"Untuk sebuah nama"
Mau dengar lagunya, klik disini...
Kupejam mata ini dikebisuan malam
oh mimpi bawalah dia dalam tidurku
untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar
oh mimpi dimana dia dambaan hati
*)
biarlah hanya dalam mimpi kita saling melepaskan rindu
biarlah hanya dalam mimpi kucumbui bayangan diri mu
kau satu segalanya bagiku diantara berjuta disana
kau saja belahan jiwa ini tak ingin yang lain disisku
Untuk sebuah nama
Kupejam mata ini dikebisuan malam
oh mimpi bawalah dia dalam tidurku
untuk sebuah nama rindu tak pernah pudar
oh mimpi dimana dia dambaan hati
*)
=================== 76 =============
Kami bicara serius tetapi tak ada lagi menyinggung tentang masa
lalu. Kini aku dan dia merasakan sebagai saudara dekat. Magda tak
segan-segan lagi menegur ku bahkan membentak kalau dianggapnya
aku "melenceng".( Bersambung)
================================
Dengan kedekatan ku sebagai saudara mengharap, dia akan merubah
keputusan tidak akan menikah selamanya. Aku telah tulus melepaskannya
seandai Magda mempunyai pilihan lelaki lain.
Aku juga tak segan mengutarakan masalah pribadi ku tanpa ada maksud
mempengaruhi agar hubungan kami kembali. Kini, hanya aku ingin
menunggu waktu yang tepat membicarakan mengenai Maya. Kembali kami
berbicara mengenai hubungan ku dengan Susan.
" Zung, perkuliahan kita sudah selesai. Tak ada lagi yang perlu abang
takut kan. Jangan abang gantung perasaan ibu Susan. Segeralah abang
mengambil keputusan. Tetapi saran ku, akhirilah hubungan mu dengan
dia. Aku berani mengatakannya, karena ibu itu punya suami, apapun
alasannya, abang tak pantas menggunting dalam lipatan." ujar Magda
serius.
" Iya, rencana ku besok hendak kesana. Boleh aku pinjam motor mu?"
" Nggak terlalu jauh naik motor kerumahnya.?" tanyanya.
" Iya memang cukup jauh, tapi nggak apalah, biar ada alasan ku pulang
mengembalikan motor bila Susan menahan ku menginap dirumahnya.
Magda, entah kenapa aku paling sukar menolak permintaannya, itu
kelemahan ku yang selalu dimanfaatkan ibu Susan.
Memang selama ini kalaupun aku nginap, kami tak pernah berbuat
melampaui batas. Aku dan Susan masih bisa menahan diri. Magda,
mungkin aku pinjam motor mu dua hari karena aku juga rencana mau
pindah dari rumah kost ku sekarang, menungu berangkat ke Jakarta
akhir bulan ini.
" Abang pakai saja sesuai kebutuhan mu, nanti aku pakai mobil antar
mami kepasar atau ketempat lain. Abang serius mau ke Jakarta,?"
tanyanya pelan.
" Iya, aku serius." jawab ku. Aku segera mengajak Magda pulang, aku
melihat ada perubahan dalam wajahnya ketika ku katakan akan berangkat
ke Jakarta akhir bulan. Memang akupun merasakan beratnya meninggalkan
kota Medan, kota kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Dikota ini
aku mengenal indah dan pahitnya hidup bercinta.
" Ada yang aku bicarakan dengan mu Magda, kita bicarakan dirumah
saja."
Magda merasa heran setelah aku mengajak pulang dan ingin membicarakan
hal yang serius, sementara aku akan berangkat ke Jakarta. Aku
menduga, pikirannya pasti mengenai hubungan kami lagi.
Magda mengajak ku bicara di rumah, ketika aku mengambil tempat duduk
di teras. Dia mengajak ku ke dapur. Magda menyediakan minuman teh
hangat untuk kami beerdua. " Ada hal yang serius bang? " tanyanya
sambil menyeduh teh. Aku membantu dia mengangkat kedua gelas ke ruang
tamu. Magda duduk berhadapan dengan ku.
" Magda, ketika aku pulang kampung, Sinta mendesak-desak ku berteman
dengan Maya. Awalnya aku nggak tertarik. Tetapi karena semua keluarga
termasuk ompung kita "komporin" akhirnya aku mau. Maya itu teman ku
sekelas ketika di es-de hingga di es-em-pe. Orangnya baik dan
cerdas seperti kamu."
" Lalu kenapa dengan Maya?"
" Sebenarnya aku tidak ada masalah dengan Maya. Yang menjadi masalah
adalah om dia. Ketika aku mengantar Maya pulang, om itu menunjukkan
rasa tidak senang dengan ku. Dia adalah dosen di salah satu fakultas
di kampus kita.
Dia mengetahui hubungan ku dengan Susan. Menurut Lisa kakak Maya, itu
alasannya melarang Maya berteman dengan ku. Hampir sebulan ini aku
tak pernah ketemu dengan dia, kecuali dengan kakaknya. Om nya selalu
mengawasi langkah Maya."
" Nah....sekarang baru ketahuan, aku dan Mawar sudah tertanya-tanya
setelah pulang dari kampung abang seperti kehilangan semangat.
Rupanya ini penyebabnya. Ooohh.....abang ku, aku kan sudah bilang
sebelum abang berangkat kekampung, jangan lagi "main api", yang satu
belum beres yang baru datang lagi."
" Itulah alasannya, aku mau berangkat akhir bulan ini. Tadinya
rencana ku dua bulan mendatang."
" Zung, aku mau mendatangi Maya, apa pesan mu.?"
" Nggak usah lagilah, aku capek. Aku hanya ingin memberitahu sebelum
kamu tahu dari orang lain."
" Jadi abang mau "melarikan diri" ?
" Nggak.! Aku hanya menenangkan diri sambil mau cari kerja."
" Bang, kenapa harus di Jakarta. Abang kerja di Medan saja. Kalau
abang berangkat, nggak ada lagi teman ku berantam. Aku serius, minggu
depan aku dan mami ke kantor gubernur, biar aku tanyakan bagian
personalianya."
" Nantilah aku bicarakan dulu dengan ayah. Tetapi aku ke Jakarta dulu
sambil mau liburan. Magda mau ikutan.?"
" Terlalu jauh bang, mami nggak ada temannya." ujarnya dengan suara
lemah.( Bersambung)
Los Angeles. November 05, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (77)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar