Dosenku Pacarku (65)


"Alone"

Mau dengar lagunya, klik disini...

I hear the ticking of the clock/I'm lying here the room's pitch
dark/I wonder where you are tonight
No answer on the telephone/And the night goes by so very slow/Oh I
hope that it won't end though/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/I never really cared until I met
you/And now it chills me to the bone
How do I get you alone/How do I get you alone

You don't know how long I have wanted/to touch your lips and hold you
tight,oh/You don't know how long I have waited
and I was going to tell you tonight/But the secret is still my
own/and my love for you is still unknown/Alone
[ Refrain: ]
Till now I always got by on my own/ I never really cared until I met
you/And now it chills me to the bone
How do I get you alone/How do I get you alone/How do I get you
alone/How do I get you alone
Alone, alone

=================== 64 =================
" Nantilah bang, kita makan sore dulu. Sejak beberapa bulan lalu aku
belajar memasak dari mami. Abang rasakah dulu masakan ku siang ini,
tetapi abang bantuin aku." ujarnya. (Bersambung)
========================================

Aku bersikap biasa, tak ada lagi "gocekan bola", Magda telah memaku
mati peringatan, " don't tell me anymore about love."


Magda menyuruhku mengiris bawang. Selama memasak, aku dan dia hanya
berbicara seputar kampus, kadang kala bernostalgia ketika di es-em-a.
Tetapi sikap kehangatannya membuat ku penasaran. Magda tak canggung
mencium pipiku, juga marahnya sama seperti ketika kami masih pacaran.

"Zung, kok ngiris bawang saja ngga becus, tapi mau jadi bapak-
bapak.!" tegurnya tertawa sambil menjewer kupingku.

Setelah makan sore, Magda pergi kerumah kost Ira, kebetulan tidak
jauh dari rumahnya. Sepeninggalan dia, aku memikirkan bagaimana
caranya, agar dia merubah keputusan "tidak menikah selamanya".

Aku ingin, Mawar juga mempengaruhinya merubah keputusan pahit itu.
Sementara Magda pergi kerumah Ira, aku menghubungi Mawar lewat
telephon. Mawar meyambut percakapanku tidak sehangat biasanya,
dingin. Ternyata Mawar tahu semua apa yang terjadi sejak tadi malam
hingga pagi.

" Apalagi bang...sudah puas? Lagi-lagi abang menyiksa Magda. Capek
aku membujuknya agar mau menerima mu kembali, akhirnya semuanya sia-
sia. Abang sok manusia jujur." ucapnya dengan nada kesal.

" Aku nggak tahu, kalau Mawar berbaik hati membujuknya agar aku dan
Magda bersatu kembali." ujarku.
" Aku kasihan melihat abang kembali menjadi manusia " kerdil"
menghadapi kenyataan dengan mabuk-mabukan." ujar Mawar.

" Boleh aku ketemu dengan Mawar sebelum aku pulang ke kampung besok
lusa.?" tanya ku.
" Untuk apa lagi bang. Tadi malam dan pagi ini, Magda sudah
menceritakan semuanya pembicaraan mu dengan Magda. Tak ada lagi yang
perlu dibicarakan. Kebetulan aku dan mami sedang siap-siap mau
berangkat ke Siantar." jawabnya diujung telephon.

Sekembalinya Magda dari rumah Ira, mengakhiri pembicaraan ku dengan
Mawar. Magda membawa buku pinajaman Ira dan menyerahkan sebuah
envelope tertutup, dia menyerahkannya dengan wajah dingin.

" Abang kuantar pulang sekarang?"
" Magda mau mengusir ku?"
" Bukan bang, biar abang lebih enak dan bebas membaca surat Ira yang
menurut abang teman biasa."

" Benar, dia teman biasa, nggak ada yang khusus. Mungkin Magda
menduga aku bohong karena suratnya ini. Nih, Magda kau buka dan baca
sendiri isinya." ucapku.

Magda tertawa renyah mendengar ucapanku.
" Zung, setelah kau suruh aku menjemput buku mu dan juga surat Ira,
kini abang suruh pula aku membuka dan mebaca suratnya.? Sejak kapan
aku menjadi sekretaris mu...hah..?" ujarnya sambill mencubit lengan
ku. Di rumah Ira pun aku harus menunggu dia menuliskan surat itu,
imbuhnya.

" Sekretaris? Sejak lima tahun lalu." jawab ku.
" Oalaa....abang...bolak balik berujung kesana lagi."

" Aku serius, aku tak punya hubungan khusus dengan Ira. Barangkali
Ira mau "latihan" menulis." ujar ku bergurau sambil membuka
envelopenya.

Aku membaca dengan bersuara isi suratnya dihadapan Magda. " Bang,
terimakasih atas bantuannya selama ini. Aku sudah nggak kerja lagi di
discotik karena sedang mempersiapkan skripsi kecil sarja muda."
terimakasih.

Suratnya diakhiri dengan kalimat genit, dari: "Ira yang hampir pernah
jatuh hati kepada abang." Magda senyum kecut mendengar suara ku
semakin pelan dan tersendat membaca akhir tulisan Ira.

" Awalnya menjadi pengawal pribadi kemudian "penjaja cinta',
terakhir "pejagal cinta" iya bang.!? ujarnya .
" Magda! silahkan kau menyebut ku apa, asal itu membuat dendam mu
terlampiaskan.!"

Segera Magda memeluk diakhir kalimat ku. " Zung, maaf, aku hanya
bergurau, kok abang sensitif sekali..hah..?!"
***
Magda mengantar ku pulang, segera namboru/bibi menemuiku ke kamar
sepeinggal Magda. " Tadi siang ibu Susan datang nanyain bapak. Aku
bilang, menginap di rumah temannya."

" Namboru beritahu aku nginap dirumah Magda.?"
" Iya..nggaklah, macam mananya bapa, mengertinya aku itu. Namboru
juga pernah anak muda, tapi amangboru/om nya dulu nggak pernah nginap
bergiliran." ujarnya sambil ngakak.
Memang mestinya tadi malam bapak giliran tidur dirumahnya Susan ya?
lanjutnya.

" Namboru..! memang aku piala bergilir," ucap ku nyegir. Seperti
biasanya namboru menyambut ucapanku dengan ketawa lepas, seraya
menyerahkan satu envelope dari Susan.

" Nih, titipan ibu Susan, bapak dapat rejeki dari kiri-kanan. Tetap
hati-hati bapak, pilihan hanya satu." ujarnya mengingatkan.

Los Angeles. October 23, 2008

Tan Zung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar