jujur padaku/Akan cinta
kasihmu, namun aku tak berterima)
reff:
Boasa ma dung saonari ito dung sirang ma au sian ho/Tubu holong di
rohangki tu ho ito haholongan
(Mengapa kini, setelah aku berpisah denganmu/tumbuh rasa cintaku pada
mu kekasih ku)
Aut boi ma nian ulahan ta i muse/Masihol au ito, malungun ahu tu ho
(Andaikan kita dapat mengulang kembali/Aku rindu pada mu, sangat
merindukan mu)

Tung tompu mai muse naso panagaman ki/Huida rupami dibulan i da hasian
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga/ Aku melihat wajahmu di rembulan
oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu/Holong ni rohami, alai ndang
hujakhon i ho..wooo( Pada hal dulu engkau berkata jujur padaku/ Akan
cinta kasihmu, namun aku tak berterima)

================ 50 ==================
Magdalena menemuiku sore hari. Dia datang sendirian tanpa Mawar
sebagaimana sering dilakukan setelah"perceraian" aku dan dia. (
Bersambung)
=========================================
Bibi mendatangiku ke kamar, memberitahukan kalau Magdalena ada
diruang tamu. Segera aku bergegas, melompat dari tempat tidur. Aku
lupa bahwa kaki ku belum dapat berdiri sempurna. Aku membekap mulut
ku menahan suara teriakan karena rasa sakit.

Aku kembali merebahkan tubuh ku keatas tempat tidur, sementara bibi
berdiri kebingungan melihat penderitaan ku. Bibi segera keluar dari
kamar untuk mengambil air minum, setelah melihat peluh mulai
membasahi wajah ku. " sebentar bapa, aku mengambilkan air," ujarnya
meninggalkan ku.

Sayup, aku mendengar suara Magda," kenapa si abang, bu,? tanyanya.
Bibi terus melangkah ke dapur, tanpa menjawab pertanyaannya. Aku
melihat bayangan Magda di pintu kamar, tetapi dia enggan masuk ke
kamar menemuiku.

Dia bertanya ulang kepada bibi ketika membawa secangkir air putih.
Magda mengikuti bibi dari belakang, kemudian berlutut disi tempat
tidur ku. Magda mengambil cangkir dari tangan bibi, menyodorkan
perlahan ke dalam mulut ku.

Bibi segera meninggalkan kami berdua dan menutup pintu kamar. Aku
melihat wajah Magda sedikit kuyu, sementara tubuhnya dibungkus dengan
pakaian sederhana. Diatas tempat tidurku, terbata-bata aku
menyampaikan terimakasih atas bingkisannya kepada ibu ku, mama
tuanya.

Magda diam tak menyahuti ku, kecuali menatapku sendu. Aku mengulangi
ucapan terimakasih ku sambil memberanikan diri memegang tangannya di
sisi pembaringanku.

Magda menyambut tangan ku, tangannya dingin sedikit bergetar dan
berujar, " Bang, aku tadi ketemu dengan ibu Ginting di pasar
Peringgan. Ibu itu cerita kalau abang mengalami kecelakaan. Siapa
perempuan teman mu kesana bang? Ibu Susan ya?.

Magda mengulang pertanyaan yang sama, ketika mulutku diam membisu.
Pertanyaannya menohok jantung ku, tak ada lagi alasan untuk " make up
story". Magda mendapat sumber dari orang pertama, selesailah aku
sudah.

Tetapi kenapa Magda menaruh perhatian atas hubunganku dengan Susan?.
Terganggukah dia atas jalinan kasih ku dengan Susan. Kalu iya,
mengapa ? Aku akan mengaku jujur, ingin melihat reaksinya dan
barangkali disitu jawabannya, pikirku.

" Iya, aku dan ibu itu ke kebunnya. Ketika Aku dan Susan mandi di
sungai, tak senganja kaki ku terbentur dengan batu kermudian
terpelintir sebelum aku jatuh."

" Abang dan Ibu Susan mandi bersama di sungai? Sungai mana bang?"
tanyanya seraya mengeritkan keningnya.
" Sungai tempat kita dulu pergi beramai-ramai dengan kawan-kawan
kelompok belajar .!"

Magdalena menghela nafas panjang mendengar pengakuan"jujur" dari
mulut ku. Mata ku tetap menatapnya, ingin melihat reaksi lanjutan.

" Baru beberapa hari lalu, abang mengatakan mau meninggalkan ibu itu,
kok malah abang semakin nggak karuan. Memang abang serius dengan ibu
itu? Abang nggak takut di tuduh perusak rumah tangga orang.?" ujarnya
dengan wajah serius sembari memperbaiki posisi ke palaku diatas
bantal.

" Magda, untuk yang terakhir kali dari "kekonyolan ini", tolonglah
aku. Aku jujur, aku mencintainya setelah pengakuan ibu Susan kemarin
malam.!"

"Abang tidur dirumah ibu Susan.?" tanyanya dengan suara tertahan.
" Iya, aku akan ceritakan nanti, kenapa pikiranku berubah sejak
pertemuan aku, Mawar dan Magda beberapa hari lalu."

Magda, aku lapar, boleh aku minta tolong beli makanan atau kita pergi
bersama, kalau Magda nggak keberatan. Segera dia memotong
percakapanku, " Ibu Susan yang keberatan," jawabnya nyinyir.

" Dia kan nggak tahu,?"
" Jadi abang ketakutan sama ibu Susan jika kita jalan bersama.?"
" Nggak tahulah, belum pernah ketangkap basah pergi dengan perempuan
lain,!" jawabku seadanya sambil terus melihat reaksi di rawat
wajahnya.
" Iya sudah, abang pergi saja dengan dia, kenapa ngajak aku.?"

Aku melihat, Magda mulai menunjukkan ketidak senangannya mendengar
atau "bersentuhan" dengan nama Susan. "Pengalaman" ku dan Susan di
sungai yang mendatangkan "malapetaka" di kakiku, menimbulkan
inspirasi menghadapi Magda, setidaknya saat dia dalam kamarku.

Betapaun derasnya arus sungai menerjang batu, tak pernah
mendatangkan " api atau panas", aliran sungai meliuk, tetap dingin
setelah berbenturan dengan batu. Aku mainkan jurus itu. Aku melihat
Magda mulai "membatu"

" Magda, sudah lama sekali aku tak pernah ketemu inang uda dan
Jonathan, aku merindukan mereka. Masihkan aku boleh berkunjung
kerumah mu.? tanyaku pelan.

Magda menolehku, tatapan dan wajahnya kini berubah drastis, tak lagi
seperti beberapa menit yang lalu, wajahnya kembali kepada "warna
asli", lembut.

" Sejak kepergian papi, mami dan Jonathan selalu menanyakan abang."
"Kenapa Magda nggak pernah bilang sama aku ? Lalu apa jawabmu sama
mereka?"

" Aku bilang , abang sibuk mempersiapkan skripsi mu.!"
Ah..masuk nih...pikirku. "Kok, kamu tega benar. Magda harus bisa
membedakan urusan kita dengan keluarga mu. Betapapun tersiksanya
Magda karena "kekejaman ku", semestinya Magda harus
menyampaikan "kerinduan" mereka. Aku tahu, Magda masih membenci ku
hingga kini. Tapi tidak dengan inang uda dan Jonatahn.

" Iya, maaf bang. Kalau mau, sekarang kita kerumah, tetapi bagaimana
dengan kaki abang?"

Semangatku pulih seketika mendengar ajakannya, tak percuma mandi
disungai meski medatangkan malapetaka, dari sana inspirasi ku
muncul "melumpuhkan" hati mantan kekasihku. Oh...sungai. selesai.

Los Angeles, October 9, 2008

Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (50)


"My Girl"

Mau dengar lagunya, klik disini....

I've got sunshine on a cloudy day. /When it's cold outside I've got
the month of May. /I guess you'd say
What can make me feel this way? /My girl (my girl, my
girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).

I've got so much honey the bees envy me. /I've got a sweeter song
than the birds in the trees.
I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl,
my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).

Hey hey hey /Hey hey hey /Ooooh.

I don't need no money, fortune, or fame. /I've got all the riches
baby one man can claim.
I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl,
my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).
===============49 ==========
Sebelum meninggalkan "klinik", Susan berbisik menanyakan ku berapa
yang harus dibayar sebagai balas jasa pak Ginting. Susan menyalamkan
ketangan pak Ginting, duakali lipat dari jumlah yang aku sebutkan. (
Bersambung)
=============================
Aku membujuk Susan, supaya aku diantar langsung pulang kerumah,
tetapi dia menolak, " Nggak bang, malam ini abang tidur dirumah ku.
Besok pagi aku antar pulang sekalian aku ke kantor."

Semalaman Susan mendampingi ku tidur, sebelum aku dan Susan tidur
terlelap, aku mengutarakan rencana pulang ke kampung sebelum maju ke
meja hijau. Susan menolak rencanaku dengan dalih, persiapan meja
hijau, " kenapa nggak setelah wisuda saja pulang kampung.?"

" Aku sangat rindu kepada orangtua dan adik-adik ku."
" Kapan ? Rencana berapa lama dikampung.?"
" Besok lusa. Hanya dua minggu, " jawabku.
" Zung, itu terlalu lama. Abang harus benar-benar persiapkan diri,
lagi, kaki abang belum pulih."

" Bilang saja, Susan nggak tahan menanggung rindu. Dua minggu serasa
dua tahun..."
" Iya..., abang sudah tahu, kenapa masih tega pergi terlalu lama.
Memang seminggu rindunya belum puas kepada orangtua.?"

" Kenapa nggak ikut saja Susan, seharian bisa "lengket" terus," ujar
ku bergurau.
" Zung, aku mau, tetapi aku nggak bisa meninggalkan pekerjaanku.
Abang sendiri dulu kali ini, tetapi janganlah dua minggu, seminggu
saja iya bang, " bujuknya sambil memeluk ku dalam pembaringan.
****
Susan menghantarkan ku pulang kerumah setelah mampir ke ruangannya di
kampus. " Telephon aku, pukul berapa abang berangkat, nanti aku antar
ke terminal," ujarnya sebelum meninggalkan ku dipintu rumah kost.

Ibu kost yang adalah bibi/namboru jauh, heran melihat tongkat
menopang kakiku yang sedang dalam proses perawatan. Bibi mengelus
kepala dan pipiku, " Kenapa kakinya ? Bapa kecelakaan.?" tanyanya.

" Bukan, kaki ku keseleo waktu main bola," jawabku berbohong.
" Siapa tadi yang ngantar.?"
" Ibu Susan," jawabku singkat sambil memasuki kamar ku.
" Bah, bapa main boila dengan ibu Susan,..hahaha..!?" ucapnya
diiringi tawa.

Oalah...kalau bukan bibiku sudah aku maki dia, sok tahunya, aku nggak
tahan.

Baru aku menutup pintu kamar, bibi menemuiku, " bapa, perempuan yang
datang minggu lalu itu, membawa bungkusan , katanya oleh-oleh untuk
eda/ kakak dikampung. Kok bapa mau pulang nggak beritahu bibi.? Kapan
mau pulang? tanyanya sambil memberikan bungkusan.

Aku terkesima membaca tulisan yang tertera diatas kertas bingkisan
tertulis: " Untuk mama tua". Pengirim," Magdalena". Aku menghempaskan
tubuh ku diatas tempat tidur. Dalam pembaringan aku merenung
ulang "kekejamanku" terhadap Magda.

Bingkisannya menimbulkan tanya yang tak dapat aku jawab. Gerangan apa
yang mendorong hati Magda menitipkan bungkusan kepada ibu ku? Sama
seperti dia lakukan ketika aku masih "terikat" cinta dengannya.

Dulu dia menitipkan bingkisan ke ibuku tanpa ada tulisan, polos.
Magda hanya menitipkan melalui ku melalui pesan "verbal". Kenapa
sekarang, dia menyebutkan ibuku, mama tua.?

Aku segera mengalihkan pikiran ku dari sejumlah rekaan; diataranya,
kemungkinan aku dan dia akan bersatu kembali. Sejak aku tiba, hingga
sore aku tergeletak diatas tempat tidur. Aku tak bergairah keluar
kamar, meski bibi berulangkali memanggilku untuk makan siang.

Kalau saja rumahku dekat dengan perhentian angkutan umum, ingin
segera menemui Magdalena kerumahnya. Aku ingin mencium keningnya, tak
peduli kalau dia akan menolak bahkan menampari ku sepuasnya.

Hati semakin tersiksa mengenang jalinan kasih yang kami jalani kurang
lebih lima tahun. Aku mengenang kebaikan hati inang uda - maminya
Magda- dan Jonathan, adik satu-satunya yang sangat simpatik kepada
ku. Aku sangat merindukan mereka.

Aku belum pernah berkunjung kerumah Magda sepeninggal ayahnya, hal
ini yang selalu membayang-banyangi rasa bersalah.

Pucuk dicita ulam tiba. Sepertinya, semilir udara siang menyampaikan
relung renung hati kepada mantan kekasihku, Magdalena. Magdalena
menemuiku sore hari. Dia datang sendirian tanpa Mawar sebagaimana
sering dilakukan setelah"perceraian" aku dan dia. ( Bersambung)

Los Angeles. Oct 9,2008
Tan Zung

Baca Selengkapnya......

Dosenku Pacarku (49)


"Every Little Thing You Do"

Mau dengar lagunya, klik disini....

Hello, let me know if you hear me /Hello, if you want to be near /Let
me know /And I'll never let you go
Hey love /When you ask what I feel, I say love /When you ask how I
know /I say trust /And if that's not enough
[ Chorus ]
It's every little thing you do /That makes me fall in love with
you /There isn't a way that I can show you /Ever since I've come to
know you
It's every little thing you say /That makes me wanna feel this
way /There's not a thing that I can point to /'Cause it's every
little thing you do
Don't ask why /Let's just feel what we feel /'Cause sometimes /It's
the secret that keeps it alive /But if you need a reason why

Is it your smile or your /laugh or your heart? /Does it really matter
why I love you? /Anywhere there's a crowd, you stand out
Can't you see why they can't ignore you /If you wanna know /Why I
can't let go /Let me explain to you
That every little dream comes true /With every little thing you do
[ Chorus X2 ]

=========================== 48 =====================
Kembali suara ibu Rukiah memanggil Susan dan memberitahu jika air
panasnya telah tersedia. " Bang sebentar aku persiapkan permandian
mu." ucapnya sambil meninggalkan ku.( Bersambung)
============================================

Susan dan Rukiah memapah ku ke kamar mandi. Aku menolak ketika Susan
menanyakan bila aku perlu dibantu, meski sebenarnya aku membutuhkan
bantuannya, " Zung, perlu dibantu?" tanya Susan setelah Rukiah
meninggalkan kami.

Susan menggedor pintu setelah beberapa lama dia tidak mendengar
percikan air dikamar mandi. Entah kenapa tanganku kurang kuat
mengangkat gayung membasahi tubuh. Aku terduduk di kursi yang di
sediakan Susan, mengerang kesakitan. Dia menggedor ulang seraya
menyuruh ku membuka pintunya.

Buru-buru ku membasahi wajah "menutupi" kelopak mata yang
mengeluarkan cairan menahan sakit. Susan segera menahan tubuh ku yang
hampir terjatuh setelah pintu ku bukakan. " Aku tadi tanya kalau mau
dibantu, abang menolak," ujarnya kesal sambil mendudukan ku diatas
kursi.

" Susan, aku kedinginan," ujarku, menolak secara halus "uluran
tangannya" memandikan ku.Susan memapahku ke kamar tidur setelah melap
sebahagian tubuh ku. Susan tidak keberatan ketika aku mengajak pulang
dan mampir di"klinik" pak Ginting yang merawatku beberapa bulan lalu
ketika aku mengalami kecelakaan.

Susan heran dan enggan turun dari mobil ketika kami tiba di depan
rumah pak Ginting, " bang, kita kerumah sakit saja," ajaknya. Aku
jelaskan, bahwa pemilik rumah ini adalah " dokter spesial tulang"
yang telah merawat ku ketika mengalami dua kali kecelakaan.

Pak Ginting dan isterinya menyongsong ku ke halaman rumah sambil
membawa tongkat penyanggah. "Kenapa lagi kau nak?" tanya ibu Ginting
dengan wajah prihatin.

Aku menyuruh Susan meninggalkan ku setelah melihat rasa enggannya
masuk ke rumah pak Ginting, " Susan pulang saja, aku nanti diantar
pulang sama mereka," ujarku pelan ketika pak Ginting mengemasi
ramuannya di dapur.

" Pukul berapa abang aku jemput.?"
" Tidak usah dijemput, nanti aku ditemani sama pak Ginting, mungkin
aku sampai besok disini," ujarku kesal, suara ku agak meninggi.

" Tidak usah menginap nak, nanti malam juga sudah bisa pulang,"
sahut pak Ginting dari dapur.

Susan merasakan rasa dongkol ku, "abang kok marah,?" tanyanya pelan.
Pak Ginting menyela percakapan kami, sebelum aku menjawab Susan, "
Yang ini yang ke berapa nak ku," tanyanya ketawa dalam bahasa daerah,
sambil membawa obat ramuannya.

"Tellu/tiga pak," jawab ku ketawa. Aku teringat pertanyaan yang sama
diajukan pak Ginting, ketika Magdalena dan Mawar bergantian merawat
ku dirumahnya,dulu.

Ibu Ginting yang mendengar percakapan kami, menasehati ku ketika aku
mengatakan, Susan adalah "serap".

Dengan bahasa daerah, segera aku minta maaf kepada ibu atas
kelancangan ku meski itu hanya gurauan, sementara pak Ginting
tersenyum seraya mengurut kaki ku.

Aku menjerit kesakitan ketika pak Ginting mengurut kaki ku,
sementara Ibu terus mengajak ku ngobrol untuk mengalihkan rasa sakit.
Aku melihat wajah Susan meringis, manik-manik bening menetes dari
kedua matanya, tangannya melap peluh di wajahku.

Susan duduk diatas dipan setelah minta ijin dari pak Ginting. Dia
mengangkat kepalaku ke atas kedua pahanya sambil mengusap kening dan
wajahku.

Susan memegang erat tanganku ketika aku berteriak menahan pijatan
tangan pak Ginting. Sepertinya aku kehabisan nafas menahan rasa
sakit; "ini yang terakhir," ujar pak Ginting mengakhiri pijatannya.

Pijatan terakhir ini menguras habis tenaga ku. Aku terkulai lemah
diatas pangkuan Susan; dia tidak merasa sungkan menciumi ku seraya
menahan isak, dihadapan pak Ginting dan isterinya.

"Dia nggak apa-apa nak. Sakitnya hanya sebentar, biarkan dulu dia
tidur sejenak, " ujar pak Ginting kepada Susan yang masih terus
mengelus-elus kening dan pipi ku.
" Zung, kita pulang, tidur dirumah ya bang," bisiknya ke telingaku.

Pak Ginting kembali kedapur, dia menyeduh jamu, " nak, minum ini
untuk mengembalikan tenaga mu," ujarnya.

Sejam kemudian, pak Ginting mengijinkan aku pulang. Sebelum
meninggalkan "klinik", Susan berbisik menanyakan ku berapa yang harus
dibayar sebagai balas jasa pak Ginting. Susan menyalamkan ketangan
pak Ginting, duakali lipat dari jumlah yang aku sebutkan.( Bersambung)

Los Angeles. Oct 9,2008
Tan Zung

Baca Selengkapnya......