Dosenku Pacarku (42)


"Help Me Make it Through the Night"

Mau dengar lagunya, klik disini...

Take the ribbon from your hair/Shake it loose, let it fall/Lay it
soft against my skin/Like the shadow on the wall

Come and lay down by my side/Till the early morning light/All Im
taking is your time/Help me make it through the night
I dont care whats right or wrong/I wont try to understand/Let the
devil take tomorrow/cause tonight I need a friend

Yesterday is dead and gone/And tomorrows out of sight/And its sad to
be alone/Help me make it through the night
I dont care whats right or wrong/I wont try to understand/Let the
devil take tomorrow/cause tonight I need a friend

Yesterday is dead and gone/And tomorrows out of sight/And its sad to
be alone/Help me make it through the night
I dont want to be alone/Help me make it through the night

================ 41 ========
Ayah kembali memelukku, "oh iya..sayang, " jawabnya sambil memangku
ke tempat tidur, seperti ayah lakukan ketika aku belum beranjak
remaja. (Bersambung)
==========================

Ah...bang, aku kok jadi ngelantur. Zung...ketika kesedihanku mulai
pulih sepulang dari California, ibu menyuruhku membuat lamaran ke
Universitas tempatku meraih sarjana. Aku menanyakan ibu, dari mana
tahu informasi kalau universitas itu menerima tenaga pengajar.

Menurut ibu, om Hendra menghubungi rekannya di kampus. Aku nggak
habis pikir kenapa om Hendra begitu besar perhatiannya kepada ibuku.
Beberapa minggu kemudian, aku dipanggil rektorat untuk interview.

Zung...aku lulus, aku diterima, sejak saat itulah aku menjadi tenaga
pengajar disana, mengajarmu dan Magda, ujarnya tertawa menatapku.
" Om Hendra itu siapa,"tanyaku.
" Dia teman sekantor dan junior almarhum ayahku."
" Sudah punya isterikah dia.?"

" Iya, tetapi isterinya meninggalkannya, karena om Hendra mengalami
kecelakaan di Tokyo."

" Sekarang dimana om Hendra itu, jadi dia menikahi ibumu.?"
Susan terdiam mendengar pertanyaanku, kemudian perlahan dia
berujar, " bang dia sekarang di London, dialah suamiku sekarang.!"

" Astagafirulah... jadi dia yang namanya Hendra ketika kita bertemu
di bar beberapa waktu lalu.?"

" Iya..dialah suamiku. Zung, tadinya aku berfikir kalau Hendra mau
menikahi ibuku. Ketika aku kuliah di California, ternyata uang
simpanan ayahku tidak cukup menopang uang kuliah dan kehidupan sehari-
hari. Padahal sebelum aku berangkat kembali ke California, aku telah
setuju kalau rumah peniggalan ayah dijual. Tetapi, om Hendra
menghalangi ibu menjual rumah.

Dia berjanji mau membantu seluruh biaya selama aku kuliah di
California. Aku juga baru tahu setelah aku mendesak ibu, kenapa om
Hendra begitu baik dan penuh perhatiaan terhadap aku dan ibu,
sementara keluarga dekat ayahku tak pernah memperhatikan kami.!?"

"Jadi, Susan menikah karena balas jasa.?"
" Kurang lebih demikian, bang.?"

" Kini, kenapa Susan masih mau menjalin hubungan dengan orang yang
bukan suamimu? Bukankah Susan telah memiliki semuanya.?"

" Tidak bang, aku belum memiliki semuanya. Aku memang memiliki materi
lebih dari cukup, tetapi bukan dengan bathinku.?"

" Maksud mu.?"
" Aku menderita batin. Suamiku tidak pernah memberiku nafkah batin.
Dia tidak "mampu" bang.!" ujar Susan suaranya melemah diiringi
linangan air mata. Kembali Susan mendekapkan wajahnya keatas dadaku,
sesunggukan.

" Sejak kapan suamimu tidak pernah memberi nafkah batinmu, Susan.?
" Sejak aku menikah dengannya.!"
" Jadi Susan..?"
Segera Susan memotong pertanyaanku, " Iya Zung....aku masih gadis.!"
akunya.

" Susan, kamu menikah tanpa pernah kawin? Ibumu tahu nggak masalahmu
ini.?"
" Entahlah, tetapi aku tak pernah bercerita kepada ibu. Aku tak mau
membebani pikirannya.!" seraya menambahkan, Zung, belakangan ini
suamiku ingin membawaku pulang kerumah ibu dengan pembagian harta
lebih dari cukup, tetapi aku tak mau, nggak tega. Kelak ada waktu
yang tepat.

" Aku nggak habis pikir, maaf, kalau aku terlalu jauh. Sebelum
menikah, apakah om tak pernah memberitahu "kelemahan"nya.

Susan menggelengkan kepalanya dan memohon, " bang...sudahlah..aku
semakin tersiksa."

" Baik Susan, aku tidak akan menyinggung masalah keluargamu lagi,
cukup. Tapi kalau boleh tahu, tadi Susan mengatakan bahwa suamimu
pernah kecelakaan di Tokyo. Kecelakaan apa.?"

" Zung, pada malam pertama pernikahan kami, dia menangis dan minta
maaf setelah melihatku sangat terpukul. Dia menceritakan perihal
kecelakaanya di Tokyo. Zung..., malam itu,aku sangat marah dan
menyesali hidupku. Aku tak terpikir kalau malam pertama bagiku, hanya
disuguhin "dongeng" pengantar tidurku....uhch. (Bersambung)

Los Angeles, September 24, 2008

Tan Zung




Tidak ada komentar:

Posting Komentar