"Forever And For Always"
Mau dengar lagunya, klik disini...
In your arms I can still feel the way you/want me when you hold me/I
can still hear the words you whispered/when you told me/I can stay
right here forever in your arms
And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't no way—
/and there ain't not how/I'll never see that day....
[Chorus:]
'Cause I'm keeping you/forever and for always/We will be together all
of our day
Wanna wake up every/morning to your sweet face—always
Mmmm, baby/In your heart—I can still hear /a beat for every time you
kiss me
And when we're apart,/I know how much you miss me/I can feel your
love for me in your heart
And there ain't no way—/I'm lettin' you go now/And there ain't now
way—
and there ain't no how/I'll never see that day....
[Repeat Chorus]
(I wanna wake up every morning)
In your eyes—(I can still see/the look of the one) I can still
see/the look of the one who really loves me
(I can still feel the way that you want)/The one who wouldn't put
anything else in the world above me (I can still see love for me) I
can still see love for me in your eyes (I still see the love)
................
[Repeat Chorus (2x)]
I'm keeping you forever and for always/I'm in your arms
============= 73 =============
Magda mengomel ketika buku-buku itu bertaburan di lantai, " abang sok
mau memangku orang, buku sajapun tak dapat abang pangku," ujarnya
sambil membantu ku mengangkat buku yang bercereran, Magda terus
mengoceh sambil berjalan ke teras. (Bersambung)
==============================
Mawar bergabung dengan kami, sementara Magda masih uring-uringan.
Mawar sudah tahu tipe Magda, melihat wajah Magda, Mawar main mata
kepada ku. Mawar menyakan ku ketika Magda masuk kerumah, " kenapa
Magda? abang dan dia lagi ribut iya?
" Iya, dia dimarahin sama maminya, karena Magda benta-bentak aku,?"
ujar ku sedikit keras supaya Magda mendengar.
" Nggak, nggak ada aku bentak-bentak. Abang pembohong ," teriak
Magda dari dalam rumah.
Mawar hanya tertawa melihat "adegan" aku dan Magda. Aku berteriak
memanggil Magda, " Magda kesini, bab mana yang perlu abang bantu,?"
ujar ku menambah rasa kesalnya.
Magda segera keluar dari rumah, " abang mau ngajarin Magda? "
tanyanya kesal.
Mawar segera nimbrung setelah melihat "pertikaian" ku dengan Magda
mulai memanas. " Ayolah, skripsi siapa dulu yang dibahas." tanya Mawar
" Magda duluan, biarkan aku dulu mengujinya." sambut ku.
Magda segera mendekati ku, tanganya menjambak rambut ku pelan, "
huh...abang tangkang, jogal." ucapnya gemas.
Susana cair setelah kepala ku jadi"korban". Magda tetap memimpin
setiap pembahasan, memang dia paling cerdas dintara kelompok belajar
kami. Semua kami merasa senang bila giliran dia menjadi "leader", tak
pernah sok tahu atau ngotot dan mau minta maaf kalau ada kekeliruan.
Setelah diskusi kami berakhir, Magda mengahantarkan aku pulang ke
rumah kost ku. Sebelum meninggalkan ku, Magda menganjurkan supaya aku
terus mengulang apa yang kami bahas menambah dengan catatan
sebelumnya.
" Magda, aku lupa bawa tongkat ku. Boleh kau antar besok.?"
" Aku sudah buang bang, serius ! Abang sudah bisa jalan seperti biasa
kok, jangan cengeng!" ujarnya
*****
Beberapa kali malam minggu, aku dan Maya lalui tanpa pernah bertemu,
meski aku telah berusaha menghubunginya melalui kakaknya Lisa,
sementara aku benar-benar mempersiapkan diri menghadapi sidang meja
hijau.
Malam terakhir diskusi seminggu menjelang sidang, Magda mengajak ku
dan Mawar ke restaurant tempat kami selalu rendezvous, dulu. Magda
tampak tanpa beban menghadapi sidang demikian juga dengan Mawar.
Selama diskusi beberapa kali, Magda memperhatikan ku, menurutnya,
kecerian ku tidak seperti sebelumnya, pada hal aku berusaha agar
sikap ku tetap seperti semula.
" Zung, abang hilangkan dulu yang menggangu pikiran mu. Aku tak tahu
apa yang ada dalam benak mu, tetapi aku melihat ada sesuatu yang
menggangu." ucap Magda sebelum pesanan kami datang.
Mawar tertawa mendengar "ramalan" Magda. " Sejak kapan Magda jadi
juru ramal ? Tapi memang kok, lanjutnya, aku juga melihat abang
kurang semangat setelah kembali dari kampung, kenapa.? tanya Mawar.
" Nggak ada masalah, selama ini kurang tidur mempersiapkan diri
menghadapi sidang," ujar ku menutupi kebohongan ku.
Magda tidak puas dengan jawaban ku, demikian juga dengan Mawar.
" Abang mulai merasa jauh dengan kami ya?" ujar Magda.
" Sampai ujung usia, manalah aku lupa dengan persahabatan ku dengan
mu dan Mawar.!" jawab ku.
Magda mengalihkan pembicaraan kami, mengenai rencana setelah wisuda.
" Kemungkinan aku bekerja di kantor Gubernur setelah aku lulus. Staf
biro personalia yang menggantikan papi telah berjanji kepada mami, "
ujar Magda.
Mawar juga sudah hampir pasti di kantor ayahnya, Komdak Sumut,
sementara aku akan mencari pekerjaan ke Jakarta.
" Akhirnya, kita berpisah jauh, tak terasa perasahabatan kita sejak
es-em -a , akan berakhir setelah delapan tahun berjalan. Kenapa harus
ke Jakarta bang ? Kalau abang mau kerja di sini, aku dan mami akan
tanyakan nanti ke biro personalia." ucap Magda.
" Aku akan diskusikan dulu dengan orang tuaku. Abang yang mengajak
ku ke Jakarta, ayah dan ibu menyetujuinya." ujar ku.
Dalam pembicaraan di restauran, kami diliputi perasaan bersedih,
karena perpisahan sudah mendekat.
" Aku mungkin yang paling tersiksa, bila aku jadi berangkat ke
Jakarta. Aku tidak akan ketemu dengan mu lagi, berantuk setiap ketemu
dan tertawa," ujar ku, suaraku tersendat.
Magda malah mengenyek ku, " Zung, kasihan... telephon aku kalau abang
rindu," ujarnya sambil memegang tangan ku.
" Aku tak butuh suara mu, aku ingin lihat wajah mu," ujar ku ketawa.
" Boleh bang, bawa saja foto copynya," balasnya bergurau. (Bersambung)
Los Angeles. November 04, 2008
Tan Zung
Dosenku Pacarku (74)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar