Dosenku Pacarku (60)


"Please Forgive Me"

Mau dengar lagunya, klik disini...

It still feels like our first night together/Feels like the first
kiss and/It's gettin' better baby/No one can better this/I'm still
holding on and you're still the one

The first time our eyes met it's/the same feelin' I get
Only feels much stronger and I/wanna love ya longer/You still turn
the fire on

So If you're feelin' lonely.. don't/You're the only one I'd ever want
I only wanna make it good/So if I love ya a little more than I should
Please forgive me I know not what I do/Please forgive me I can't stop
lovin' you
Don't deny me

This pain I'm going through/Please forgive me/If I need ya like I do
Please believe me/Every word I say is true/Please forgive me I can't
stop loving you
Still feels like our best times are together/Feels like the first
touch

We're still gettin' closer baby/Can't get close enough I'm still
holdin' on
You're still number one I remember/the smell of your skin
I remember everything/I remember all your moves
I remember you/I remember the nights ya know I still do

One thing I'm sure of/Is the way we make love/And the one thing I
depend on
Is for us to stay strong/With every word and every breath I'm prayin'
That's why I'm sayin'...

================= 59 ============
Magda tersenyum simpul, ketika aku keluar dari kamar mengenakan
pakaian hampir sama seperti yang dia kenakan, jeans dan t-shirt
warna, yang dia belikan waktu ulang tahun ku sebelum hubungan kami
putus. ( Bersambung)
===============================
Tiba-tiba namboru berceloteh dari dapur ketika aku dan Magda hendak
pergi, " Bah...pakaiannya sama, cantik sekali. Bapa nggak usah pakai
tongkatlah biar kelihatan gagah. Apalagi bergandengan dengan inang ku
itu." ujarnya cengengesan.

Magda setuju usulnya, " Iya, bang nggak usah pakai tongkatlah, nanti
aku bantuin kalau abang jalan."
Dia ngoceh lagi, " Jalannya, pelan-pelan saja bapa, biar kayak
pengantiiinnn...!"

Magda tersenyum mendengar ocehannya, sambil memegang lengan ku
melangkah keluar rumah. Magda permisi kepada namboru, " Iya..iya
inang, hati-hati di jalan, jaga bapa itu jangan sampai jatuh. Jangan
biarkan bapa main bola lagi."

Magda tak kuasa menahan ketawa mendengar "jabir'nya tante
ku, "Iya..iya namboru, aku jagain dia supaya nggak main bola dan
nggak mandi lagi di sungai."

"Abang cerita sama namboru, kalau kaki abang terkilir karena main
bola?"
" Iya, pengakuanku sama seperti kepada mami, hanya kepada Magda aku
berkata jujur." jawabku.

"Magda, sepertinya kaki ku sudah agak baikan. Biarkan aku yang bawa
motornya."
" Nggak ah, nanti aku dimarahin mami. Abang malu dibonceng iya.?"
tanyanya.

" Nggak...iya sudah, tapi nanti aku bisa pegangan di tubuh mu?"
" Terserah, tapi jangan salahkan aku kalau ibu Susan marah kepada
abang."

" Boleh mampir sebentar ke kantor ibu Susan? Aku ada yang perlu."
ujarku menguji hatinya.
" Serius ini, aku antar abang kesana.?"
" Magda berani?"
" Demi sahabat, aku antar sekarang, tak peduli kalau Susan marah."
Magda sungguhan, kami menuju kampus. Dia parkirkan motor agak jauh
dari kantor Susan.

" Ah...ternyata Magda takut juga, kok parkirnya jauh sekali, lagi,
manalah aku tahan jalan sejauh itu."
" Maaf bang, aku nggak sadar kalau kaki masih sakit. Aku bukan takut,
aku juga mau pergi dengan abang menemuinya."

Magda parkir persis depan kantor Susan. Tak merasa canggung, Magda
menuntunku ke depan ruangan Susan. Magda mengetuk ruangan Susan, tak
ada jawaban. Sebenarnya, aku tahu, saat itu Susan nggak ada di
ruangannya, hari ini dia masuk kantor pada siang hari. Aku hanya
menguji keberaniannya.

" Kita pulang saja, mungkin dia masih dirumah," ujar ku.
" Mau aku antar ke rumahnya,?" ucap Magda nantang.
" Nggak usah, rumahnya terlalu jauh, kakiku teras pegal,"ujar ku
berdalih.

" Bilang saja, abang ketakutan."
"Iya, aku takut. Soalnya kita masih mahasiswanya. Kecuali sudah
tamat, aku nggak perduli."

" Kalau abang takut, kenapa ngajak aku mengantarkan abang kesini.?"
" Aku hanya menguji keberanian dan kesetiaan seorang sahabat."
"Sesudah itu apa.?"

" Iya itu, yang aku bilang tadi malam di " hall way" itu.!"
"Nggak ada hal lain yang dibicarakan bang.?"
" Nggak ada, selama aku bersama dengan mu, iya pembicaraan seputar
disitu saja."

" Ayo bang, pulang, atau abang naik "sudako" (*) saja," ucapnya
ketawa.
" Nggak ah... sama saja kita , nanti kamu habisi ikan arsik ku."
ucapku.Aku minta kunci motor dari Magda," Nanti kalau sudah diluar
kampus, kamu yang bawa.

Aku malu dilihatin orang, kok lelaki dibonceng sama perempuan."
ujarku. Magda menolak memberi kunci, karena kaki ku belum pulih
sempurna.

Aku membujuknya, akhirnya dia menyerahkan kunci motornya.
Magda terus menyuruh ku berhenti setelah keluar dari kampus, "bang,
akulah yang bawa," bujuknya.
Aku meneruskannya, dia mencubit paha dan pingganku supaya aku
berhenti, aku tak memperdulikan, hingga akhirnya dia diam sendiri.
***
Maminya mengomel kepada Magda setelah melihat aku membawa
motor, "Kenapa bukan kau inang yang bawa motornya, kaki ito mu masih
sakit." ujarnya setelah kami tiba teras rumah.

Magda bertolak pinggang sambil mengomel," Apa tadi aku bilang hah..!?
Abang "jugul", senang kalau aku diomelin terus sama mami..!" ujarnya,
sambil mencubit lenganku kuat, perih.

"Abang , jalan sendiri saja, aku nggak mau bantuin." katanya kesal
sambil melepaskan tangannya dari lengan ku.

" Ya tertindas lagi, nggak cukup di cubit, sekarang dibiarkan jalan
sendiri. Pada hal, Magda yang melarang ku membawa tongkat, kini tak
aku tak diperdulikan.!" keluh ku.

Magda tak tega mendengar keluhan ku, dia membantu ku tetapi berpura-
pura marah, " makanya jangan bandal, dengar omongan orang biar jangan
ditindas," ujarnya tersenyum sambil melingkarkan tanganku ke
pinggangnya.

" Oya...ya..ya.. aku dibantu tapi dibawah tekanan, repressive."
ucapku.

Magda goyang-goyang kepala mendekatkan wajahnya ke wajah ku," sejak
berteman dengan ibu Susan, otak abang dijejalin apa iya? Kok mengeluh
melulu.!?.( Bersambung)

Los angeles, October 16,2008

Tan Zung

(*) Sudako: sejenis mobil kecil yang berfungsi angkutan umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar