Dosenku Pacarku (44)


"I finally found someone"

Mau dengar lagunya, klik disini...

I finally found someone /finally found someone/That knocks me off my
feet
I finally found the one /That makes me feel complete/It started over
coffee/We strated out as friends
It's funny how from simple things /The best things begin

This time is different/And it's all because of you /It's better than
it's ever been /'Cause we can talk it though
My favouite line was /"Can I call you sometime" /It's all you had to
say /To take my breath away

This is it, oh I finally found someone /Someone to share my life /I
finally found the one /To be with every night
'Cause whatever I do /It's just got to be you /My life has just
begun /I finally found someone/ Did I keep you waiting? I didn't
mind /I apologise, baby that's fine /I would wait forever just to
know you were mine

======================== 43 ====================
Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, aku semakin "ngeri" mendengar
tuturan kisahnya, Susan masih gadis uuhh. Rasanya aku segera pulang,
sebelum aku melanggar "perintah ketiga ibu"ku; "unang ho olo
paurakhon boru-boru naso ugasanmu".(Bersambung)
================================================

" Susan, tadi aku sudah sepakat, tidak akan menceritakan kisah
keluarga mu kepada siapapun. Tetapi aku terinspirasi mau menuliskan
cerita mirip dengan kisahmu ini dikoran tempatku "nyambi" ? Selama
ini ini pemimpin redaksi selalu mengenyekku reporter "nekat".


Sebab, setiap laporan yang aku kirim, selalu bebenturan dengan
pejabat pemerintah, iya.. mengenai penyelewengan dan penipuan uang
rakyat di kabupaten tempat aku dilahirkan. Sehingga, orangtuaku pun
terancam di kampung.

Aku ingin menulis cerita ini, karena sangat menarik, sekaligus
menunjukkan kepada redaktur, bahwa akupun mampu menulis cerita yang
mengharubirukan. Aku, sebenarnya bisa menuliskan cerita asmaraku
dengan Magda, tetapi ceritanya terlalu umum, beda dengan kisahmu.
Bagaimana Susan setuju.?"

" Terserah abang, kalau itu untuk kebaikan profesimu. Tetapi tolong
bang, jangan menyebut namaku dan suamiku. Juga, jangan terlalu persis
sama alur ceritanya."

"Terimakasih Susan, sebenarnya, profesi ku bukan wartawan. Selama ini
aku mau menulis dikoran hanya jika rakyat kecil "disiksa dan diperas"
pejabat negara ini. Hanya lewat medialah aku bisa "berteriak". Tak
sedikitpun aku berniat jadi wartawan, aku ingin menjadi akuntan
publik, sesuai dengan jurusanku."

" Zung, aku sudah capek, aku mau tidur. Atau kita tidur disini
saja.?" tanyanya.

Aku setuju usulannya. Aku dan Susan berbaring berhimpitan di
sofa"bersejarah" itu. Susan benar-benar kelelahan, dia tertidur pulas
disampingku, sementara pikiranku kembali mengurut ceritanya sejak
awal hingga akhir. Karena perasaan iba, sesekali aku menempelkan
pipiku ke pipinya yang sedang terbaring pulas.

Sebelum aku tertidur, aku memangku Susan kekamarnya, meninggalkan
dia tidur sendirian. Aku membujuk mataku agar rela terlelap, tetapi
tak kunjung redup. Tak mau diajak kompromi dengan syaraf otakku yang
terus terganggu dengan tragedi Susan.

Akhirnya setelah menjelang subuh, keletihan seharian melumpuhkan
kebengalan syarafku, aku lelap. Aku merasakan sepasang bibir
menyentuh keningku, "Zung..bangun sudah pukul sembilan. Tadi pagi
abang mengingau, abang mimpi apa,? tanyanya.

" Oh..iya..aku bermimpi, tapi aku tak mengerti maknanya." ujarku,
masih meringkuk dalam sofa.
" Zung, serius nih!? Ayo bang ceritakan..." desaknya, Susan duduk
disiku.

Aku, bersamamu mengarungi samudera luas, aku dan Susan berenang
mengikuti riak dan gelombang, hingga akhirnya kita kelelahan.
Gelombang besar menggulung dan menghempaskanku dan Susan ketepi
pantai penuh batu-batuan.

Diantara sisa-sisa tenagaku yang hampir tiada, satu Sosok yang tak
pernah aku kenal, mendekatiku serta mengulurkan tangannya kearahku.

Aku sambut tangannya yang kokoh bening bagai batu pualam. Aku meraih
tanganmu yang dingin hampir membeku, tetapi aku tak berdaya. Sosok
itu menjangkau tubuhmu dan mengangkatnya berdampingan dengan tubuhku
dalam pangkuannya.

Sosok melangkah menjauhi pantai berbatuan tempat kita terdampar. Dia
menaruh tubuhku dan tubuhmu diatas pasir putih kemilauan diterpa
sinar mentari dari ufuk barat. Aku meraih pergelangan kakinya, ketika
Sosok beranjak meninggalkan kita.

Aku mengiba dengan suaraku hampir tak terdengar karena kerongkonganku
kering kerontang, " jangan tinggalkan aku dan sahabatku terbaring
diatas pepasiran, sebentar bila badai tiba, aku dan dia akan
terhempas ketengan samudera luas nan ganas. Bawalah aku dan sahabatku
dari hamparan pasir kering dan menyengat ini," ibaku.

Bibir sang Sosok merekah dan sinar kedua matanya bagai cahaya metari
diufuk timur, mengangkat tubuhku dan tubuhmu dalam pangkuannya.
Dengan kakinya yang kokoh melangkah pasti menyelusuri pinggiran
pantai...."

" Terus...kita dibawa kemana?"desaknya.
" Mimpiku terputus karena Susan buru-buru membangunkanku. Andaikan
saja, kamu membiarkan aku meneruskan tidurku barang sepuluh menit
lagi, pastilah aku tahu kemana kita akan dibawa."

" Oalah...mimpi abang kok tangung-tanggung." ujarnya sedikit kecewa.
Susan bangkit dari sisiku sambil menarik selimutku, " ayo bang
bangun."
" Susan, tadi malam aku nggak pakai selimut. Siapa yang
menyelimutiku ? "
" Aku bang.!"jawabnya.
" Kok tega, Susan membiarkan aku tidur sendirian di sofa.?"

" Zung..sudah, nggak usah banyak cakaplah. Entah siapa pula
memindahkan aku kekamar dan meninggalkanku sendirian...nih abang
mandi." ujarnya sambil melemparkan handuk kewajahku.

Aku dan Susan ketawa bersamaan menyambut kesejukan pagi, sesejuk hati
dua insan yang sedang menyemai bibit asmara. Aku menggoda Susan,
mengajak mandi bersama--padahal aku lihat dia sudah mandi dan
berdandan rapi, "Susan, ayo temani aku mandi." ajakku.

Susan tidak menanggapiku, hanya senyum sambil setengah
berteriak, "Zung...buruan aku sudah lapar." ( Bersambung)

Los Angeles. September 25, 2005
Tan Zung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar