Always And Forever
Always and forever/ Each moment with you
Is just like a dream to me/ That somehow came true, yeah
And I know tomorrow/Will still be the same
Cuz we got a life of love/That won't ever change and
[1] - Everyday love me your own special way
Melt all my heart away with a smile/Take time to tell me you really
care
And we'll share tomorrow together/Ooh baby, I'll always love you
forever
Ever, ever, ever/There'll always be sunshine
When I look at you/It's something I can't explain
Just the things that you do/If you get lonely
Call me and take/A second to give to me
That magic you make and......
http://www.youtube.com/watch?v=z7enLvzlUN4
=============== 7 =====================
Perempuan yang satu inipun menurutku aneh, "kesukaannya"dagu dan jari
jemariku sering dimainkan dengan jari tangannya, entah dimana pula
nikmatnya; sementara mantan pacarku, sukanya cium di pipi, kening
dan cubitan sisi lambungku.(Bersambung)
========================================
Susan terus menikmati minuman"chivas" pilihannya, kepalanya masih
terbaring dalam pangkuanku. Jari tangan kirinya meremas jari tanganku
lembut, sementara jari tangan kanannya "berdendang" dipipiku seirama
lagu mengalun, mulutnya bernyanyi lirih mengikuti lirik lagu dengan
sempurna.
Sesekali dia menarik leherku kearah wajahnya dan.....ke dua bibirnya
melekat rapat di kedua bibirku,huh....aku sesak. Kubiarkan kau
memegang"kendali" hingga "ruh"ku benar-benar akan menyala, pikirku.
"Zung kau suka lagunya nggak? "
"Aku suka musiknya, tapi tak mengerti semua liriknya."
Susan tertawa sambil memiringkan wajahnya kearah ku.
" Hahaha...Zung kampungan, kalau mau menjangkau dunia kamu harus
dapat bahasa inggeris dengan fasih."
Mendengar kata"kampungan" hatiku mendidih, panas. Sejenak Susan
terdiam, wajahnya berubah setelah menatap wajah ku.
" Ada apa Zung, kenapa merengut begitu, ayo...Zung kenapa.....?"
" Beberapa kali Susan menyebut ku kampungan..., aku tak suka. Memang
apa sih ukurannya sehingga"nilai" kampung selalu menjadi
ukuran "kebodohan".? ujarku kesal.
Susan kaget, dia segera beranjak dari pangkuanku sembari memperbaiki
dasternya yang acak-acakan. Dalam redupnya ruangan, Susan menatapku
sendu, dia mengangkat tubuhnya, duduk dalam pangkuanku. Dengan kedua
tangannya--gemetar- memegang wajahku, dingin.
"Zung....Zung....maafkan aku. Tak ada niat merendahkan mu,
maaf...Zung," ujarnya sambil meggoyang-goyang wajahku seraya
menambahkan, janji tidak akan mengulangi lagi......ok...Zung.?
Sedikit hatiku terobat mendengar niat tulusnya. Dalam hatiku; kena
kau, tunggu yang berikut akan ku schak lagi sampai minta ampun,
selanjutnya aku pegang kendali hingga akhirnya skripsiku kau
selesaikan sendiri.
" Zung....wake - up, I'm so...sorry....Zung....look at me," pintanya
memelas. Dia merangkulku erat, aku merasakah gemuruh detak jantungnya
berpacu kencang. Melihat aku masih bersikap dingin, dia meletakkan
kepalanya diatas bahu disisi kepalaku.Dia mengulang kembali "ulah"nya
seperti ketika di discotik minggu lalu, mengigit ujung telingaku
pelan dan berdesah..
Pengaruh minuman sirna terbawa rasa ketersinggungan hati, aku hanya
duduk menahan beban tubuhnya yang masih dalam pangkuanku. Aku biarkan
kepalanya disisi kepalaku beberapa saat. Susan, berbisik, " nggak
sangka kalau bang Tan Zung gampang tersinggung."
"Susan, boleh kamu bicara apa saja, tetapi jangan merendahkan. Aku
tak tahu, bagaimana sikap atau penilaian mu terhadap mereka yang
tertinggal dikampung; terhadap mereka yang kurang berpendidikan oleh
karena ketidak berdayaan keuangan mereka.... !"
Sebelum ku lanjutkan, Susan menutup bibirku dengan jarinya, " Zung,
aku senang mendengar "kuliah"mu, dan itu bagaian dari penilaian ku
tersendiri, nanti, ketika kamu berhadapan dengan ku di meja hijau.
Zung...aku ini dosen mu.!"
"Tetapi tidak malam ini Susan.!"
Susan terhenyak mendengar jawaban singkat ku, dia masih dalam
pangkuanku. Dia mendongkakkan wajahnya serius kewajahku. Sebelum rasa
kesal ku mengkristal dalam hati Susan, buru-buru kukecup keningnya.
Aku merasa kecut juga setelah dia mengingatkan ku: "aku ini dosen
mu". Kecupan ku tak berbalas, dingin. Rasa khawatir ku semakin
menjadi-jadi, ketika dia mau memindahkan tubuhnya dari pangkuanku,
hajab aku.
Terpaksa rayuan gaya "irama country" ku ganti dengan "dendang
melayu" sambil menahan tubuhnya tetap dalam pangkuanku. Dengan hati
berat dan terpaksa aku "korban"kan perasanku berujar, "honey...kenapa
wajah mu begitu muram.?"
Wajahnya ku goyang-goyang dengan kedua tangan ku, persis gayanya
ketika aku sedang kesal padanya.
Susan tetap diam, membisu. Hmmm.... selesailah aku malam ini,pikirku.
Aku coba jurus lain bagaimana mencairkan suasana. Aku benar-benar
ketakutan kalau nanti akan mempengaruhi perkuliahan ku yang akan
segera berakhir. ( Bersambung)
Dosenku Pacarku (8)
Label:
Kisah Sahabat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar