Dosenku Pacarku (81)


" I Surrender"

Mau dengar lagunya, klik disini...
oh oh mmm
There's so much life I've left to live/And this fire's burning
still/When I watch you look at me/ I think I could find the will/To
stand for every dream/And forsake the solid ground
And give up this fear within/Of what would happen if they ever
knew/I'm in love with you

*) 'Cause I'd surrender everything/To feel the chance to live again/I
reach to you/ I know you can feel it too/We'd make it through/A
thousand dreams I still believe
I'd make you give them all to me/I'd hold you in my arms and never
let go/I surrender

I know I can't survive/Another night away from you/You're the reason
I go on/And now I need to live the truth
Right now, there's no better time/From this fear I will break
free/And I live again with love/And no they can't take that away from
me/And they will see... yeah
*)
Every night's getting longer/And this fire is getting stronger,
baby/I'll swallow my pride and I'll be alive/CAN'T you hear my call
I surrender
*)
Right here, right now/I give my life to live again/I'll break free,
take me/My everything I surrender all to you right now
I give my life to live again/I'll break free, take me (My everything)
My everything (I surrender all to you)

==================== 80 =========
Cukup lama aku dan Magda mengobrol malam itu. Aku tak dapat melawan
kantuk karena kelelahan selama enam jam dalam bus, aku mohon ijin
tidur. Magda bergegas merapihkan kamar disebelah kamarnya. (
Bersambung)
=================================
Pagi setelah serapan, Magda mengantarkan aku kerumah kost. Magda
memesan supaya nanti malam mampir kerumahnya. " Aku nggak pasti.
Lihat nantilah,"jawab ku

" Nggak.! Abang harus datang, Magda nggak ada teman. Adik Jonathan
lebih sering dirumah om dokter. Dia menjaga "pariban"nya, takut
diambil orang," ujar Magda ketawa.

Siang, Susan menjemputku pada hal suaminya baru akan tiba sore hari.
Susan membawa ku ke hotel tempat kami dulu makan siang. Aku mengikuti
kemauannya, tinggal berapa jam lagi aku sudah "selesai" dengannya
pikir ku.

Suasana "dining room" dengan tata lampu dan alunan musik romantis
menukil kenangan kami berdua. Ditempat yang sama beberapa bulan
sebelumnya kami saling berbagi kasih dengan letupan sukma berbalut
cinta.

Setelah selesai makan, Susan menyandarkan tubuhnya kesisi lenganku
sambil menikmati tembang-tembang lama yang mengalun manis. Sesekali
suaranya lirih mengikuti tembang kenangan itu sambil melirik ku.

Susan meraih tangan ku menggemgam erat, dari mulutnya terucap kata, "
Zung, aku masih menyayangi mu, cinta ku belum berubah. Tetapi sikap
mu akhir ini, membuatku bingung memutuskan perahu mana aku harus
berlayar.

Sekiranya abang berkenan lagi mengucap janji cinta mu seperti
beberapa bulan lalu, untuk meyakinkan diri ku, aku akan segera
mengambil keputusan perahu mana aku akan berlayar."

"Susan, biarkanlah perahu ku berlayar mengarungi samudera luas nan
ganas tanpa pengayuh pendamping. Aku juga tak tahu pasti arah perahu
ku akan berlayar. Aku hanya berharap dalam kesendirian, kelak perahu
ku akan berlabuh dalam dermaga kasih penuh kedamaian," balas ku.

"Zung, aku masih mencintai mu dengan sepenuh hati. Katakan, kalau
abang masih menyayangi diriku; aku akan berlayar bersama dirimu
membelah gulungan ombak di lautan luas ."

Lidah ku kelu, mulut ku terbungkam oleh jerit tangis ibuku. Dalam
hati mengakui, aku menyayanginya; tetapi tatanan hidup manusia
beradab memasung diri ku melanjutkan kisah kasih yang pernah kami
rajut. Aku menatap wajahnya masih penuh harap atas diriku, sendu,
bagaikan kelopak layu sebelum mekar.

" Susan, seandainya nyanyian burung diatas sana dapat engkau
mengerti, dia bertutur banyak tentang unkapan hatiku yang tak
terucap. Susan sedengkanlah telingamu barang sejenak diselah jendela
alam, maka engkau akan mendengarkan desisan hembusan angin malam;
dirimu akan mendengar senandung rinduku tak terperi. Dikeheningan
malam aku tersungkur oleh gelora hati; mata ku rabun oleh gejolak
sukma menapak jalan berkubang."

Aku mengajaknya keluar dari ruangan romantis itu. Aku khawatir
ungkapan rasa antara aku dan Susan akan menggiring ku kembali ke
kubangan yang sama, selingkuh. Aku tak tahu, apakah Susan dapat
menangkap rangkaian kata yang baru saja ku ucap.

" Susan, sudah waktunya kita ke airport sebelum pesawat yang
ditumpangi om Hendra mendarat,"ujarku mengingatkan. Susan segera
menguasai hatinya, dia meraih lengan ku, rona wajahnya ceria, pulih
dihiasi senyuman; kami berjalan bergandengan tangan bagaikan pasangan
remaja yang baru saja mereguk madu cinta.

Susan mengangkat lengannya keatas, diujung jari lentiknya memainkan
kunci mobil, " Zung, kemudikan" biduk "ini, aku ingin duduk disamping
mu, "ujarnya sambil menyerahkan kunci mobil.Sepanjang jalan menuju
airport, tangannya tak henti-henti meremas ujung jari ku, sesekali
dia membasahinya dengan kedua bibirnya.
****
Susan merangkul Hendra suaminya mesra serta menciumnya ketika turun
dari pesawat. Aku melihat keduanya melepaskaan rasa rindu setelah
berpisah selama kurang lebih tiga bulan.

Dalam hatiku terbesit, panggung masih terbuka lebar memainkan sejuta
adegan sandiwara dengan alur cerita dan peran sesuka. Susan telah
memerankan nyaris sempurna.

Hendra menghampiri dan mengguncang tanganku dalam gemgamannya hangat
serta memeluk ku, " Bagaimana dengan kaki mu, sudah sembuh.?"
tanyanya. " Selamat atas keberhasilan meja hijau mu," imbuhnya.

"Terimakasih om, " balas ku. Susan menyelah, " pap, Tan Zung dapat
menjawab semua pertanyaan penguji, dia mendapat nilai sangat
memuaskan. Hanya beberapa orang diantara mereka mendapat nilai sangat
memuaskan. Pacarnya Magdalena dapat nilai paling tinggi dantara
semua peserta," jelas Susan.

Malam itu, aku rela menjadi sopir mereka. Hendra menolak duduk dengan
Susan di belakang. " Nggak, aku duduk di depan bersama mu sobat ku
yang baik," ucapnya.

Hendra mengajak ku makan malam disebuah hotel yang aku belum pernah
masuki. Sebenarnya aku enggan pergi dengan mereka tapi aku sangat
sungkan menolaknya.

Susan bergayut manja diatas dada Hendra. Hendra berulang mencium
kening Susan dan pipinya setelah habis makan. Hhmm..sempurnanya Susan
memainkan peran ganda; tadi siang duduk di dalam perahu ku meski
layar tak berkembang, kini akan berlayar dengan perahu sejati mu
mengarungi lautan luas tanpa riak dan gelombang, kataku dalam hati.

Sebelum kami meninggalkan hotel, Hendra menyerahkan oleh-oleh kepada
ku sebuah pulpen diujungnya disepuh emas, menurut Hendra mas "10 k".
" Ini hadiah untuk keberhasilan mu." ujarnya

Aku sangat terharu menerimanya, tidak sedikit terpikir oleh ku akan
mendapat sesuatu dari Hendra. Aku juga mau menjemput dia bersama
Susan, karena ingin membalas kebaikan Susan ketika membimbing skripsi
ku. Susan banyak memperbaiki skripsiku, maklum pada saat itu aku
sedang ugal-ugalan karena putus cinta dengan Magda.

Hendra menghantarkan aku pulang sebelum mereka pulang kerumahnya.
Hendra mengajak ku ketemu di diskotik malam minggu dimana kami
pernah bertemu sebelum dia berangkat ke London.

Setelah mereka menghilang disudut ujung jalan, aku segera menuju
kerumah Magda ingin menemaninya karena dia tinggal sendiri dirumah.

Seperti biasanya, dia berlagak marah. " Abang keenakan iya dengan ibu
Susan. Katanya menjemput om itu sore, kok sudah pukul sepuluh
tigapuluh baru datang!?

" Aku diajak makan malam oleh suaminya."
" Jadi abang sudah makan? Kebetulanlah, aku lagi malas kedapur nih."
Aku tarik tangannya menuju keruang tamu. Aku menunjukkan oleh-oleh
yang baru saja diberikan Hendra. Magda menatapku heran.

" Om itu mungkin salah ngasih. Ini pena mahal. Papi dulu punya,
tetapi hilang dicuri orang dari kantornya, " ujar Magda.

" Begitu nasib orang baik, selalu mendapat hadiah yang terbaik," ujar
ku menggoda.
" Baik katamu, isternya pun kamu pacarin." balasnya ( Bersambung)

Los Angeles. November 11, 2008

Tan Zung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar