Boasa dung Saonari
(Dewi Marpaung)
Mau dengar lagunya, klik disini...
Ditonga ni borngin i, hundul ma sasada ahu/Hu ida bulan i tung mansai
uli..ho. hooo( Ditengah malam, aku duduk sendirian/Aku melihat
rembulan indah nian ..hoo)
Tung tompu mai muse naso panagaman ki/Huida rupami dibulan i da hasian
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga/ Aku melihat wajahmu di rembulan
oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu/Holong ni rohami, alai ndang
hujakhon i( Padahal dulu engkau berkata jujur padaku/Akan cinta
kasihmu, namun aku tak berterima)
reff:
Boasa ma dung saonari ito dung sirang ma au sian ho/Tubu holong di
rohangki tu ho ito haholongan
(Mengapa kini, setelah aku berpisah denganmu/tumbuh rasa cintaku pada
mu kekasih ku)
Aut boi ma nian ulahan ta i muse/Masihol au ito, malungun ahu tu ho
(Andaikan kita dapat mengulang kembali/Aku rindu pada mu, sangat
merindukan mu)
Tung tompu mai muse naso panagaman ki/Huida rupami dibulan i da hasian
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga/ Aku melihat wajahmu di rembulan
oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu/Holong ni rohami, alai ndang
hujakhon i ho..wooo( Pada hal dulu engkau berkata jujur padaku/ Akan
cinta kasihmu, namun aku tak berterima)
================ 50 ==================
Magdalena menemuiku sore hari. Dia datang sendirian tanpa Mawar
sebagaimana sering dilakukan setelah"perceraian" aku dan dia. (
Bersambung)
=========================================
Bibi mendatangiku ke kamar, memberitahukan kalau Magdalena ada
diruang tamu. Segera aku bergegas, melompat dari tempat tidur. Aku
lupa bahwa kaki ku belum dapat berdiri sempurna. Aku membekap mulut
ku menahan suara teriakan karena rasa sakit.
Aku kembali merebahkan tubuh ku keatas tempat tidur, sementara bibi
berdiri kebingungan melihat penderitaan ku. Bibi segera keluar dari
kamar untuk mengambil air minum, setelah melihat peluh mulai
membasahi wajah ku. " sebentar bapa, aku mengambilkan air," ujarnya
meninggalkan ku.
Sayup, aku mendengar suara Magda," kenapa si abang, bu,? tanyanya.
Bibi terus melangkah ke dapur, tanpa menjawab pertanyaannya. Aku
melihat bayangan Magda di pintu kamar, tetapi dia enggan masuk ke
kamar menemuiku.
Dia bertanya ulang kepada bibi ketika membawa secangkir air putih.
Magda mengikuti bibi dari belakang, kemudian berlutut disi tempat
tidur ku. Magda mengambil cangkir dari tangan bibi, menyodorkan
perlahan ke dalam mulut ku.
Bibi segera meninggalkan kami berdua dan menutup pintu kamar. Aku
melihat wajah Magda sedikit kuyu, sementara tubuhnya dibungkus dengan
pakaian sederhana. Diatas tempat tidurku, terbata-bata aku
menyampaikan terimakasih atas bingkisannya kepada ibu ku, mama
tuanya.
Magda diam tak menyahuti ku, kecuali menatapku sendu. Aku mengulangi
ucapan terimakasih ku sambil memberanikan diri memegang tangannya di
sisi pembaringanku.
Magda menyambut tangan ku, tangannya dingin sedikit bergetar dan
berujar, " Bang, aku tadi ketemu dengan ibu Ginting di pasar
Peringgan. Ibu itu cerita kalau abang mengalami kecelakaan. Siapa
perempuan teman mu kesana bang? Ibu Susan ya?.
Magda mengulang pertanyaan yang sama, ketika mulutku diam membisu.
Pertanyaannya menohok jantung ku, tak ada lagi alasan untuk " make up
story". Magda mendapat sumber dari orang pertama, selesailah aku
sudah.
Tetapi kenapa Magda menaruh perhatian atas hubunganku dengan Susan?.
Terganggukah dia atas jalinan kasih ku dengan Susan. Kalu iya,
mengapa ? Aku akan mengaku jujur, ingin melihat reaksinya dan
barangkali disitu jawabannya, pikirku.
" Iya, aku dan ibu itu ke kebunnya. Ketika Aku dan Susan mandi di
sungai, tak senganja kaki ku terbentur dengan batu kermudian
terpelintir sebelum aku jatuh."
" Abang dan Ibu Susan mandi bersama di sungai? Sungai mana bang?"
tanyanya seraya mengeritkan keningnya.
" Sungai tempat kita dulu pergi beramai-ramai dengan kawan-kawan
kelompok belajar .!"
Magdalena menghela nafas panjang mendengar pengakuan"jujur" dari
mulut ku. Mata ku tetap menatapnya, ingin melihat reaksi lanjutan.
" Baru beberapa hari lalu, abang mengatakan mau meninggalkan ibu itu,
kok malah abang semakin nggak karuan. Memang abang serius dengan ibu
itu? Abang nggak takut di tuduh perusak rumah tangga orang.?" ujarnya
dengan wajah serius sembari memperbaiki posisi ke palaku diatas
bantal.
" Magda, untuk yang terakhir kali dari "kekonyolan ini", tolonglah
aku. Aku jujur, aku mencintainya setelah pengakuan ibu Susan kemarin
malam.!"
"Abang tidur dirumah ibu Susan.?" tanyanya dengan suara tertahan.
" Iya, aku akan ceritakan nanti, kenapa pikiranku berubah sejak
pertemuan aku, Mawar dan Magda beberapa hari lalu."
Magda, aku lapar, boleh aku minta tolong beli makanan atau kita pergi
bersama, kalau Magda nggak keberatan. Segera dia memotong
percakapanku, " Ibu Susan yang keberatan," jawabnya nyinyir.
" Dia kan nggak tahu,?"
" Jadi abang ketakutan sama ibu Susan jika kita jalan bersama.?"
" Nggak tahulah, belum pernah ketangkap basah pergi dengan perempuan
lain,!" jawabku seadanya sambil terus melihat reaksi di rawat
wajahnya.
" Iya sudah, abang pergi saja dengan dia, kenapa ngajak aku.?"
Aku melihat, Magda mulai menunjukkan ketidak senangannya mendengar
atau "bersentuhan" dengan nama Susan. "Pengalaman" ku dan Susan di
sungai yang mendatangkan "malapetaka" di kakiku, menimbulkan
inspirasi menghadapi Magda, setidaknya saat dia dalam kamarku.
Betapaun derasnya arus sungai menerjang batu, tak pernah
mendatangkan " api atau panas", aliran sungai meliuk, tetap dingin
setelah berbenturan dengan batu. Aku mainkan jurus itu. Aku melihat
Magda mulai "membatu"
" Magda, sudah lama sekali aku tak pernah ketemu inang uda dan
Jonathan, aku merindukan mereka. Masihkan aku boleh berkunjung
kerumah mu.? tanyaku pelan.
Magda menolehku, tatapan dan wajahnya kini berubah drastis, tak lagi
seperti beberapa menit yang lalu, wajahnya kembali kepada "warna
asli", lembut.
" Sejak kepergian papi, mami dan Jonathan selalu menanyakan abang."
"Kenapa Magda nggak pernah bilang sama aku ? Lalu apa jawabmu sama
mereka?"
" Aku bilang , abang sibuk mempersiapkan skripsi mu.!"
Ah..masuk nih...pikirku. "Kok, kamu tega benar. Magda harus bisa
membedakan urusan kita dengan keluarga mu. Betapapun tersiksanya
Magda karena "kekejaman ku", semestinya Magda harus
menyampaikan "kerinduan" mereka. Aku tahu, Magda masih membenci ku
hingga kini. Tapi tidak dengan inang uda dan Jonatahn.
" Iya, maaf bang. Kalau mau, sekarang kita kerumah, tetapi bagaimana
dengan kaki abang?"
Semangatku pulih seketika mendengar ajakannya, tak percuma mandi
disungai meski medatangkan malapetaka, dari sana inspirasi ku
muncul "melumpuhkan" hati mantan kekasihku. Oh...sungai. selesai.
Los Angeles, October 9, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (51)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar