"My Girl"
Mau dengar lagunya, klik disini....
I've got sunshine on a cloudy day. /When it's cold outside I've got
the month of May. /I guess you'd say
What can make me feel this way? /My girl (my girl, my
girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).
I've got so much honey the bees envy me. /I've got a sweeter song
than the birds in the trees.
I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl,
my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).
Hey hey hey /Hey hey hey /Ooooh.
I don't need no money, fortune, or fame. /I've got all the riches
baby one man can claim.
I guess you'd say /What can make me feel this way? /My girl (my girl,
my girl) /Talkin' `bout my girl (my girl).
===============49 ==========
Sebelum meninggalkan "klinik", Susan berbisik menanyakan ku berapa
yang harus dibayar sebagai balas jasa pak Ginting. Susan menyalamkan
ketangan pak Ginting, duakali lipat dari jumlah yang aku sebutkan. (
Bersambung)
=============================
Aku membujuk Susan, supaya aku diantar langsung pulang kerumah,
tetapi dia menolak, " Nggak bang, malam ini abang tidur dirumah ku.
Besok pagi aku antar pulang sekalian aku ke kantor."
Semalaman Susan mendampingi ku tidur, sebelum aku dan Susan tidur
terlelap, aku mengutarakan rencana pulang ke kampung sebelum maju ke
meja hijau. Susan menolak rencanaku dengan dalih, persiapan meja
hijau, " kenapa nggak setelah wisuda saja pulang kampung.?"
" Aku sangat rindu kepada orangtua dan adik-adik ku."
" Kapan ? Rencana berapa lama dikampung.?"
" Besok lusa. Hanya dua minggu, " jawabku.
" Zung, itu terlalu lama. Abang harus benar-benar persiapkan diri,
lagi, kaki abang belum pulih."
" Bilang saja, Susan nggak tahan menanggung rindu. Dua minggu serasa
dua tahun..."
" Iya..., abang sudah tahu, kenapa masih tega pergi terlalu lama.
Memang seminggu rindunya belum puas kepada orangtua.?"
" Kenapa nggak ikut saja Susan, seharian bisa "lengket" terus," ujar
ku bergurau.
" Zung, aku mau, tetapi aku nggak bisa meninggalkan pekerjaanku.
Abang sendiri dulu kali ini, tetapi janganlah dua minggu, seminggu
saja iya bang, " bujuknya sambil memeluk ku dalam pembaringan.
****
Susan menghantarkan ku pulang kerumah setelah mampir ke ruangannya di
kampus. " Telephon aku, pukul berapa abang berangkat, nanti aku antar
ke terminal," ujarnya sebelum meninggalkan ku dipintu rumah kost.
Ibu kost yang adalah bibi/namboru jauh, heran melihat tongkat
menopang kakiku yang sedang dalam proses perawatan. Bibi mengelus
kepala dan pipiku, " Kenapa kakinya ? Bapa kecelakaan.?" tanyanya.
" Bukan, kaki ku keseleo waktu main bola," jawabku berbohong.
" Siapa tadi yang ngantar.?"
" Ibu Susan," jawabku singkat sambil memasuki kamar ku.
" Bah, bapa main boila dengan ibu Susan,..hahaha..!?" ucapnya
diiringi tawa.
Oalah...kalau bukan bibiku sudah aku maki dia, sok tahunya, aku nggak
tahan.
Baru aku menutup pintu kamar, bibi menemuiku, " bapa, perempuan yang
datang minggu lalu itu, membawa bungkusan , katanya oleh-oleh untuk
eda/ kakak dikampung. Kok bapa mau pulang nggak beritahu bibi.? Kapan
mau pulang? tanyanya sambil memberikan bungkusan.
Aku terkesima membaca tulisan yang tertera diatas kertas bingkisan
tertulis: " Untuk mama tua". Pengirim," Magdalena". Aku menghempaskan
tubuh ku diatas tempat tidur. Dalam pembaringan aku merenung
ulang "kekejamanku" terhadap Magda.
Bingkisannya menimbulkan tanya yang tak dapat aku jawab. Gerangan apa
yang mendorong hati Magda menitipkan bungkusan kepada ibu ku? Sama
seperti dia lakukan ketika aku masih "terikat" cinta dengannya.
Dulu dia menitipkan bingkisan ke ibuku tanpa ada tulisan, polos.
Magda hanya menitipkan melalui ku melalui pesan "verbal". Kenapa
sekarang, dia menyebutkan ibuku, mama tua.?
Aku segera mengalihkan pikiran ku dari sejumlah rekaan; diataranya,
kemungkinan aku dan dia akan bersatu kembali. Sejak aku tiba, hingga
sore aku tergeletak diatas tempat tidur. Aku tak bergairah keluar
kamar, meski bibi berulangkali memanggilku untuk makan siang.
Kalau saja rumahku dekat dengan perhentian angkutan umum, ingin
segera menemui Magdalena kerumahnya. Aku ingin mencium keningnya, tak
peduli kalau dia akan menolak bahkan menampari ku sepuasnya.
Hati semakin tersiksa mengenang jalinan kasih yang kami jalani kurang
lebih lima tahun. Aku mengenang kebaikan hati inang uda - maminya
Magda- dan Jonathan, adik satu-satunya yang sangat simpatik kepada
ku. Aku sangat merindukan mereka.
Aku belum pernah berkunjung kerumah Magda sepeninggal ayahnya, hal
ini yang selalu membayang-banyangi rasa bersalah.
Pucuk dicita ulam tiba. Sepertinya, semilir udara siang menyampaikan
relung renung hati kepada mantan kekasihku, Magdalena. Magdalena
menemuiku sore hari. Dia datang sendirian tanpa Mawar sebagaimana
sering dilakukan setelah"perceraian" aku dan dia. ( Bersambung)
Los Angeles. Oct 9,2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (50)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar