"Bunga Mawar"
Mau dengar lagunya, klik disini...
O bunga Mawar kau idaman hati /yang ku puja-puja selalu
Ingin hatiku oh memetik diaku/tapi apa daya tak sampai
O bunga nan rupawan/rindu hati siang dan malam
Hasrat ku ingin berdua selamanya
kemana ku mengadu bulan bintangpun tak tau
Cinta ku hanyalah satu kekasih ku
O bunga Mawar kau idaman hati /yang ku puja-puja selalu
Ingin hatiku oh memetik diaku/tapi apa daya tak sampai
O bunga nan rupawan/rindu hati siang dan malam
Hasrat ku ingin berdua selamanya
kemana ku mengadu bulan bintangpun tak tau
Cinta ku hanyalah satu kekasih ku
========= 68 ==============
Aku berusaha menolak, tetapi Maya bersikeras mengajak ku. Akhirnya
aku mengalah lagi dengan bujukannya, dan aku tak ingin
mempermalukannya dihadapan orang banyak. ( Bersambung)
=================================
"Tingkah" Maya mengundang perhatian para undangan yang menghadiri
acara itu. Benar, penilaian ku tak salah, Maya kini bukanlan lagi
Maya yang aku kenal dulu. Secara tidak langung --dihadapan orang
banyak-- Maya "memproklamirkan" kedekatannya dengan ku, sementara aku
belum siap.
***
Aku tidak menyangka kalau puluhan teman Sinta dan suaminya sengaja
datang dari Medan menghadiri pernikahannya. Ini juga salah satu
alasannya aku merasa betah mengikuti acara resepsi.
Maya terus memperhatikan ku ketika aku duduk dan berbicara ditengah
gadis-gadis molek. Maya tampaknya sedikit gelisah melihat gadis-gadis
itu terkekeh-kekeh bersama ku.
Satu diatara gadis itu malah "over acting", beberapa kali
membisikkan sesuatu dekat ketelinga ku, seakan kami sudah berkenalan
lama. Maya segera bergabung dengan kami, dia terpaksa duduk agak jauh
dari ku, karena gadis-gadis teman Sinta duduk mengitari ku.
Maya mengeluarkan jurus "mengusir" gadis-gadis itu dari sekitarku.
Dia mendekat dan berbisik ke telinga ku seraya tangannya menggemgam
tangan ku.
Tanpa diperintah, gadis disebelah ku langsung hengkang memberi tempat
duduknya kepada Maya. Satu persatu gadis-gadis sekitarku pergi
meninggalkan aku dan Maya duduk bersanding.
Setelah beberapa lama kami duduk bersanding, aku menyuruh Maya
kembali mendampingi pengantin, tetapi dia menolak, berdalih, masih
ada teman pendamping lainnya melayani pengantin.
Lagi-lagi aku dan Maya menjadi perhatian para undangan khususnya
keluarga dekat; ketika Maya secara khusus sibuk mempersiapkan makanan
ku, terpisah dengan makanan orang banyak.
Aku ingin menghindar dari perhatian orang banyak. Aku mengajaknya
pindah kesudut ruangan, tetapi Maya menolak. Sejumlah keluarga dekat
Maya dan keluarga ku "setor muka" dan mencari perhatian ku.
Mereka secara bergantian mengantar minuman dan sejumlah makanan
ringan, diantaranya" lampet". Hampir semuanya keluarga -khususnya
perempuan--mencubit lengan ku sambil senyum pertanda senang dan
seakan setuju melanjutkan hubungan ku dengan Maya. Dalam hati ku
berkata....."ratu-ratu kompor bersileweran".
Selesai makan, Maya mengajak ku menggati pakaiannya ke rumah. Aku
coba menolak dengan dalih kaki ku yang masih sakit.
" Kita jalan pelan saja bang, " ujarnya seraya menarik lengan ku,
mesra. Ah...akhirnya aku kini benar-benar jatuh dalam "pencobaan".
"Zung, sebentar aku bilangin dulu sama Sinta,"ujarnya sambil
meninggalkan ku. Sinta menoleh kearahku dan tersenyum setelah Maya
berbisik ke telinganya.
****
Maya dan Sinta membujuk ku agar aku mau menghadiri malam perpisahan
Sinta dengan anak-anak muda sekampung, juga sahabatnya dari Medan.
Maya dan Sinta tak mempan, akhirnya mereka minta "bantuan" kepada ibu
ku. Sebelum disuruh ibu, aku langsung bergegas mengikuti Maya dan
Sinta sambil memplototin keduanya.
Sinta tahu betul kalau aku selalu " bertekuk lutut" kepada ibu.
Malam itu, "master of ceremony " memprovokasi undangan untuk
mendaulat ku bernyanyi dengan Maya. Dengan perasaan terpaksa aku
memenuhi permintaan undangan setelah Sinta dan suaminya memaksa
ku "turun".
Lagu ku mengalun sendu, bayang-bayang wajah Magda dan Susan muncul
silih berganti bersama puing-puing cinta yang tercecer.
Meski Maya telah memberi perhatian khusus sejak pagi hingga malam
pada acara pemuda, Maya --sementara ini-- belum mampu sepenuhnya
memompa semangat ku menyongsong duka, karena aku segera memadamkan
api asmara dengan Susan.
Maya mengajak ku kerumahnya meski sudah larut malam. Aku menuruti
ajakannya dengan satu pertanyaan dalam hati, akankah aku mendapatkan
kembali cinta tulus seperti pernah ku peroleh dari Magda.
Bila iya, aku akan mengakhiri petualangan cinta setelah kandas dengan
Magda. Mawar bagi ku masih sebuah "misteri", dingin dan kabur.
( Bersambung)
Los Angeles, October 30 , 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (69)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar