"All Out Of Love"
Mau dengar lagunya,klik disini...
I'm lying alone with my hand on the phone/Thinking of you till it
hurts/I know you're hurt too/But what else can we do? Tortmentedr and
torn apart/I wish I could carry/Your smile in my heart/For times when
my life seems so low
It would make me believe/What tomorrow could bring/And today doesn't
really know,/Doesn't really know...
*) I'm all out of love/I'm so lost without you/I know you were
right/We're leaving for so long/I'm all out of love/What am I without
you/I can't be too late/To say that I was so wrong...
I want you to come back and carry me home/Away from these long,
lonely nights
I'm reaching for you/Are you feelin' it too/Does a feeling seem oh so
right
But what would you say/If I call on you now/To say that I can't hold
on
There's no easy way/Think it's harder each day/Please love me or I'll
be gone..
*)
Oooh - what are you thinking of/What are you thinking of/What are you
thinking of/What are you thinking of.....
*)
Out of love baby/Out of love/So wrong baby/Oh so wrong baby/So out of
love/I'm all out of love
Out of love baby/Out of love darling/All out of love....
=============== 40 =======
Aku segera" bangkit dari kubur nestapa" ini. Aku tak mau dijerat masa-
masa lalu, aku harus mengayunkan langkah menyongsong matahari terbit.
( Bersambung)
========================
Zung..aku nggak habis pikir, kenapa perilaku beberapa saudara ayahku
begitu cepat berubah. Ketika ayah masih hidup, hampir setiap minggu
mereka mengunjungi kami. Aku juga tahu, kalau ayah membantu biaya
sekolah saudara sepupuku dan membantu usaha bibiku yang hampir
bangkrut.
Menurut ibu, setelah kepergian ayah, tak seorangpun sepupuku
mengunjungi ibuku, juga keluarga dari pihak ayah, kecuali om dan
tante dari pihak ibuku. Mereka tega membiarkan ibu sendirian
menanggung kesedihan, sementara aku jauh dari ibu.
Memang, jauh sebelum ayah mengalami kecelelakaan yang mengakibatkan
kematiannya, ibu telah merasakan dinginnya hubungan dengan pihak
keluarga ayah.
Bang...aku masing ingat ketika ayah masih hidup, ibu juga sudah lama
menderita akibat ulah saudara ayahku, tetapi ibu selalu menutupi.
Sekuat-kuat ibu menyimpan derita dan tangis, heningnya malam
menghantarkan derita ibu ketelingaku.
Malam, ketika ibu sendirian dikamarnya-- ayah pulang agak larut malam-
-aku mendengar suara Ibu menahan tangis. Kebetulan saat itu aku belum
tidur, karena aku sedang belajar menghadapi ujian semesteran.
Hatiku gundah, segera menghampiri kamar ibu. Perlahan aku membuka
pintu, aku khawatir ibu mengetahui kedatanganku. Diam-diam aku
duduk bersimpuh disampingnya yang sedang berdoa khusuk masih diiringi
isak tangis.
Ibu tidak menyadari kalau aku berada disampingnya, sambil menahan
tangisku. Aku mendengar jeritan lirih dalam doanya. Ibu memohon
kebaikan Allah agar memberi seorang anak lelaki. Aku terhenyak
mendengar doanya, hatiku semakin teriris. Mustahil ibuku dapat
melahirkan karena usia.
Zung...aku tak tahu peradaban mana yang mewajibkan rahim wanita
harus melahirkan seorang lelaki. Usai ibu berdoa, dia kaget melihatku
duduk bersimpuh disampingnya sambil sesugukan.. Ibu memelukku hangat
dan berujar, " Susan, kenapa kamu berada disini. Ibu hanya berdoa
untuk keselamatan ayah, aku dan kau boruku/putriku."
Aku menciumi ibuku, kemudian dalam tangisku menatap bola matanya, "
Aku telah mendengar doa ibu. Aku cukup mengerti derita ibu dan ayah.
Ibu menangisi nasib karena aku tak punya adik atau kakak lelaki,
bukan?"
Ibuku menangis semakin menjadi-jadi sambil memelukku erat sekali.
Kami berpelukan haru disaksikan foto ayah yang tergantung didalam
kamar itu. Akhirnya ibuku mengaku jujur terhadapku, kalau seluruh
keluarga ayah menyarankan agar ayah menikah lagi.
Zung, aku kaget luarbiasa mendengar pengakuan ibu. Aku tak dapat
menahan rasa amarahku hingga aku terkulai lemas dipangkuan ibuku.
Ibuku berteriak dikehiningan malam, memanggil nama Allah.
Aku merasakan jeritan hati ibu yang terdalam, mana kala ada
sekelompok orang yang menyebut dirinya keluarga, ingin merampas ayah
dari tengah kehidupanku dan ibu.
Aku dan ibu letih menangisi bengisnya peradaban, kami terlelap dalam
tidur, hingga ayah membangunkanku sepulang dari pekerjaannya. Ayah
heran melihat aku ada dikamarnya.
Ayah menciumku, kemudian menggendong pindah kekamarku. Sejak aku
duduk di es-em-a, aku tidak pernah lagi tidur bersama ayah dan ibu.
Aku merasakan dekapan ayah ketika memangkuku.
Aku tak dapat menahan tangisku ketika melihat wajahnya, aku peluk
ayah sangat erat sembari berucap, " ayah jangan tinggalkan Susan dan
ibu...ayah..tetaplah bersama kami." tangisku tak berhenti sambil
menciumi ayah.
Ayahku heran mendengar bujukanku dalam tangis. " Tidak sayang, ayah
tidak meninggalkanmu dan ibu. Aku kemalaman karena ada rapat
mendadak, ada pemeriksaan dari Jakarta. Ayah..tidak kemana-mana
sayang," balas ayah.
"Iya aku percaya ayah. Tetapi Susan sudah tahu, kalau ayah disuruh
nikah lagi oleh om dan tante, saudara ayah."
Ayah merangkulku, dan menciumiku pipiku. Ayah membenamkan wajahku
diatas dadanya dan berujar, "Susan, percayalah pada ayah. Kalau mau,
tanpa disuruhpun ayah dapat melakukannya."
Seketika, aku mengangkat wajahku dari dekapannya, dan melonjak
bagaikan mendapat hadiah tak ternilai. Aku cium ayahku sambil tertawa
diiringi airmata kebahagiaan. " Sungguh...! ayah....tidak mau
meninggalkan Susan dan Ibu.?"
" Iya sayang, ayah tidak sebodoh apa yang mereka pikirkan." jawab
ayah sambil menuntunku kembali kekamar menjumpai ibu yang sedang
tertidur.
Bersamaan, ayah dan aku memeluk ibu, ternyata dia masih terjaga,
airmatanya masih mengalir di wajah sendu ibuku. Ibu menyambut
pelukanku dan ayah, kini kami tanpa tangisan. Ibu menciumku dan ayah
bergantian.
Malam itu, aku tak mau tidur sendirian, " malam ini aku mau tidur
dengan ayah dan ibu, boleh kan,?" tanyaku. Ayah kembali
memelukku, "oh iya..sayang, " jawabnya sambil memopongku ke tempat
tidur, seperti ayah sering lakukan ketika aku belum beranjak remaja.
(Bersambung)
Los Angeles, September 24, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (41)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar