Dosenku Pacarku (1)

Cerita ini ditulis oleh seorang rekan (kisahku1@yahoo.com)di dunia milis HKBP.

Boasa dung Saonari ( Dewi Marpaung)

Ditonga ni borngin i, hundul ma sasada ahu
( Ditengah malam, aku duduk sendirian)
Hu ida bulan i tung mansai uli..ho. hooo
(Aku melihat rembulan indah nian ..hoo)

Tung tompu mai muse naso panagaman ki
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga)
Huida rupami dibulan i da hasian
( Aku melihat wajahmu di rembulan oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu
( Padahal dulu engkau berkata jujur padaku)
Holong ni rohami, alai ndang hujakhon i
( Akan cinta kasihmu, namun aku tak berterima)


reff:
Boasa ma dung saonari ito dung sirang ma au sian ho
(Mengapa kini, setelah aku berpisah denganmu)
Tubu holong di rohangki tu ho ito haholongan
(tumbuh rasa cintaku pada mu kekasih ku)
Aut boi ma nian ulahan ta i muse
(andaikan kita dapat mengulang kembali)
Masihol au ito, malungun ahu tu ho
(Aku rindu pada mu, sangat merindukan mu)

uuuuuu.......
Tung tompu mai muse naso panagaman ki
( Begitu tiba-tiba tanpa kuduga)
Huida rupami dibulan i da hasian
(Aku melihat wajahmu di rembulan oh..kasihku)
Hape najolo tung denggan didok ho tu ahu
( Pada hal dulu engkau berkata jujur padaku)
Holong ni rohami, alai ndang hujakhon i ho..wooo
(akan cinta kasihmu, namun aku tak berterima)

http://www.youtube.com/watch?v=3WVj3GHkOQI&NR=1

Orang yang diabaikan adalah luka yang paling menyakitkan dalam hidup,
melebihi dari kematian.Dua bulan lamanya, aku"tersingkir" dari
sahabat dekatku.

Sinta, Mawar dan tentu saja Magdalena tak lagi menjadi sahabat ber
sendagurau, bertukar pikiran bahkan berkecan manakala bara cinta
bergelora. Semuanya telah padam dan beku dalam debu kematian.

Tidak ada yang perlu disesali kecuali menjalaninya mengikuti alur
sungai hingga kesamudera luas.
Magdalena perasaannya semakin pulih setelah ditinggal orangtuanya
menyusul "perceraian" kami. Tegur sapanya sering meluluhkan hatiku.
Sering merasa bersalah dengan sikapku masa lalu.

Aku menyadari telah menorehkan luka dalam sanubarinya. Penyesalan
selalu datang terlambat. Aku hanya menyesal, keputusanku mendahului
pertimbangan matang. Magdalena membuktikan kesungguhannya
mencintaiku, dulu.

Albert awal malapetaka itu "menggelepar" ketika Magda bersikukuh
mengatakan "no way" hingga akhir hidup ayahnya, yang juga punya modal
merusak hubunganku dengan Magda. Alberth pergi tanpa setitik nokta
kenangan dengan Magda, kecuali bongkahan kosong.

Kini, cintaku membubung tingi melebihi cinta sebelumnya kepada
Magdalena. Aku merindukannya kala aku sendirian menekuni sisa
perkuliahanku.

Ada hasrat ingin menyatukan hati yang remuk; namun itu sesuatu yang
mustahil, sama mustahilnya menyambung rambut yang telah dipotong
pertanda kehancuran hatinya.

Untuk melepaskan kerinduanku, hari demi hari dalam buku kecil
kutorehkan penggalan kalimat yang masih dapat kuingat kata-kata
romantis yang keluar dari mulut Magda; juga kata-kata penyesalan;

I'm sorry for blaming you for
everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you
Some days I feel broke inside but I won't admit
Sometimes I just want to hide `cause it's you I miss
You know it's so hard to say
goodbye when it comes to this

****
Entah mengapa, Mawar menjaga jarak denganku sejak hubunganku berakhir
dengan sahabatnya Magdalena; tidak sekalipun Mawar berkunjung kerumah
seperti sediakala; juga tak pernah menanyakan perihal skripsiku yang
terbengkalai apalagi tentang kesehatanku.

Memang, Mawar masih tetap menyapaku jika bersua dikampus atau dalam
pelbagai kesempatan, namun kehangatannya sangat berbeda dengan masa -
masa ketika aku bersahabat dengan Magda.

Sepanjang ingatanku, aku belum pernah sekalipun menyakiti hatinya,
bahkan Mawar sering memujiku bila aku menyelipkan humor ketika setiap
percakapan kami mengalami kebuntuan. " Bang, berbahagialah perempuan
yang menjadi isterimu, ada saja humor abang mencairkan suasana,"
ucapnya suatu ketika.

Masa-masa perawatanku sejak dirumah sakit dan dirumah perawatan dukun
patah tulang hingga perwatan dikamarku, menurutku, sedikit telah
terajut kasih. Kuncup bunga mulai mengembang, kelopak mulai merekah
meskipun belum sempurna.

Namun, bagiku kini hanya sebuah misteri yang sukar kutelusuri, atau
barangkali saja aku hanya berhalusinasi atau inikah yang diisyaratkan
Sinta saat dia memaki dan mengutukiku, karma,?. Ketika itu amarah
Sinta meluap saat aku mengakhiri hubunganku dengan Magda.

Melalui teman dekat Mawar aku berusaha mencari tahu, kenapa sikapnya
begitu dingin akhir - akhir ini. Mawar tetap saja bungkam, gayung tak
bersambut.

Kepalaku pusing, terpaksa aku main "kasar". Usai kuliah - masih dalam
ruangan-kuletakkan secarik kertas di kursi Mawar dengan tulisan
besar " Aku mau bicara denganmu di kantin sekarang juga, atau, aku
berteriak-teriak dikampus ini." Kalimat yang sama kutuliskan dan
kuletakkan di kursi Magdalena.

Mereka saling berpandangan, Magda berceloteh," ihhh..abang....
pesongnya kambuh..."
"Iya, aku gila....gara-gara kalian berdua" ucapku ketus ketelinga
Magda seraya meninggalkan mereka menuju kantin.

Tidak lama aku menunggu, Magda dan Mawar menyusul, mereka duduk
menghadapku, wajahku murung. Tapi sikap "kasar" ku tak bertahan lama
setelah melihat kedua wajah Magda dan Mawar ketakutan. Bukan hanya
mereka berdua ketakutan, pemilik kantin pun bibirnya bergetar ketika
menanyakan apa pesanan ku. Dia beringsut pergi, setelah mendengar
jawabanku setengah berteriak, "nggak, aku nggak punya pesanan."

"Bang, kita bicara dirumah saja, ada apa kok marah-marah seperti
ini, malu dilihatin kawan-kawan," ujar Mawar, sementara Magda
menatapku tajam, hingga akhirnya sedikit cairan bening melabur bola
matanya, "Iya, bang kita bicara dirumah saja," ujarnya tersendat.
Magda berdiri dan menarik tanganku lembut, " ayo bang, kita bicara
dirumah." ( Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar